BUS PENYELAMAT PART 1-80


Sekitar belasan tahun yang lalu, ada tiga rumah tua yang terpencil dan terletak di sekitaran jalan lintas raya yang menghubungkan antara dua provinsi besar. Rumah tersebut tersorok dari jalan raya. Jaraknya sekitar 800 meter dari jalan. Untuk menuju rumah tersebut, maka kita harus berjalan kaki.

Rumah-rumah tua itu dihuni oleh 17 orang. Mereka semua sudah lama tinggal di sana, yaitu semenjak 30 tahun  yang lalu. Mereka semua adalah anak dari tiga bersaudara yang pindah ke tempat itu bersama dengan istri-istri mereka. Di sana, mereka hidup tenang tanpa ada gangguan dari orang luar. Mata pencarian mereka di sana adalah kebun karet.

Menurut cerita dari orang-orang yang pernah lewat di tempat itu, dulu ada delapan orang yang pernah hilang di sekitaran tempat tersebut. Sampai sekarang mereka tidak pernah ditemukan. Mereka menghilang secara misterius. Mereka yang menghilng itu adalah; dua di antara mereka adalah mahasiswa, tiga orang sopir truck, satu guru, satu orang polisi, dan juga satu orang pemburu babi hutan bersama dengan anjingnya. Sampai saat ini, mereka semua belum pernh ditemukan.

Barang bukti yang ditemukan oleh polisi adalah kendaraan mereka yang terparkir rapi di tepi jalan. Di sekitaran tempat kejadian, tidak temukan adanya tanda-tanda kekerasa baik itu berupa barang-barang yang pecah atau pun semacamnya. Semuanya benar-benar bersih. Banyak orang-orang berpendapat bahwa mereka telah diculik oleh makhluk halus, diterkam harimau, dan gilanya lagi bahkan ada juga yang mengatakan bahwa mereka semua telah dimakan oleh para kanibal yang tinggal di rumah tua sekitar 800 meter dari jalan raya itu. Atas karena dasar itulah maka para polisi pun segera melakukan penggeledahan di rumah tersebut dan kemudian membawa semua anggota keluarga yang tinggal di rumah itu ke kantor polisi untuk diselidiki.

Setibanya di kantor polisi, mereka semua langsung diinterogasi dengan berbagai pertanyaan. Saat itulah para polisi pun menemukan sebuah keanehan. Ternyata 9 orang dari 17 orang penghuni rumah itu adalah tuna wicara. Mereka bisu dan tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Selain itu, tingkah mereka pun juga sedikit aneh. Mereka tidak punya ekspresi. Pandangan dan wajah mereka juga terlihat datar. Para Polisi pun memutuskan untuk melepaskan 9 orang tersebut. 

Selanjutnya, polisi pun langsung menginterogasi 8 orang lainnya yang terdiri dari 3 orang anak-anak, 1 remaja dan 4 orang dewasa. Mereka memberikan berbagai pertanyaan kepada mereka. Saat ditanyai oleh polisi, semua orang itu mampu menjawabnya dengan baik. Alibi mereka pun juga kuat dan akurat. Selain itu, mereka juga terlihat normal dan biasa-biasa saja tanpa ada gerak-gerik yang mencurigakan. Setelah melakukan interogasi dengan berbagai pertanyaan yang panjang, dan juga karena tidak ada tanda-tanda dan bukti-bukti yang kuat yang menunjukkan bahwa mereka semua ada kaitannya dengan kasus-kasus orang yang hilang tersebut, maka polisi pun memutuskan untuk melepaskan mereka, dan mereka semua pun juga terbebas dari semua tuduhan yang telah ditimpakan kepada mereka.

Kini, 10 tahun telah berlalu. Meski mayat-mayat para korban itu belum juga ditemukan, namun kasus-kasus tersebut telah hampir terlupakan oleh publik. Tidak ada lagi kejadian-kejadian baru yang terjadi di sekitaran jalan tersebut. Jalan lintas raya itu pun kini telah kembali dingin dan aman.

_________________


*Berita orang hilang*

Sudah hampir satu bulan ini musim hujan melanda. Hampir semua berita di saluran tv ribut menyiarkan berita banjir yang terjadi di berbagai kota. Longsor yang terjadi sana-sini pun juga turut mewarnai berita-berita yang disiarkan oleh para wartawan tersebut. Sepertinya musim hujan benar-benar sudah banyak membawa bencana.

Hujan lebat masih berdengung di luar ruangan. Terlihat seorang wanita yang memalingkan wajahnya dari layar tv ke arah ponselnya yang berdering di meja makan. Panggilan masuk.

"Halo, Ma.."

"Halo, kamu lagi di mana, Sindi?"

"Aku lagi di cafe, Ma, baru siap makan siang. Ada apa, