BUS PENYELAMAT - PART 14

“Siapa itu? Apakah dia adalah warga sini?” Tanya Sindi dengan melipat keningnya.

Buyung segera memalinkan wajahnya dari Buk Tia h ke hadapan Sindi. Mulutnya masih menutup tanpa bicara sepatah kata pun. Sindi menjadi semakin tidak sabar, rasa penasaran dan kebingungan terus mendesaknya.



“Buyung! Tolong jawab! Apakah pria itu adalah warga sini? Mengapa wajah kalian berdua tampak begitu cemas dengan pria itu?  Apakah dia adalah orang gila?” Nada suaranya meninggi saat menanyakan pertanyaan tersebut.

“CEPAT! JAWAB..!” Sindi semakin panik.

“Baiklah, tenangkan dirimu dulu, aku akan menceritakan semuanya kepadamu.” Ujar Buyung sambil menarik nafasnya yang dalam. Wajah Sindi sudah mulai tampak sedikit tenang. Buk Tiah berlari kecil menuju pintu dan kemudian mengintip di balik jendela wajahnya tampak cemas, seakan-akan ada sesuatu yang mangancam dari luar sana. Tak lama kemudian, beliau pun segera kembali menuju kursi di ruangan tamu.

Buyung mulai bercerita. Saat itu, hujan gerimis masih tedengar lembut bercucuran dari langit.  Jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas dini hari. Sebuah lampu minyak menyala terang di atas meja, tak dapat dibayangkan jika tak ada cahaya lampu minyak tersebut, pastilah seluruh ruangan itu akan menjadi gelap  gulita danmenakutkan. Sindi duduk di kursi dengan mata yang menganga menatap wajah Buyung,  ia sudah tidak sabar lagi untuk mendengar Buyung memulai ceritanya.

Sekitar empat puluh tahun yang lalu, ada sebuah rumah tua yang berdiri di tepi jalan dekat area pemakaman umum yang tadinya kita lewati. Rumah tersebut adalah rumah yang paling besar dan megah di antara rumah-rumah warga yang lain. Rumah itu adalah milik seorang depati yang sangat dihormati, karena beliau adalah kepala kampung yang pertamakali mendatangi tempat ini.

Beliau dikenal sebagai bapak desa Serampeh, karena beliau adalah orang yang pertama meninggali desa ini dan sekaligus juga menjadi pendiri desa ini. Beliau adalah orang yang kaya raya. Ladangnya subur, tanahnya luas membentang di sana sini. Beliau tidak sanggup menggarap ladangnya yang seluas itu sendirian, sehingga beliau pun membawa puluhan orang ke desa ini dan kemudian mempekerjakan mereka untuk menggarap ladang milknya tersebut.

Seiring berjalannya waktu, hari demi hari berlalu berganti menjadi bulan demi bulan,dan berganti pula menjadi tahun-demi tahun. Seorang Depati yang kaya raya itu hidup dengan bergelimang harta.  Ia menjadi semakin angkuh dan sombong, dia bahkan juga tidak segan-segan menindas dan membunuh para pekerjanya itu jika mereka tidak mau menuruti keinginannya. Seorang Depati yang pada mulanya sangat baik dan ramah itu perlahan-lahan mulai berubah menjadi bengis dan kejam seiring bertambahnya harta kekayaan yang dia miliki. Dia punya empat orang istri dan enam belas orang anak. Mereka adalah keluarga besar yang paling ditakuti oleh semua orang yang ada di desa ini. Seluruh anggota keluarganya itu tekenal sangat kejam dan jahat.

Semakin hari, jumlah para pekerjanya menjadi semakin bertambah. Pada awalnya adalah belasan orang, dan kemudian meningkat menjadi puluhan orang. Tahun demi tahun berlalu, banyak masyarakat yang hidup dalam penderitaan. Mereka dipaksa bekerja seharian penuh di ladang, akan tetapi mereka tidak mendapatkan gaji yang setimpal. Mereka semua yang pada mulanya adalah para pekerja, kemudian berubah status menjadi para budak yang dipekerjakan secara paksa. Jika mereka tidak mau menuruti perintah sang depati, maka mereka semua akan disiksa oleh anak buahnya yang begitu kejam. Jumlah mereka sungguh begitu banyak, mencapai lima puluh orang.

Sang Depati yang kejam itu punya seorang anak angkat, namanya adalah Askar. Badannya tegap, tinggi dan juga kuat. Dia punya ilmu kebal dan pandai berkelahi, sehingga membuat banyak sekali orang kampung yang takut padanya. Entah sudah berapa banyak orang yang sudah ia pukuli, di antaranya bahkan ada juga yang sampai tewas.

Sang Depati telah mendidik Askar dengan cara yang kejam, sehingga pria itu pun tumbuh menjadi seorang pria yang bengis dan tak kenal belas kasih. Ia sangat patuh kepada Ayah angkatnya itu, karena semua yang dia inginkan selalu dikabulkan oleh sang Depati. Ia punya puluhan anak buah yang kuat, mereka semua tunduk dan patuh pada perintahnya. Askar dan puluhan anak buahnya itu setiap hari selalu berjaga-jaga di ladang untuk memantau para pekerja yang menggarap ladang. Jika mereka tidak bekerja dengan baik, maka mereka tidak akan segan-segan untuk menghajarnya.

Bukan hanya itu, sang depati yang kejam tersebut bahkan juga memaksa istri-istri para pekerjanya untuk tidur dengannya. Jika mereka tidak manuruti keinginannya tersebut, maka mereka harus bersiap-siap untuk dipukuli oleh anak buahnya yang kuat dan kejam. Hampir semua gadis-gadis yang ada di desa ini telah kehilangan mahkotanya, sang Depati yang biadab itu meniduri mereka satu per satu. Hari terus berlalu, saat sang Depati sudah mulai menginjak lansia, kekuasaan penuh dipindahkan kepada tangan anaknya. Bukannya membaik, situasi justru menjadi semakin parah. Para warga menjadi semakin melarat dan juga menderita.

Anak sang Depati itu bernama Tanjo, dia memiliki enam orang istri. Tanjo adalah seorang pria yang sangat bengis dan kejam. Sudah tidak terhitung lagi entah bearapa anak gadis masyarakat yang sudah ia perkosa dan bahkan ada juga yang telah ia bunuh. Kebiadaban Tanjo yang paling besar dan tidak akan mungkin terlupakan oleh masyarakat adalah saat ia membunuh seorang gadis cantik yang bernama Puti.

Puti adalah anak dari salah satu pekerja yang bekerja di ladang milknya. Puti adalah gadis yang sangat cantik dan juga pintar. Selain baik, dia juga pandai bernyanyi. Suaranya sangat merdu, sehingga membuat banyak sekali orang-orang kampung yang datang ke rumahnya di malam hari hanya untuk mendengarkan nyanyiannya yang indah tersebut.

Di setiap malam, ketika hujan deras turun, Puti selalu bernyanyi di dalam kamarnya mendendangkan syair-syair yang menyayat hati.  Banyak orang yang akan menangis ketika mendengar syair-syair tersebut. Sampailah pada suatu ketika, berita itu pun terdengar oleh Tanjo. Dia kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membawa Puti ke rumahnya. Ia ingin mendengarkan Puti bernyanyi dengan syair-syairnya tersebut. Singkat cerita, Puti pun akhirnya diseret ke rumah Tanjo secara paksa.

Saat pertamakali melihat Puti, birahi Tanjo langsung bergejolak. Bibirnya yang ranum, tubuhnya yang padat, dan kulitnya yang putih langsat itu, membuat Tanjo tergoda dan  berniat ingin menjadikan Puti sebagai  istrinya. Puti menolak lamaran Tanjo, dia memberontak dan melawan. Ia pun akhirnya dipukuli oleh Tanjo dan dipaksa untuk menikah dengannya.

Mengetahui hal tersebut, kedua orang tua Puti langsung marah. Mereka berdua dengan kompak datang membawa senjata tajam dan kemudian menyerang beberapa orang anak buah Tanjo dengan senjata tersebut. Serangan itu membuat dua orang anak buah Tanjo meninggal dan tiga orang lainnya luka-luka. Naasnya, ternyata kedua orang tua Puti tewas mengenaskan dibunuh oleh Askar dan beberapa anak buahnya yang lain. Mengetahui kejadian tersebut, Puti pun menjadi sedih dan marah besar.

Ia langsung mengambil salah satu parang milik anak buah Tanjo dan kemudian langsung menyerang Tanjo dengan parang tersebut, sayangnya serangan itu tak berarti sedikitpun. Tanjo dengan mudahnya mengelak dan kemudian menebas leher Puti dengan pedangnya. Kepala Puti langsung putus dari lehernya. Puti pun meninggal di tempat.

Setelah kejadian itu, banyak sekali orang-orang yang mengaku bahwa mereka sering  kali mendengar ada suara Puti yang bernyanyi di dekat rumahnya yang telah kosong, saat hujan deras turun di tengah malam. Apakah itu benar adalah suara Puti? Entahlah, itulah yang masih menjadi misteri yang belum terpecahkan hingga sekarang.

Hujan gerimis masih terdengar lembut menimpa atap rumah. Sesekali juga terdengar hembusan angin yang meniupi dedaunan di halaman rumah. Sindi masih duduk dengan posisi yang sama, mendengarkan Buyung bercerita.

Suatu hari, datanglah dua belas orang yang berasal dari luar daerah. Mereka datang untuk membeli beberapa lahan pertanian kepada sang Depati. Karena lahan yang dia miliki itu sungguh begitu luas, akhirnya sang Depati pun menjual sekitar belasan petak tanah milknya itu kepada orang-orang baru tersebut. 

Penulis : Zain Losta Masta

PART 1       PART 2     PART 3     PART 4

PART 5       PART 6     PART 7     PART 8

PART 9       PART 10   PART 11   PART 12 

PART 13     PART 14   PART 15   PART 16

PART 17     PART 18   PART 19   PART 20

PART 21     PART 22   PART 23   PART 24

PART 25     PART 26   PART 27   PART 28 

PART 29     PART 30   PART 31   PART 32 

PART 33     PART 34   PART 35   PART 36

PART 37     PART 38   PART 39   PART 40

PART 41     PART 42   PART 43   PART 44

PART 45     PART 46   PART 47   PART 48

PART 49     PART 50   PART 51   PART 52

PART 53     PART 54   PART 55   PART 56

PART 57     PART 58   PART 59   PART 60

PART 61     PART 62   PART 63   PART 64

PART 65     PART 66   PART 67   PART 68

PART 69     PART 70   PART 71   PART 72 

PART 73     PART 74   PART 75   PART 76

PART 77     PART 78   PART 79   PART 80

PART 81     PART 82   PART 83   PART 84

PART 85     PART 86   PART 87   PART 88

PART 89     PART 90   PART 91   PART 92

PART 93     PART 94    PART 95


LIHAT CERITA LAINNYA




Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara