BUS PENYELAMAT - PART 15
Bukan hanya sekedar membeli tanah, para pendatang baru itu juga membeli beberapa budak yang dipekerjakan oleh sang Depati di ladangnya. Mereka membeli sekitar dua puluh orang lebih para pekerja dari sang Depati, dan kemudian mempekerjakan mereka di ladang yang telah mereka beli tersebut.
Syukurlah para pendatang itu adalah orang-orang yang baik, mereka meperlakukan para pekerja tersebut dengan baik. Mereka memberi mereka makan dan juga tempat tinggal yang layak. Selain itu, mereka juga memberi upah mereka dengan gaji yang setimpal dengan pekerjaan yang mereka lakukan..
Hari demi hari terus berlalu, akhirnya sang Depati yang lansia itu pun menutup usianya. Kekuasaan di desa Serampeh masih dipegang oleh anak-anaknya yang bengis dan juga kejam. Karena mereka tidak memberikan upah dan makanan yang layak kepada para pekerja mereka tersebut, beberapa para pekerja itu pun banyak yang sakit-sakitan dan tidak sanggup lagi untuk bekerja secara maksimal. Saat itulah sebuah bencana mulai berdatangan menimpa keluarga mendiang sang Depati. Perlahan-lahan hasil panen dari ladang mereka yang pada mulanya melimpah ruah itu pun mulai menurun. Alhasil, mereka mulai menjual satu persatu tanah milik mereka kepada para pendatang baru tersebut. Kejadian yang sama itu terus berlanjut dari minggu ke bulan dan bulan ke tahun, hingga akhirnya mereka pun jatuh bangkrut. Tanah yang dulunya luas dan ratusan hektare itu kini hanya tersisa belasan hektare.
Ketika tanah mereka sudah hampir habis terjual, dan pengaruh mereka pun juga sudah semakin menurun, para preman yang biasanya melayani mereka dengan baik itu banyak yang meninggalkan mereka karena mereka tidak mampu untuk memberikan gaji mereka dengan penuh. Jumlah anah buah mereka yang mencapai puluhan orang itu hanya tersisa belasan orang. Hingga pada puncaknya, anggota keluarga mendiang sang Depati itu pun mulai diusir oleh warga keluar dari desa.
Para anggota keluarga mendiang sang Depati yang dipimpin oleh Tanjo itu pun melawan dantidak mau pergi dari desa tersebut, karena bagi mereka desa itu adalah milik kakek mereka. Melihat perlawanan tersebut, emosi para warga pun mulai kendur, mereka tidak berani lagi untuk mengusik keluarga tersebut. Mereka tidak ingin masalah itu menjadi besar. Dalam beberapa minggu setelah itu, keadaan di desa serampeh sudah mulai membaik. Tidak ada lagi penindasan yang dilakukan oleh Tanjo dan anggota keluarganya yang lain. Situasi aman, begitulah yang terlihat.
Akan tetapi di sisi lain, Tanjo dan puluhan orang anggota keluarganya mulai mengatur strategi untuk membalaskan dendam mereka kepada seluruh warga yang telah lancang dan berani mengusir mereka pergi dari desa tersebut. Mereka membuat rencana yang licik.
Dari hasil pertanian di ladang mereka yang masih tersisa itu, Tanjo mulai mengumpulkan uang untuk menyiapkan rencana busuknya. Dia menarik kembali puluhan preman yang telah keluar untuk menjadi anak buahnya. Atas usahanya itu, Tanjo pun berhasil mengumpulkan setidaknya separoh dari anak buahnya yang dulu. Ketika semua rencananya telah matang, Tanjo pun mulai melakukan aksinya.
Askar dan puluhan anak buahnya itu mulai menyerang beberapa rumah warga di malam hari, mereka membunuh setiap laki-laki dewasa yang ada di rumah tersebut, dan kemudian memperkosaistrinya. Kejadian tersebut terus berlanjut selama dua minggu. Selama waktu dua minggu tersebut, terhitung sudah ada sekitar belasan orang warga yang telah menjadi korban atas kebiadaban mereka. Desa Serampeh menjadi sepi dan mencekam. Para warga banyak yang pindah ke rumah keluarga mereka dan tidur bersama-sama untuk berjaga-jaga. Tidak ada warga yang berani keluar rumah sendirian di malam hari.
Melihat situasi kampung yang sudah tidak aman lagi tersebut, dua belas orang pendatang baru yang kaya raya itu pun mulai menyusun strategi. Mereka menyewa puluhan orang preman dari kota dan menyatukan seluruh warga untuk menyerang keluarga Tanjo dan mengusir mereka semua dari kampung tersebut. Saat waktu yang tepat telah tiba, mereka pun segera menyerang kelurga Tanjo yang pada saat itu berkumpul di rumah mendiang sang Depati.
