BUS PENYELAMAT - PART 33
Part 33
Saat itu jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Suasana desa Serampeh masih tampak begitu lengang. Sepertinya hampir dari semua masyarakat yang ada di sini sedang sibuk mencari Irma yang masih belum juga ditemukan.
“Lihat itu!” Meri mengarahkan mulut dan telunjuknya ke halaman rumah. Di sana terlihat sebuah motor trail yang terparkir rapi di halaman rumah. Itu adalah motor trail milik Buyung. “Bagaiamana jika aku menggunakan motor trail tersebut untuk mempersingkat waktu?” Meri menaikkan alis matanya sembari menatap wajah Sindi. Sindi kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh temannya itu. Sedikit pun ia tak pernah terlintas untuk membajak motor Buyung untuk melarikan diri dari desa tersebut.
“Jangan khawatir, aku bisa membawanya, kok” lanjut Meri lagi untuk meyakinkan temannya. “bukan itu yang aku takutkan, akan tetapi bagaimanakah caranya aku menjelaskan semua ini pada Buyung jika kau membawa motor trailnya pergi? Semua rencana kita pasti akan terbongkar oleh mereka” Sindi melipat bibirnya. Ia masih tampak ragu-ragu dan setengah berpikir.
“Jangan khawatir, katakan saja yang sebenarnya kepada mereka. Katakan bahwa aku meminjamnya untuk pergi ke kota dan melaporkan kejadian itu kepada keluarga Irma. Bilang bahwa kita berdua takut dan tidak mau dituduh oleh orangtua Irma sebagai orang yang tidak becus dan juga tidak bertanggung jawab. Bagaimana menurutmu? Apakah ada ide yang lebih bagus dari itu?” Tanya Meri pada Sindi. Sindi pun menggelengkan kepalanya. Sepertinya ia juga sudah sepakat dengan semua ide Meri tersebut.
“Baiklah, ayo kita lakukan” Kata Meri sembari bangun dari tempat duduknya dan bersiap-siap untuk segera pergi. “Hey, tunggu dulu. Di mana kuncinya?” Sindi melipat wajahnya. Mendengar pertanyaan itu, wajah Meri pun langsung ikut terlipat. “Ayo kita cari di dalam sana, barangkali saja ia menaruhnya di suatu tempat” usul Sindi. Mereka berdua pun segera masuk ke dalam rumah dan mulai memeriksa seluruh ruangan.
Mereka memeriksa semua baju-baju buyung yang terlipat di dalam lemari, lalu membuka laci-laci lemari miliknya. Merke memeriksa setiap lantai, meja, lemari, dan juga dinding, namun mereka juga tidak menemukan apa pun.
“Bagaimana ini?” Sindi mulai mengeluh. Meri tak bersuara, ia masih sibuk mengacak-ngacak semua isi rumah itu untuk mencari benda kecil itu. Sepertinya rencana baru mereka untuk melarikan diri itu juga akan segera gagal. Habislah semuanya. Tidak ada lagi kesempatan untuk menyelamatkan diri.
“Hey! Lihat itu...” Meri bersorak engan begitu nyaring sembari menunjuk ke arah sebuah paku yang tertancap di belakang pintu depan. Terlihatlah sebuah benda kecil yang menggantung di sana. Itu adalah kunci motor Buyung. Meri segera mengambilnya dengan cepat. Kunci motor itu dihiasi dengan sebuah gantungan yang terbuat dari benda yang aneh. Benda itu sepertinya terbuat dari taring binatang. Mereka berdua segera keluar dari rumah itu dan kemudian turun ke halaman rumah untuk mencobanya. Benar, ternyata itulah kuncinya.
“Bagaimana? Apakah kau sudah siap?” Tanya Sindi untuk memastikan temannya. Meri pun menganggukkan kepalanya itu dengan mantap. “Ingat! Jika mereka menanyaimu tentang di manakah aku berada, katakan saja pada mereka bahwa aku pamit pergi ke kota membawa motor trail Buyung menemui orang tua Irma untuk memberitahu mereka tentang kejadian hilangnya anak mereka, Irma” Meri mengingatkan temannya itu untuk yang terakhir kali sebelum ia pergi meninggalkan desa itu menggunakan motor trail Buyung yang terparkir di halaman rumah. Sindi pun menganggukkan kepalanya dengan mantap.
Mereka berdua pun segera berpelukan karena saling mencemaskan satu sama lain. Mungkin saja Meri akan berhasil tiba di kota, dan mungkin juga dia akan tertangkap dan kemudian dibunuh oleh para warga yang melihatnya. Mereka berdua pun segera berdo’a sebelum keberangkatan itu dimulai. Setelah semuanya terasa cukup, Meri pun segera menyalakan motor trail itu dan kemudian meluncur ke jalanan dalam kecepatan yang tinggi.
Meri semakin jauh dan jauh di depan sana. Suara motor trail itu mulai melemah dan akhirnya Meri pun lenyap di sebuah belokan jalan. Sindi segera masuk kembali menuju rumah untuk membereskan seluruh ruangan yang baru saja mereka acak-acak tadi. Saat ia sibuk melakukan pekerjaanya itu, tiba-tiba saja terdengar bunyi suara beberapa orang yang sedang berjalan di depan rumah. Ia segera berlari menuju kamar dan kemudian mengenakkan obat tetes di matanya. Hanya beberapa detik kemudian, matanya langsung berubah menjadi berair.
Buyung muncul di depan pintu dan langsung berdiri menatapnya yang sedang berpura-pura duduk dalam kesedihan. Melihat kehadiran Buyung, Sindi pun memulai aksinya. Ia berlari menghampiri Buyung dan kemudian langsung menanyainya tentang Irma. “Bagaimana? Apakah Irma sudah ditemukan? Di mana dia sekarang?” Sindi tampak sungguh tidak sabaran.
“Belum, dia belum ditemukan. Orang-orang masih sibuk mencarinya” Kata Buyung sambil memutar-mutar kepalanya ke seluruh ruangan. “Di mana Meri? Kenapa dia tidak ada di rumah?” tanya Buyung dengan muka yang separuh bingung. Sindi pun menceritakan semuanya. “Aku mohon maaf, Buyung. Aku tidak bisa menahannya pergi. Meri pergi ke kota membawa motormu untuk menemui orangtua Irma dan menyampaikan tentang berita hilangnya Irma. Dia juga ingin meminta bantuan kepada tim SAR untuk mencari Irma yang belum juga ditemukan. Meri benar-benar gelisah dan juga taku” Sindi memasang wajah tersedihnya. Ia berusaha untuk menahan amarah Buyung agar ia tidak emosi.
“Apa? Dia pergi ke kota membawa motorku untuk meminta bantuan kepada tim SAR?” Raut muka Buyung mulai berubah memerah. Sindi hanya mengangguk pelan tanpa dapat berkata-kata sedikit pun. “Mengapa kau membiarkannya pergi? Kalian berdua ini benar-benar selalu membuat masalah!” Nada suara Buyung mulai terdengar berapi-api.Dia marah.
“Maafkan kami, Buyung. Kami tidak bermaksud demikian. Kami berdua benar-benar merasa bersalah atas peristiwa hilangnya, Irma. Kami tidak tahu bagaimanakah caranya menjelaskan semua ini kepada orangtua Irma tentang alasan mengapa Irma bisa hilang. Kami takut mereka akan menyalahkan kami” Sindi menundukkan kepalanya. Kali ini Ia benar-benar menangis.
Buyung langsung membuang mukanya keluar. Wajahnya kini benar-benar sudah berubah memerah. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia langsung keluar dari ruangan itu. “BUUMM” Suara pintu depan yang dibantingnya. Sindi tersentak kaget.
Tidak lama kemudian, terdengar bunyi suara Buyung yang berteriak memanggil sesorang di luar sana. Suaranya begitu keras, seakan menggambarkan suasana hatinya yang sedang berapi-api. Setelah itu, terdengarlah bunyi suara beberapa motor yang mengaum dengan knalpotnya yang begitu nyaring. Sindi langsung berlari menuju jendela untuk melihatnya.
“Oh Tuhan!” Sindi membekap mulutnya dengan tangan ketika melihat Buyung dan lima orang temannya itu membawa senjata tajam di tangan mereka. Mereka berenam bersiap-siap untuk segera meluncur ke jalanan mengejar Meri yang membawa pergi motor Buyung tanpa izin. Hanya beberapa detik setelah berbicara dengan teman-temannya itu, tiga motor trail yang bersuara bising itu pun segera meluncur di jalanan untuk mengejar Meri. Sindi pun menjadi semakin gelisah di rumah Buk Tiah.
“Bagaimana jika mereka semua berhasil mengejar Meri dan kemudian mereka memukulinya? Menyiksanya? Dan bahkan juga membunuhnya? Oh Tidak! Tuhan tolong selamatkan Meri, aku mohon” Sindi menangis dan meringkup di dalam kamarnya. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Saat suasana hati dan pikirannya itu begitu kacau dan rusuh, tiba-tiba dia teringat dengan Paman Tanjo.
CATATAN :
"Untuk membaca kelanjutan cerita Novel "Bus Penyelamat" Part 34-95 (Tamat), silahkan teman-teman baca di aplikasi Goodnovel. Agar lebih mudah, silahkan klik ➡️: DISINI
Penulis : Zain Losta Masta
PART 9 PART 10 PART 11 PART 12
PART 13 PART 14 PART 15 PART 16
PART 17 PART 18 PART 19 PART 20
PART 21 PART 22 PART 23 PART 24
PART 25 PART 26 PART 27 PART 28
PART 29 PART 30 PART 31 PART 32
PART 33 PART 34 PART 35 PART 36
PART 37 PART 38 PART 39 PART 40
PART 41 PART 42 PART 43 PART 44
PART 45 PART 46 PART 47 PART 48
PART 49 PART 50 PART 51 PART 52
PART 53 PART 54 PART 55 PART 56
PART 57 PART 58 PART 59 PART 60
PART 61 PART 62 PART 63 PART 64
PART 65 PART 66 PART 67 PART 68
PART 69 PART 70 PART 71 PART 72
PART 73 PART 74 PART 75 PART 76
PART 77 PART 78 PART 79 PART 80
PART 81 PART 82 PART 83 PART 84
PART 85 PART 86 PART 87 PART 88
PART 89 PART 90 PART 91 PART 92
Comments
Post a Comment