BUS PENYELAMAT - PART 18

Rasa kantuk mulai menyerang, sejak tadi pagi Meri belum juga beristirahat, akhirnya ia pun memutuskan untuk melupakan suara nyanyian wanita yang misterius itu dan beranjak menuju kasur gulungnya. Suara wanita itu masih terdengar bersenandung bersama dengan hembusan angin malam yang begitu lembut. Namun, perlahan-lahan suara nyanyian yang misterius itu pun lenyap ditelan oleh malam.

Bus Penyelamat Part 18


Sesaat kemudian, tiba-tiba ia mendengar ada bunyi suara orang yang sedang berbicara di luar halaman rumah, sepertinya suara itu berasal dari arah jalan setapak. Selang beberapa saat kemudian, terdengar pula suara longlongan anjing yang aneh. Tercekik. Meri yang baru saja hendak memejamkan kedua matanya itu pun kembali bangun untuk mengintip dari balik celah-celah jendela kayu yang ada di kamar.

Dalam samarnya cahaya rembulan malam, di luar sana terlihat ada sekitar lima orang pria yang sedang berdiri dan membincangkan tentang sesuatu dalam bahasa yang tidak ia pahami. Mereka bercakap-cakap dengan nada yang sedikit tertahan, setengah berbisik. Dari belakang mereka, tia-tiba datang lagi dua orang pria yang sedang menggotong sesuatu di dalam karung goni yang berwarna putih. Salah satu dari lima orang pria yang berdiri itu mengarahkan cahaya senternya ke arah dua pria yang baru datang tersebut.

“Apa yang mereka lakukan?” tanya Meri di dalam hati saat melihat dua karung goni itu yang bergerak-gerak di pundak mereka. Dua orang pria itu kemudian meletakkan karung tersebut di tanah, sehingga membuat karung-karung itu dapat terlihat dengan jelas oleh Meri. Selang beberapa saat, salah satu pria yang berdiri itu juga menyalakan senternya, dan kemudian mengarahkan cahayanya itu kepada dua karung tersebut. Ia mulai memeriksa dan membukanya.

Saat dua karung itu dibuka, Meri menjadi semakin terheran-heran karena dua karung itu berisi empat ekor anjing yang telah diikat kaki dan juga mulutnya, sehingga membuat mereka tidak bisa mengeluarkan suara mereka. Meri terus berdiri mengamati pergerakan para pria aneh itu dari balik celah jendela kayu tersebut. “Owh” Meri bergumam di dalam hati saat melihat salah satu dari pria tersebut. Sepertinya dia mengenali salah satu dari mereka. “Benar, pria itu adalah Buyung” gumamnya di dalm hati. Akan tetapi ia masih juga tak mau beranjak dari tempat itu, karena rasa penasarannya belum juga terjawab.

Tidak lama setelah itu, dua orang pria yang baru datang tersebut pun pergi dari tempat itu menuju ke arah seberang jalan dekat pohon beringin yang rindang. Belum sampai tiga menit kemudian, mereka berdua kembali lagi muncul dengan membawa sebuah meja kayu dan meletakkannya di hadapan lima orang pria tersebut. Empat ekor anjing yang sedang terikat itu segera diangkat oleh Buyung ke atas meja tersebut. “Apa yang akan mereka lakukan?” Tanya Meri di dalam hati.

Tujuh orang pria itu mulai membentuk sebuah lingkaran untuk mengelilingi meja kayu tersebut. Mereka mulai membacakan sesuatu dengan bahasa yang tidak ia pahami. Suara mereka terdengar begitu serentak dan juga seirama. “Apakah mereka membaca mantra? Apakah mereka sedang melakukan sebuah ritual?” kepala Meri dipenuhi dengan berbagai pertanyaan.

“Mule lah Ninek lah tgak ngimak kito, ohhh ninek kamai nga keramak, kimaklah anok cucuh kayo inih, dahoh anjek kamai bineu, jantuhnyo kamai bageh ke kayo...” Salah satu dari pria itu mengangkat tangannya tinggi ke langit sambil membacakan mantra-mantra yang aneh. Meri merinding melihat mereka, sekujur bulu roma di tubuhnya mulai berdiri. Apakah gerangan yang sedang terjadi? Entahlah, Meri tidak tahu.

Tiba-tiba salah satu pria itu memberikan sebuah benda runcing kepada pria tersebut. Dia segera menyambutnya dengan tangan kiri, dan kemudian mengangkat benda tipis yang runcing itu tinggi menghadap ke langit sembari berseru, “Bule lah pnoh, terimolah kurbe kamai, Ninek” Pria itu langsung menghujam benda yang runcing itu ke dada salah seekor anjing yang tergeletak di atas meja kayu. Sontak, anjing itu pun langsung memberontak dengan suaranya yang kejang-kejang dan hampir tak terdengar. Anjing itu pun tewas.

Melihat kejadian yang mengerikan itu, Meri sungguh begitu kaget. Rasa takutnya menjadi semakin memuncak. Ia bahkan sampai gemetaran dan berkeringat. Ia berniat ingin segera membangunkan kedua orang temannya yang sudah tertidur untuk memberitahu mereka, akan tetapi pertunjukan di luar sana semakin mengerikan, ia takut kedua orang temannya itu menjadi kaget dan kemudian berteriak histeris sehingga terdengar oleh para pria yang aneh tersebut, hal itulah yang membuat Meri enggan untuk beranjak membangunkan mereka berdua dan tetap bertahan di tempat itu untuk mengintip pergerakan mereka.

