BUS PENYELAMAT PART 9

 

Sindi terhenyak mendengar suara ketukan itu. Rencana awal untuk menelepon pacarnya langsung sirna. Suara ketukan misterius itu kembali terdengar nyaring dari balik pintu rumahnya. Dengan setengah berjinjit Sindi melangkah penuh waspada menuju ruangan depan. 


Ia bersembunyi di balik tirai jendela untuk mengintip keluar sana. Nafasnya terengah-engah. Jantungnya terasa berdebar. Entah mengapa kedua kakinya terasa lemas. Dengan ragu-ragu, ia mengintip ke segala arah yang ada di luar sana. Suara ketukan misterius itu tiba-tiba saja lenyap. Namun Sindi masih juga tidak berani untuk beranjak dari tempat itu.

Krrinnngg.. kriingg.. ponselnya kembali berdering nyaring. Sindi hampir melompat karena terperanjat. Ponsel itu hampir jatuh saat ia ingin menutupi speakernya dengan tangan dan menolak panggilan tersebut. Namun, tiba-tiba saja matanya menyala-nyala ketika melihat layar ponselnya. Ia dengan cepat segera menjawab telepon itu.

"Sindi.. buka pintunya.. aku mau masuk.." suara itu terdengar sedikit kesal di balik telepon. Seakan masih tak percaya, Sindi kembali mendongak di balik kaca jendela. Ia melihat sesosok wanita yang mengenakkan jacket dengan sal coklat yang melingkar di lehernya.

Sindi terburu-buru segera membukakan pintu tersebut, setelah Meri masuk ia pun langsung menutupnya kembali. Pintu itu kembali terkunci dengan rapat.

"Ada apa dengan mu, Sindi? Apakah ada yang salah?" Tanya Meri sambil mengernyitkan keningnya. Ia merasa bingung melihat tingkah Sindi yang tidak seperti biasanya. 

"Pria itu, pria itu sudah kembali. Ayo cepat kita masuk ke dalam kamar, sekarang!" Sindi menarik lengan temannya itu dan kemudian membawanya menuju lantai dua. 

"Apakah kau belum membaca pesan yang tadinya ku kirim?" Tanya Sindi dengan raut muka yang sudah mulai tampak lega. 

"Gak.. baterai hp ku habis. Emangnya kamu bilang apa tadi?" Tanya Meri sambil meletakkan tas sandangnya di lemari. Raut mukanya terlihat sedikit penasaran. Sindi pun menceritakan semuanya kepada Meri. Pria gila itu telah kembali. Ia bahkan telah memporak-porandakan rumah Kak Wira. Bahkan Memey yang imut itu juga sudah terbunuh dengan cara yang begitu mengenaskan.

"Kita harus menelepon polisi..." Kata Meri dengan raut muka cemas. Ia segera mengisi charger ponselnya dan kemudian langsung menghubungi polisi. Tidak sampai dua puluh menit kemudian, rumah Kak Wira sudah ramai dikerumuni oleh bunyi sirine mobil polisi. Mereka menggeledah tempat itu untuk melakukan penyelidikan. 

Beberapa polisi segera menginvestigasi Sindi untuk mendengarkan kesaksiannya. Karena dia adalah satu-satunya orang yang berada di tempat kejadian waktu itu. Mereka membawa Sindi dan Meri ke kantor polisi untuk memberikan mereka perlindungan. Mereka menanyakan mengenai ciri-ciri sosok pria gila itu padanya. Sindi pun menceritakan semuanya dengan begitu detail, termasuklah dengan suara jeritan misterius orang kesakitan yang didengarnya di balik telepon. Kemungkinan besar orang itu telah tewas.

Di malam itu, Sindi dan Meri memutuskan untuk menginap di kantor polisi. Mereka tidak berani pulang ke rumah kontrakan mereka. Hingga pagi datang, barulah kemudian mereka kembali menuju rumah tersebut. 

Di pagi itu, tiba-tiba saja salah satu polisi yang berada di sana mendapatkan telepon dari seseorang. Orang itu melaporkan ada penemuan mayat seorang lelaki yang penuh luka di tepi jalan dekat pinggiran kota. Mendengar laporan tersebut, para polisi itu langsung teringat dengan cerita yang disampaikan oleh Sindi tadi malam. Benar, ternyata pria itu benar-benar gila.

Beruntunglah, ternyata di malam itu Kakek dan Nenek Sifa tidak berada di rumah. Mereka tiba-tiba beralih pikiran. Saat Kak Wira, Suaminya, dan juga keluarganya telah berangkat pulang ke kampung, dalam perjalanan tiba-tiba Kakek Sifa menelepon mereka. Mereka pun terpaksa berputar dan kembali untuk menjemput orang tua mereka. Kakek dan Nenek Sifa pun ikut pulang pada hari itu dan menginap di kampung. 

Polisi terus bergerak memburu dan mencari jejak sang pembunuh yang gila itu. Aneh sekali, jejaknya benar-benar bersih. Para polisi tidak menemukan barang bukti apa pun di lokasi kejadian. Untuk sementara waktu, mereka belum bisa mengidentifikasi indentitas pelaku yang sebenarnya. Kasus ini masih menyisakan teka-teki yang penuh misteri.


*****

Matahari telah meninggi di atas cakrawala. Suasana kampus pasca sarjana itu tampak cukup sepi, karena sebagian besar dari calon megister sudah banyak yang meninggalkan kampus menuju tempat penelitian tesis mereka. Sindi adalah salah satunya. 

Sejak pria gila yang menerornya di rumah kontrakan tujuh bulan yang lalu, kini Sindi telah kembali hidup dengan tenang menjalani masa-masa akhir di kampus nya dengan baik. Ia begitu semangat dan tidak sabar untuk segera menyelesaikan pendidikan pasca sarjananya. Karena jurusannya adalah pertanian, maka besok dia akan memulai penelitian tesisnya itu di sebuah daerah pertanian yang terletak di di daerah pedesaan. 

Hari sudah siang. Setelah ia menyelesaikan semua urusannya di kampus, Sindi pun segera beranjak menuju tempat parkir untuk mengambil mobilnya. Hari itu, rencananya ia akan pergi ke toko perkakas untuk membeli beberapa barang yang nantinya akan ia butuhkan saat berada di lokasi penelitian, karena masa penelitian itu tidaklah sebentar, jadi, dia harus melakukan semua persiapan itu dengan baik dan matang, agar nanti semuanya bisa berjalan sesuai dengan rencana.

Tidak perlu menyita waktu yang lama, Sindi pun tiba di toko tujuan. Di sana, ia mengambil beberapa barang yang ia butuhkan, lalu membawanya ke meja kasir untuk dibayar. 

"Alat-alat ini untuk apa, mbak? Banyak sekali. Apa mbak mau menggarap ladang?" Tanya seorang wanita penjaga kasir sambil tersenyum ramah. 

"Iya, mbak..." Sindi membalasnya dengan senyuman yang juga tak kalah hangatnya. 

"Emangnya ladangnya di daerah mana, mbak?" Tanya sang karyawan itu sambil memasukkan dan menyusun barang-barang itu ke dalam bak belakang mobil Sindi. 

"Jauh, kak. Di daerah Serampeh..." Kata Sindi sambil menutup bak belakang mobilnya. Semua barang-barang belanjaannya itu sudah dimasukkan. 

"Di daerah Serampeh? Bukannya desa itu terkenal horor dan berbahaya, mbak? Apa mbak tidak takut sama penduduk yang ada di sana? Menurut kabar, katanya, penduduk di sana adalah orang yang berbahaya. Banyak orang yang hilang di tempat itu dan sampai sekarang masih ada juga yang belum ditemukan." Karyawan wanita itu memasang muka yang seram, seakan-akan ikut menggambarkan cerita yang ia katakan tersebut.

Mendengar kata wanita itu, Sindi yang baru saja hendak mengambil kartu debitnya di dalam dompet untuk melakukan pembayaran, langsung terdiam dengan alis mata yang terangkat. Ia sedikit kaget. Karena sebelumnya ia bahkan belum pernah mendengarkan berita tersebut dari manapun.

"Mbak, apakah tadi aku tidak salah dengar? Apa benar orang-orang di sana itu berbahaya?" Tanya Sindi dengan wajah yang sedikit kaget dan cemas. Wanita itu pun menggelengkan kepalanya untuk memastikan bahwa Sindi tidak salah dengar. Ia bahkan juga menceritakan semua cerita dan rumor yang pernah ia dengar dari orang-orang yang pernah berkunjung ke daerah situ. Kebanyakan dari mereka banyak yang mengalami hal-hal dan perlakuan yang tidak baik dari penduduk setempat. 

Desa Serampeh adalah sebuah desa tua yang terletak cukup jauh dari jalan raya. Untuk mencapai daerah tersebut, para pendatang biasanya menggunakan motor trail karena kondisi medan jalannya yang cukup menantang. Jarak yang harus ditempuh dengan motor trail adalah sekitar dua jam perjalanan. Jumlah penduduk yang tinggal di desa itu hampir mencapai seribu orang. Mayoritas pekerjaan mereka adalah petani.

Menurut kabar yang beredar, desa itu terkenal angker dan mengerikan. Pada saat malam hari, suasana desa tampak begitu gelap, karena listrik dari pemerintah belum sampai ke sana. Kendati demikian, beberapa dari warga di sana ada juga yang menggunakan listrik dari tenaga surya yang mana alat-alatnya mereka beli dari kota.

Di sana, para pendatang seringkali merasa tidak nyaman. Saat malam hari tiba, mereka mengaku pernah melihat penampakan-penampakan misterius yang menyeramkan. Selain dari itu, sikap para penduduk di sana juga terkenal tempramen dan tidak ramah. Mereka seringkali menaruh rasa curiga kepada setiap pendatang yang berkunjung ke tempat itu, sehingga mereka seringkali memata-matai gerak-gerik para pendatang yang berada di sana. Jika mereka sudah merasa curiga kepada seseorang, tidak segan-segan mereka pasti akan mengancam dan bahkan mengusir orang-orang tersebut keluar dari desa mereka. Menurut cerita, bahkan mereka pun juga sudah pernah membunuh beberapa pendatang luar yang menurut mereka mengancam keselamatan mereka. 

Mendengar cerita dari karyawan toko tersebut, membuat Sindi sampai berpikir-pikir beberapa kali untuk melanjutkan rencananya. Ia teringat dengan kejadian naas yang hampir saja merenggut nyawanya dan Meri sekitar hampir satu tahun yang lalu. Setelah membayar semua barang-barang tersebut, Sindi segera bergegas pulang ke rumah kontrakannya.

Setibanya di rumah, ia segera mencari kebenaran cerita tersebut di internet. Saat ia mengetik kata "Serampeh", dia pun benar-benar terkejut. Ternyata cerita yang disampaikan oleh karyawan toko tadi memang benar. Ia menemukan banyak sekali informasi tentang kejadian mengerikan yang terjadi di daerah sana. Penemuan mayat tanpa kepala, suara ketukan pintu yang misterius, orang hilang,   penduduk desa Serampeh saling membunuh, perampokan di desa Serampeh, pemerkosaan anak usia 13 tahun di Serampeh, dan masih banyak lagi berita lainnya yang memenuhi layar ponselnya dari atas dan berderet-deret hingga bawah. Sindi benar-benar merasa cemas, ia bahkan juga telah berniat untuk mencari tempat penelitian di desa lain. Akan tetapi, setelah ia berkonsultasi dengan dosen di kampusnya, sepertinya ia sudah tidak punya pilihan lain, karena dosen pembimbingnya sangat merekomendasikan tempat itu padanya, dan dosen tersebut bahkan juga tidak mengizinkan jika Sindi memilih tempat lain untuk dijadikan tempat penelitian tesis nya. Pada akhirnya, Sindi pun hanya menurut.

Minggu pagi. Sindi telah menyiapkan semua barang-barang dan bekalnya, karena dalam waktu dua minggu ke depan ia akan menginap di sana. Ia telah berjanji dengan seorang pemuda (pemandu) yang berasal dari desa Serampeh untuk membantunya di sana selama ia melakukan penelitian di lahan pertanian masyarakat. Hampir setengah jam menunggu, akhirnya pria itu pun datang. ia bersama dengan satu temannya yang lain. Masing-masing dari mereka mengendarai motor trail yang dirakit dari motor bebek. Setelah menaikkan barang-barang ke atas keranjang motor, mereka pun segera bertolak menuju desa Serampeh yang terletak cukup jauh di dalam hutan.

Sekitar 20 menit menempuh jalan setapak yang tertimbun kerikil, mereka kemudian disambut lagi dengan jalan tanah yang berlumpur. Pohon-pohon yang rindang mulai terlihat menjulang tinggi menutupi langit, sehingga cahaya matahari tak begitu leluasa menyinari tanah. Sekilas pandang, seluruh penjuru hutan seakan-akan tampak begitu mendung.

Setelah satu jam menempuh jalan, kini mereka bertemu dengan beberapa anak sungai. Sindi bahkan terpaksa harus turun dan berjalan kaki untuk menyeberangi sungai-sungai kecil yang sedalam lutut. Setelah melewati semua sungai, barulah kemudian mereka kembali bertemu dengan jalan setapak yang hanya ditimbun dengan batu-batu  kerikil kecil. Kata Buyung pria yang mengendarai motor trail itu, jalan kerikil tersebut dibuat oleh masyarakat dengan cara bergotong royong menggunakan batu kerikil yang mereka ambil dari sungai. Jalan itu dibuat sekitar dua bulan yang lalu. Sekarang mereka sudah merasa cukup baik dengan adanya jalan kerikil tersebut, karena kondisi jalan yang sebelumnya sungguh amatlah jauh lebih parah dari pada jalan yang sekarang.

Suara dengungan mesin motor trail itu sungguh begitu bising di telinga. Jalan yang berbelok-belok, medan yang terkadang menanjak dan menurun, membuat perjalanan menuju desa Serampeh terasa sungguh melelahkan. Akan tetapi tidak lama kemudian, rasa lelah itu pun akhirnya sirna ketika mereka disambut oleh gerbang kayu besar yang bertuliskan ""Selamat datang di desa Serampeh".

Bunga-bunga yang berwarna-warni bermekaran di sepanjang jalan menuju desa. Satu dua dan beberapa warga mulai terlihat sibuk dengan berbagai aktivitas. Anak-anak bermain dengan tawa yang hangat. Sindi hampir tak percaya akan ada desa yang se asri ini tersembunyi jauh di dalam hutan. Ia merasa seakan-akan sedang bernostalgia kembali pada tahun sembilan puluhan.

Sebagian besar masyarakat tampak asyik menggarap ladang-ladang mereka yang diisi dengan berbagai bentuk jenis tanaman. Kopi, cabe, sayur kol, kentang, jeruk dan masih banyak lagi yang lain. Tidak salah lagi jika desa ini sangat dikenal oleh banyak orang, karena sumber daya alamnya yang melimpah ruah, di samping itu alamnya pun juga masih begitu asri.

Setelah melewati jalan yang dipenuhi oleh bunga-bunga, Sindi kini disambut lagi oleh hamparan sawah yang hijau. Alamnya sejuk dan menyejukkan mata yang memandang. Tidak terpikir olehnya ia akan menginjakkan kaki di tempat ini dan menyaksikan semua keindahannya yang begitu luar biasa.

Sekitar hampir lima menit melewati jalan setapak di hamparan sawah, satu per satu rumah warga pun mulai terlihat. Rumah-rumah tersebut sangat sederhana. Hanya berdindingkan kayu dan beratapkan seng. Hampir tidak ada masyarakat yang menggunakan semen dan besi. Bukan tidak ada, jika kita hitung, maka jumlah rumah yang menggunakan semen hanyalah sepuluh dari seratus. Itulah yang membuat kesan desa ini menjadi begitu menarik.

Buyung dan temannya Ole berhenti di sebuah rumah kayu tepi jalan. Rumah tersebut dua tingkat, yang mana bagian depannya tampak ada sebuah tangga kayu yang mengarah naik ke atas, diukir dengan corak yang begitu indah. Sepertinya orang yang membuatnya itu bukanlah orang biasa, dia mungkin adalah seorang seniman yang handal.

Di balkon rumah, tampak ada tiga orang wanita bersama dengan seorang anak kecil dan satu orang bapak-bapak yang sudah cukup berumur. Mereka tersenyum tipis menyambut kedatangan Sindi dengan begitu hangat. Sindi ikut tersenyum sambil melambaikan tangan dari bawah, setelah itu ia pun segera naik ke lantai dua membawa barang-barangnya. Buyung dan Ole juga turut membantunya dari bdlakang. 

Saat itu, hari telah siang. Sindi membuka ponselnya untuk menelepon kedua orangtuanya. Akan tetapi ia terkejut, Buyung memberi tahunya bahwa di desa itu tidak ada sinyal hp. Sindi pun segera bergegas membersihkan dirinya yang sudah berlumuran oleh lumpur jalanan. Rencananya, besok adalah hari pertama mereka melakukan penelitian di desa tersebut. Sindi akan menginap dan tinggal di rumah kayu yang sederhana tersebut bersama dengan keluarga Buyung selama dalam waktu dua minggu ke depan.

Rasa takjub dan kagumnya benar-benar sudah tak bisa lagi dibendungi. Setelah membersihkan diri dengan baik, Sindi pun langsung mengajak dua orang pemandunya itu untuk membawanya berkeliling kampung demi melihat suasana desa Serampeh yang indah tersebut. 

Di malam itu, hujan lebat turun menimpa atap seng rumah, sehingga menyisakan suara dengungan yang indah. Setelah makan malam bersama dengan keluarga Buyung, mengobrol dengan berbagai cerita semacam wawancara kecil, Sindi pun langsung beranjak menuju kamar yang telah disiapkan untuknya. Dia mulai mengantuk.

Jam sudah menunjukkan hampir pukul sepuluh malam. Hawa dingin perlahan-lahan mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Sindi membungkus dirinya dengan selimut yang tebal. Mengintip keluar jendela, malam tampak sungguh begitu gelap. Kilatan petir sesekali tampak berkilau dengan suara yang gemuruhnya yang memekik. Ruangan kamar yang seluas empat kali tiga itu hanya diisi oleh cahaya lampu minyak yang dibuat dari botol kaca minuman. Meski agak redup, akan tetapi cahaya tersebut sudah cukup terang untuk membuat suasana menjadi hangat. Sindi tenggelam di dalam tidurnya.

Malam sudah semakin larut. Entah mengapa, tiba-tiba saja Sindi terbangun dari tidurnya. Ia segera melihat jam ditangannya, saat itu jam sudah menujuk kan pukul 02:11 dini hari. Saat itu hujan lebat telah berganti gerimis. Ia pun memutuskan untuk kembali meringkup di dalam selimutnya.

Sesaat saja sebelum matanya terpejam, tiba-tiba ia mendengar ada bunyi sesuatu dari luar. Suara tersebut lantas membuat rasa kantuknya itu menjadi lenyap. Ia pun segera bangun dan mengintip keluar jendela untuk mencari tahu suara apakah yang sedang mengganjal hatinya itu? Ternyata dia tidak bisa melihat apa pun selain dari pada malam yang kelam.

Selang beberapa menit kemudian, ternyata suara itu masih juga belum berakhir. Jika didengar baik-baik, suara itu terdengar seperti suara seorang wanita yang sedang bernyanyi. Suaranya sungguh begitu merdu, sepertinya ia sedang menyanyikan sebuah lagu daerah dengan bahasa yang tidak mampu ia pahami. Indah sekali, entah mengapa Sindi menjadi hanyut ke dalam bait-bait lagu yang tidak pernah ia pahami tersebut. 

Lagu itu seakan-akan menyampaikan sebuah kesan dan pesan yang mendalam bagi dirinya. Tak terasa sudah belasan menit berlalu dan ia masih berdiri di balik jendela mendengarkan suara wanita tersebut, hingga gerimis berakhir, tiba-tiba saja suara itu pun menjadi lenyap bagai angin yang tak tersisa. Sindi pun memutuskan untuk kembali menyambung tidurnya yang sempat terjeda selama beberapa menit.

Bersambung..


Penulis : Zain Losta Masta

PART 1       PART 2     PART 3     PART 4

PART 5       PART 6     PART 7     PART 8

PART 9       PART 10   PART 11   PART 12 

PART 13     PART 14   PART 15   PART 16

PART 17     PART 18   PART 19   PART 20

PART 21     PART 22   PART 23   PART 24

PART 25     PART 26   PART 27   PART 28 

PART 29     PART 30   PART 31   PART 32 

PART 33     PART 34   PART 35   PART 36

PART 37     PART 38   PART 39   PART 40

PART 41     PART 42   PART 43   PART 44

PART 45     PART 46   PART 47   PART 48

PART 49     PART 50   PART 51   PART 52

PART 53     PART 54   PART 55   PART 56

PART 57     PART 58   PART 59   PART 60

PART 61     PART 62   PART 63   PART 64

PART 65     PART 66   PART 67   PART 68

PART 69     PART 70   PART 71   PART 72 

PART 73     PART 74   PART 75   PART 76

PART 77     PART 78   PART 79   PART 80

PART 81     PART 82   PART 83   PART 84

PART 85     PART 86   PART 87   PART 88

PART 89     PART 90   PART 91   PART 92

PART 93     PART 94    PART 95


LIHAT CERITA LAINNYA




Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara