BUS PENYELAMAT - PART 16

“Kenapa kau pulang di malam yang selarut ini? Apa yang terjadi?” tanya Buyung pada Ole. Ole tidak langsung menjawabnya, ia segera menyelinap masuk ke dalam rumah tanpa bicara.



“Mana mereka?” Tanya Sindi sambil mengernyitkan alis matanya.

“Mereka berdua aku tinggalkan di dekat sungai, mobil tak bisa menyeberang, karena arus sungai Batang Merao yang meluap, sepertinya akan kembali surut hingga pagi besok.” Jawab Ole sambil mengelap rambutnya yang basah dengan handuk.

“Apa? Meri dan Irma kau tinggalkan di sana? Di malam yang selarut ini? Di tengah hutan yang mencekam ini? Apa kau sudah gila, Ole!” Sindi marah dengan tatapan mata yang melotot pada Ole.

“Ssstt.. Sindi... Pelankan nada suaramu..” Buk Tiah memegang lengan Sindi sambill menempelkan jari telunjuknya di bibir. Memberi isyarat agar Sindi segera menurunkan volume suaranya. Seakan baru tersadar, Sindi dengan buru-buru segera menutup mulutnya dengan tangan.

“Kenapa kau meninggalkan mereka berdua di tempat itu? Mereka kan baru datang ke tempat ini? Lantas bagaimana kau bisa berjalan menuju kesini?” Tanya Sindi dengan penuh rasa cemas seakan masih tak puas dengan jawaban Ole barusan.

Ole pun menarik nafasnya sejenak, dia mulai bercerita.“Mobil kami tidak bisa menyeberang, jadi aku tinggalkan saja mobil tersebut di tepi sungai untuk menunggu arusnya kembali mengecil. Aku sudah mengajak mereka berdua untuk mengambil alternatif lain dan berjalan kaki pergi ke sini, tapi mereka berdua mengeluhkan kondisi jalan yang becek dan hujan yang deras. Mereka menyuruhku pergi sendiri, dan mereka memilih untuk berada di dalam mobil menunggu hingga pagi datang. Aku tidak punya pilihan lain, dan kemudian segera berjalan kaki sendirian ke sini” Ole menatap Sindi dengan raut muka serius untuk meyakinkannya.

Ia kemudian segera mendudukkan dirinya di kursi. “Ada apa?” tanya Ole pada Buk Tiah. Sejak pertamakali tiba di rumah tersebut, sikap Buk Tiah, Sindi dan juga Buyung tampak seperti orang yang sedang gelisah, sehingga membuat Ole menjadi bingung. Buk Tiah tidak menjawabnya, dia hanya mengedipkan mata kanannya pada Ole. Ole pun mengangguk. Paham.

“Ole, apakah kau melihat pria yang menyeramkan itu di luar sana saat dalam perjalanan kemari?” tanya Sindi pada Ole. “Apakah dia sudah pergi?” lanjutnya lagi.

Ole menarik nafasnya perlahan. Ia kemudian melempar pandang kepada Buk Tiah dan Buyung yang berada di hadapannya. “Iya, aku melihatnya. Pria itu sudah pergi” Kata Ole dengan nada suara yang santai.

“Pria gila itu mengejar aku dan Buyung sambil menghunus parang panjangnya yang tajam. Aku sungguh khawatir, takut pria yang menyeramkan itu mengetahui keberadaan mereka berdua di sana, dan dia akan melukai mereka” Sindi tampak gelisah di tempat duduknya saat membayangkan kedua orang temannya itu.

“Tenang saja, dia tidak akan mengetahuinya. Mereka berdua aman berada di sana” Ole meyakinkan Sindi. Wajah Sindi yang berkalut itu pun langsung tenang kembali setelah mendengarnya.

“Baiklah, kapan kita akan pergi menjemput mereka ke sana?” tanya Sindi seakan tak sabar ingin segera bertemu dengan kedua orang temannya itu. Ole dan Buyung saling melihat dan menganggukkan bahu mereka. “Pagi besok” Jawab Ole dengan sedikit terburu-buru untuk menenangkan Sindi.

Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari lewat. Sindi pamit menuju kamarnya untuk beristirahat, karena di pagi besok ia akan pergi menjemput kedua orang temannya itu yang terjebak oleh arus sungai yang meluap akibat hujan deras yang mengguyur malam.

Waktu berlalu dengan begitu cepat. Suara kicauan burung yang merdu terdengar begitu riuh dari atas pepohonan menyapa hari. Sang embun yang dingin masih terlihat hangat menyelimuti desa dan perbukitan. Tidak lama lagi sang matahari akan segera terbit di cakrawala. Saat itu, Sindi baru saja terbangun dari tidurnya.

Pukul enam lewat, hari sudah mulai terang. Sindi dan dua orang pemandunya itu sudah bersiap-siap dengan motor trail mereka. Mereka bertiga akan segera berangkat menuju sungai batang merao untuk menjemput kedua orang temannya itu yang masih terjebak di sana. Ketika semuanya telah siap, mereka bertiga pun mulai bertolak menuju lokasi.

Tidak perlu waktu yang lama, sekitar hampir satu jam bertempur dengan medan jalan yang berlumpur tersebut, akhirnya mereka pun tiba di sana.

“Tiit.. Tiiit” Ole membunyikan klakson motornya sebelum menyeberangi sungai untuk membangunkan Meri dan Irma kalau-kalau saja mereka berdua masih terlelap di dalam tidur. Tak lama kemudian, benar, terlihat dua orang wanita yang keluar dari pintu kiri dan kanan mobil.