Kejadian tersebut terjadi di suatu pagi. Ratusan orang warga bersama-sama dengan puluhan preman yang berasal dari kota pergi menyerbu rumah keluarga Tanjo dengan membabi buta. Mereka membunuh semua anak buah Askar yang mencoba untuk menghadang mereka. Atas serangan yang begitu mendadak tersebut, sehingga membuat seluruh keluarga Tanjo menjadi panik. Mereka semua kabur melarikan diri, termasuk juga dengan Askar dan belasan orang preman lainnya yang masih tersisa.
Dalam kejadian tersebut, terhitung ada sekitar sembilan belas orang yang tewas. Tiga orang dari keluarga Tanjo, empat orang warga desa, dan selebihnya lagi adalah para preman anak buah dari Askar yang mencoba menghadang dan melawan dalam serangan tersebut.
Dalam tragedi tersebut, seluruh keluarga Tanjo pun melarikan diri keluar dari desa Serampeh untuk menyelamatkan diri mereka dari amukan masyarakat dan tidak pernah kembali lagi hingga saat ini, termasuk juga dengan semua preman yang bekerja untuk mereka. Sebelum pergi dari desa ini, Askar pernah bersumpah dia akan kembali ke desa ini untuk membalaskan dendamnya dan membunuh siapapun yang dia temui. Hingga saat ini, lima belas tahun telah berlalu, Tanjo dan seluruh keluarganya tidak pernah lagi menginjak kan kaki mereka di desa ini.
Menurut kabar yang beredar,Tanjo dan seluruh keluarganya pindah ke sebuah tempat terpencil yang terletak di area jalan lintas raya yang menghubungkan dua provinsi. Di sana mereka menanam karet dan tinggal di tempat itu selama belasan tahun terakhir.
Mendengar ladang karet yang terletak di sekitaran jalan lintas raya itu, raut muka Sindi pun langsung berubah. Kejadian yang menimpanya hampir satu tahun yang lalu itu kembali memenuhi kepalanya. “Jangan jangan....”
“Tuuuk.. Tuukkk...” Suara pintu yang diketuk dari luar. Sindi segera menutup mulutnya dan melayangkan pandangan matanya menuju ke arah pintu.
Buk Tiah dan Buyung langsung terdiam. Kedua wajah mereka tampak begitu cemas dengan tatapan mata yang melotot ke arah pintu. Buk Tiah menempelkan jemari telunjuknya di bibir, “Sssst...” ia menoleh ke wajah Sindi dan Buyung. Tiba-tiba saja suara ketukan misterius itu menjadi lenyap. Keadaan menjadi hening dan begitu tenang. Tidak ada lagi suara yang terdengar selain daripada suara rintik hujan gerimis yang berjatuhan lembut dari langit.
“Tuuuk..TuK...” Tiba-tiba saja suara ketukan itu kembali terdengar. Keadaan yang tadinya sempat tenang kini berubah menjadi tegang kembali.
“Buyung.. Buka pintunya, kami sudah tiba...” ujar suara tersebut dari luar. Wajah cemas Buyung seketika itu langsung tenang kembali. Begitupun halnya dengan Buk Tiah dan Sindi. Itu adalah suara Ole. Dia telah kembali dari kota. Buyung dan Sindi segera melangkah menuju pintu untuk membukannya.
Penulis : Zain Losta Masta
PART 9 PART 10 PART 11 PART 12
PART 13 PART 14 PART 15 PART 16
PART 17 PART 18 PART 19 PART 20
PART 21 PART 22 PART 23 PART 24
PART 25 PART 26 PART 27 PART 28
PART 29 PART 30 PART 31 PART 32
PART 33 PART 34 PART 35 PART 36
PART 37 PART 38 PART 39 PART 40
PART 41 PART 42 PART 43 PART 44
PART 45 PART 46 PART 47 PART 48
PART 49 PART 50 PART 51 PART 52
PART 53 PART 54 PART 55 PART 56
PART 57 PART 58 PART 59 PART 60
PART 61 PART 62 PART 63 PART 64
PART 65 PART 66 PART 67 PART 68
PART 69 PART 70 PART 71 PART 72
PART 73 PART 74 PART 75 PART 76
PART 77 PART 78 PART 79 PART 80
PART 81 PART 82 PART 83 PART 84
PART 85 PART 86 PART 87 PART 88
PART 89 PART 90 PART 91 PART 92
Comments
Post a Comment