Setelah menikam jantung empat ekor anjing yang malang itu, enam orang pria tersebut langsung membacakan mantra-mantra aneh yang tidak ia pahami. Sedangkan salah satu dari mereka yang lain sibuk menampung darah anjing ke dalam sebuah wadah besar dan kemudian memotong-motong tubuh anjing tersebut dengan senjata tajam yang ada di tangannya. Di akhir pertunjukan, tujuh orang pria itu pun meneguk darah anjing-anjing tersebut tanpa ada sedikitpun rasa jijik yang mereka rasakan, termasuk Buyung. Ritual pun berakhir, tujuh orang pria itu segera bubar dan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Meri masih melayangkan matanya ke luar sana untuk mengintip Buyung yang sedang berjalan memasuki halaman rumah. Satu per satu suara langkah kakinya mulai terdengar menaiki anak tangga dan kemudian membukakan pintu. Meri segera berlari menuju kasur gulungnya dengan rasa panik. “BUMM...” Kakinya tidak sengaja menyandung sebuah benda, sehingga menimbulkan suara yang cukup nyaring. “Oh Tuhan..” Meri menggigit bibirnya dengan jantung yang hampir meledak.

Mendengar suara tersebut, Buyung langsung berjalan menuju pintu kamar mereka untuk mengintip. Saat itu Meri sudah berada di dalam selimutnya dan berpura-pura tidur. Meri memberanikan diri untuk mengintip dengan ujung mata kanannya ke arah pintu, terlihatlah Buyung yang sedang berdiri di depan pintu kamar mengamati mereka bertiga yang seang berbaring di kasur. Dia tampak sungguh begitu menakutkan, darah merah memenuhi baju, tangan, dan juga mulutnya.

Perlahan-lahan ia masuk ke dalam kamar tersebut dan kemudian mendekati mereka satu persatu untuk memastikan bahwa mereka semua benar-benar sudah tertidur pulas. Jantung Meri semakin bergoncang hebat, ia sungguh begitu khawatir Buyung yang sadis itu akan mengetahui kepura-puraannya.

Buyung mulai mendekati Sindi yang sedang tertidur, lalu kemudian mengarahkan cahaya senternya itu ke wajahnya. Sindi tak bergeming sedikitpun. Ia pun beranjak menuju Irma dan kemudian melakukan hal yang sama, cukup lama ia menatap wajahnya, dan kemudian meraba-raba dada Irma dengan tangan kanannya. “Dasar pria bajingan” teriak Meri dalam hati saat melihat tubuh temannya itu menjadi pelampiasan birahi pria kotor tersebut. Syukurlah pada saat itu Irma juga tidak bergeming walau sedikitpun. Selanjutnya  pria itu beranjak menuju Meri.

Perlahan-lahan ia mulai meraba-raba tubuh Meri dengan salah satu jemarinya, jantung Meri semakin bergoncang hebat menahan rasa takutnya yang kian menggunung. Ia menatap Meri cukup lama dengan menyorotkan cahaya senter yang berada di tangannya itu ke wajah Meri. Meri berusaha untuk tetap tenang dan tetap menutup kedua matanya itu untuk berpura-pura tidur agar pria itu tidak mengetahuinya. Berungtunglah tidak lama kemudian ia pun segera pergi dari kamar itu dan beranjak  menuju kamar mandi.

Meri sungguh begitu lega. Jantungnya berdebar hebat menahan rasa takut yang belum juga menghilang. Ia tidak pernah menyangka sedikitpun Buyung akan melakukan hal yang sekeji itu terhadap mereka semua, dan ia juga hampir tak percaya dengan kejadian yang baru saja ia saksikan di luar sana pada malam tersebut.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul tiga pagi lewat, namun Meri masih juga tak bisa memejamkan kedua matanya. Meri benar-benar shock. Setelah penelitian Sindi selesai di pagi besok, ia berniat untuk memberitahu kedua temannya itu dan segera mengajak mereka berdua untuk keluar dari desa tersebut secepatnya.

Penulis : Zain Losta Masta

PART 1       PART 2     PART 3     PART 4

PART 5       PART 6     PART 7     PART 8

PART 9       PART 10   PART 11   PART 12 

PART 13     PART 14   PART 15   PART 16

PART 17     PART 18   PART 19   PART 20

PART 21     PART 22   PART 23   PART 24

PART 25     PART 26   PART 27   PART 28 

PART 29     PART 30   PART 31   PART 32 

PART 33     PART 34   PART 35   PART 36

PART 37     PART 38   PART 39   PART 40

PART 41     PART 42   PART 43   PART 44

PART 45     PART 46   PART 47   PART 48

PART 49     PART 50   PART 51   PART 52

PART 53     PART 54   PART 55   PART 56

PART 57     PART 58   PART 59   PART 60

PART 61     PART 62   PART 63   PART 64

PART 65     PART 66   PART 67   PART 68

PART 69     PART 70   PART 71   PART 72 

PART 73     PART 74   PART 75   PART 76

PART 77     PART 78   PART 79   PART 80

PART 81     PART 82   PART 83   PART 84

PART 85     PART 86   PART 87   PART 88

PART 89     PART 90   PART 91   PART 92

PART 93     PART 94    PART 95


LIHAT CERITA LAINNYA




Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara