BUS PENYELAMAT - PART 13
Sudah pukul sepuluh malam lewat tiga belas. Hujan deras masih berkecamuk hebat menyiram tanah dan hutan. Sindi mulai gelisah berada di tempat itu. Ia merasa kurang nyaman, karena di rumah Pak Muradi banyak sekali para pria yang menginap di sana. Jika di hitung, hanya dia dan istri Pak Muradi-lah yang dari kaum hawa, selebihnya adalah para pria.
Beruntunglah tak lama kemudian hujan deras itu pun akhirnya mulai reda, yang tersisa hanyalah gerimis-gerimis kecil yang lembut menimpa atap. Sindi tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut, dia pun segera mengajak Buyung untuk pulang.
“Malam sudah larut, sebaiknya kalian berdua hati-hati di jalan, ya. Kondisi jalan sedang tidak baik, licin karena basah oleh hujan” ujar istri Pak Muradi dari ambang pintu. Mereka berdua pun mengangguk dan segera pamit pergi dengan motor trail Buyung yang telah menyala.
Perlahan-lahan motor trail Buyung mulai bergerak meninggalkan halaman rumah pak Muradi. Suaranya semakin pelan dan lenyap ke dalam malam yang gelap. Mereka melewati medan yang menurun. Kondisi jalan saat itu sungguh begitu parah, penuh dengan lumpur, akan tetapi syukurlah ban motor itu menggunakan ban tahu, sehingga Buyung masih bisa menjalankannya dengan baik.
Malam sungguh begitu gelap dan sunyi. Tak ada satu orang pun yang terlihat melintas di jalan tersebut. Kabut malam sudah mulai turun memenuhi hutan sehingga membuat pandangan Buyung dan sindi menjadi sedikit terganggu. Buyung tak bisa memacu motornya dalam kecepatan yang tinggi, karena di samping kondisi jalannya yang licin, penglihatannya juga terganggu oleh kabut malam yang begitu tebal.
Setelah berhasil melewati medan yang menurun tersebut, kini mereka berdua tiba di sebuah jalan setapak yang akan mengarah menuju simpang yang ada di dekat pemakaman umum. Dari kejauhan, sayup-sayup terlihat lampu motor trail Buyung merayap pelan menembus kabut dan malam yang kelam.
Sindi memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jacketnya di posisi belakang. Hawa malam yang begitu dingin mulai terasa menusuk. Angin berhembus membuat daun-daunan terjatuh menimpa jalan. Sungguh malam yang begitu mencekam. Entah mengapa tiba-tiba saja Sindi mulai merasa tidak enak. Bulu kuduknya mulai bergidik tanpa sebab. Saat itu mereka bedua baru tiba di persimpangan tersebut. Buyung kemudian berbelok ke sebelah kiri dengan perlahan.
Ketika rasa takutnya itu benar-benar sudah memuncak, Sindi pun langsung menyuruh Buyung untuk sedikit mempercepat laju motornya tersebut, karena ia sudah merasa tidak nyaman berada di posisi belakang. Buyung pun segera menambah kecepatan laju motonya. Sindi mulai merasa lega. Untuk menghilangkan rasa takut dan was-was yang ada di dalam hatinya itu, dia pun memberanikan diri untuk menoleh ke belakang, untuk memastikan bahwa semuanya memang benar-benar aman.
Ketika seluruh wajahnya itu sudah menghadap ke belakang sana, tak ada yang ia temukan selain dari pada malam yang gelap. Kabut yang begitu pekat. Jalanan di belakang terlihat sunyi dan menakutkan. Saat ia hendak membalikkan wajahnya, tiba-tiba saja ia melihat ada sesuatu yang bergerak dari tepi jalan. Sosok itu muncul begitu saja dengan cara yang tak bisa ia pahami.
Sosok tersebut tampak seperti orang yang mengenakkan penutup muka dari karung goni yang berwarna putih. Orang asing itu menutupi badannya dari pinggang hingga ke bagian kepalanya. Saat itu, jarak mereka dengan orang tersebut adalah sekitar dua puluh meter. Sindi terus memperhatikan orang tersebut tanpa berkedip sedikit pun. Mungkin orang itu kehujanan di jalan, sehingga ia pun menutupi tubuhnya itu dengan karung goni agar bajunya tidak basah kuyup oleh hujan. Begitulah pikir Sindi.
Motor trail itu terus melaju pelan dan semakin jauh meninggalkan sosok tersebut di belakang sana. Tiga puluh, empat puluh meter sudah berlalu. Namun Sindi masih juga merasa penasaran, dan dia pun segera menanyakan hal tersebut pada Buyung. Namun belum sempat ia membuka mulutnya, tiba-tiba saja sosok tersebut berlari kencang dari belakang sana mengejar mereka. Sindi yang merasa heran itu pun segera menyalakan senter di kepalanya dan kemudian mengarahkannya jauh ke belakang sana untuk melihat apa yang sedang di lakukan oleh sosok tersebut. Pria itu berlari membawa sebilah golok yang tajam mengejar mereka berdua dengan begitu cepat. Sindi menjadi sungguh begitu kaget.
“CEPAT! PACU MOTORNYA... SEKARANG!” Sindi menjerit histeris dari belakang. Dia bahkan sampai memukul punggung Buyung dengan begitu keras, sehingga membuat Buyung tersentak kaget dan segera menarik tali pedal gas motornya itu sampai habis. Motor trail itu pun bahkan sampai terangkat dan lalu melesat kencang di jalananyang gelap itu meninggalkan sosok misterius tersebut jauh di belakang.
“Ada apa? Apa yang terjadi, Sindi?” Tanya Buyung dengan setengah berteriak sembari terus memacu motornya itu dalam kecepatan yang tinggi. Ia bingung dan juga panik.
“Terus! Jangan pelankan motornya! Nanti akan aku ceritakan” Jawab sindi dengan setengah berteriak lagi dari belakang. Buyung pun kembali memacu motornya. Saat itu, pandangan mata Sindi masih juga tak mau beranjak, ia terus menoleh ke belakang sana untuk memastikan sampai semuanya benar-benar terasa sudah cukup aman.Syukurlah, sosok misterius itu sudah tertinggal jauh dan tidak terlihat lagi mengejar mereka dari belakang.
Suara knalpot motor trail Buyung itu terdengar mengaum-ngaum di sepanjang jalan, sungguh begitu keras dan memekakkan telinga. Sindi bahkan hampir tak bisa mendengar suaranya sendii saat ia berteriak pada Buyung. Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya motor trail itu pun menepi tepat di halaman rumah penginapan milik keluarga Buyung. Tanpa sempat emngatakan apa pun, mereka berdua segera bergegas menuju pintu dan mengetuknya dengan terburu-buru.
Tak lama kemudian, pintu kayu di lantai dua itu pun terbuka. Bu Tiah berdiri di depan pintu dengan mata yang telahh mengecil. Sepertinya beliau baru saja terbangun dari tidur. Saat itu juga Sindi dan Buyung langsung menerobos masuk ke dalam rumah bak orang yang habis dikejar setan. Melihat hal tersebut, Buk Tiah pun menjadi bingung dan juga penasaran.
“Ada apa? Apakah kalian melihat hantu?” Tanya Buk Tiah sambil menaikkan alis mata dan melipat keningnya. Buyung juga ikut melakukan hal yang sama untuk menanyai Sindi.
Sindi mendudukkan dirinya di kursi sambil mengatur nafasnya selama beberapa saat. “Aku melihat ada orang aneh yang sangat menyeramkan di dekat simpang setelah kuburan. Orang aneh itu menutupi tubuhnya dengan karung goni sampai ke wajah dan kepalanya, dia membawa sebilah parang panjang yang tajam. Pria itu berlari kencang mengejar kami berdua sambil menghunus parang tersebut seakan-akan hendak menyerang kami” Wajah sindi masih tampak begitu pucat. Kejadian itu benar-benar membuatnya shock dan cemas. Ia khawatir pria itu akan datang ke rumah tersebut untuk menyerang mereka.
Apakah dia tidak mengenakkan celana?” Buk Tiah mendudukkan dirinya di seberang meja, berhadap-hadapan dengan Sindi. Sindi terdiam sejenak untuk mengingatnya kembali. “Benar, dia tidak menggunakan celana..” jawab sindi sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Ask....
“ASKAR...!” Buyung dengan cepat memotong mulut Buk Tiah yang setengah tergagap. Wajah Buk Tiah danb Buyung langsung pucat setelah mengucapkan nama tersebut. Mereka tak bersuara dan hanya saling tatap-menatap dalam beberapa detik. Sindi merasa penasaran. Ia merasa seakan-akan ada sesuatu hal yang tidak ia ketahui.
Penulis : Zain Losta Masta
PART 9 PART 10 PART 11 PART 12
PART 13 PART 14 PART 15 PART 16
PART 17 PART 18 PART 19 PART 20
PART 21 PART 22 PART 23 PART 24
PART 25 PART 26 PART 27 PART 28
PART 29 PART 30 PART 31 PART 32
PART 33 PART 34 PART 35 PART 36
PART 37 PART 38 PART 39 PART 40
PART 41 PART 42 PART 43 PART 44
PART 45 PART 46 PART 47 PART 48
PART 49 PART 50 PART 51 PART 52
PART 53 PART 54 PART 55 PART 56
PART 57 PART 58 PART 59 PART 60
PART 61 PART 62 PART 63 PART 64
PART 65 PART 66 PART 67 PART 68
PART 69 PART 70 PART 71 PART 72
PART 73 PART 74 PART 75 PART 76
PART 77 PART 78 PART 79 PART 80
PART 81 PART 82 PART 83 PART 84
PART 85 PART 86 PART 87 PART 88
PART 89 PART 90 PART 91 PART 92
Comments
Post a Comment