“Halo Sindi...” Mereka berdua dengan serentak melambaikan tangan dari seberang sungai dengan begitu senangnya. Sindi langsung turun dari motor dan kemudian membalasnya dengan kegirangan. Semua kekhawatirannya terjawab sudah, ternyata kedua orang temannya itu baik-baik saja. Ole pun segera menyalakan mobilnya tersebut, dan kemudian bertolak menuju desa Serampeh membawa dua orang wanita tersebut.

“Bagaimana? Apakah semuanya lancar?” Tanya Meri pada Sindi di atas balkon rumah. Mereka berlima duduk di atas balkon rumah Buk Tiah sambil mengobrolkan banyak hal.

Mereka bercerita tentang masalah perkuliahan di kampus. Meri sudah berhasil menyesaikan penelitiannya dan sekarang ia sedang menyiapkan tesisnya untuk menyelesaikan perkuliahannya tersebut. Sedangkan Irma ia baru saja menyelesaikan tesisnya dan sekarang hanya tinggal menunggu waktu wisudanya yang hanya tinggal hitungan bulan. Mereka bertiga sudah sepakat, sepakat untuk wisuda bersama-sama di kampus mereka pada waktu yang sama. Itulah yang membuat kedua orang temannya itu datang ke desa Serampeh untuk membantu Sindi menyelesaikan penelitiannya, biar nanti mereka bertiga bisa tamat bareng dari kampus mereka.

Mereka bercerita tentang banyak hal. Membahas semua keindahan dan sejarah Desa Serampeh bersama Ole dan Buyung. Sindi sudah memberitahu Ole dan Buyung agar ia menutup mulut mengenai semua cerita kelam dan kejadian tragis yang terjadi tadi malam dari Meri dan Irma. Ia khawatir kedua orang temannya itu akan menjadi takut dan cemas, sehingga mereka berdua tidak bisa menikmati suasana keindahan alam yang ada di desa Serampeh dengan tenang. Syukurlah Ole dan Buyung tidak menyinggungnya sama sekali di hadapan mereka berdua.

Hari telah siang. Matahari telah berada di puncak tertingginya. Tiba-tiba terdengarlah suara ribut dari ujung jalan yang sedang bergerak menuju rumah Buk Tiah. Sindi segera bangun dari kursi dan kemudian melongakkan kepalanya keluar untuk mencari tahu apakah gerangan yang sedang terjadi di sana.

Selang beberapa saat kemudian, terlihatlah ada puluhan warga yang sedang berjalan dan berkerumun di depan pintu halaman rumah Buk Tiah. “OH Tuhan” Sindi mendesis sambil menarik nafasnya. Ia hampir saja melupakan suatu hal.

“Ole, apakah kau sudah membeli semua barang-barang nya?” Tanya Sindi pada Ole dengan wajah yang sedikit cemas. Ole langsung mengangkat kepalanya. “Owh ya, aku sudah membelinya. Barang-barang tersebut ada di bak belakang mobil” jawabnya Ole sambil berdiri dari kursinya. “Ayo kita lihat” lanjutnya lagi. Ole segera mengambil langkah dan kemudian berjalan menuruni tangga.

“Kalian berdua tunggu di sini sebentar, ya. Ada sesuatu hal yang ingin aku selesaikan,” Sindi dan Buyung segera menyusul Ole dari belakang. Sedangkan Meri dan Irma tetap duduk di kursi mereka.

Ole dan Sindi segera mengangkat terpal penutup barang di bak belakang, sementara itu Buyung pergi menghampiri kerumunann itu sambil berbicara membawakan bahasa daerah setempat. Ia sedang berusaha untuk menenangkan para warga yang tampak sedikit tidak sabar untuk menerima bagian mereka.

“BBUUUMM...” salah satu pria dewasa yang berada di dalam kerumunan itu tiba-tiba mendorong Buyung, sehingga membuat tubuhnya terjerembab ke tanah. Pria itu kemudian meneriaki Buyung dengan nada yang mengancam. Sindi dan Ole terkejut melihat kejadian tersebut.

Penulis : Zain Losta Masta

PART 1       PART 2     PART 3     PART 4

PART 5       PART 6     PART 7     PART 8

PART 9       PART 10   PART 11   PART 12 

PART 13     PART 14   PART 15   PART 16

PART 17     PART 18   PART 19   PART 20

PART 21     PART 22   PART 23   PART 24

PART 25     PART 26   PART 27   PART 28 

PART 29     PART 30   PART 31   PART 32 

PART 33     PART 34   PART 35   PART 36

PART 37     PART 38   PART 39   PART 40

PART 41     PART 42   PART 43   PART 44

PART 45     PART 46   PART 47   PART 48

PART 49     PART 50   PART 51   PART 52

PART 53     PART 54   PART 55   PART 56

PART 57     PART 58   PART 59   PART 60

PART 61     PART 62   PART 63   PART 64

PART 65     PART 66   PART 67   PART 68

PART 69     PART 70   PART 71   PART 72 

PART 73     PART 74   PART 75   PART 76

PART 77     PART 78   PART 79   PART 80

PART 81     PART 82   PART 83   PART 84

PART 85     PART 86   PART 87   PART 88

PART 89     PART 90   PART 91   PART 92

PART 93     PART 94    PART 95


LIHAT CERITA LAINNYA




Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara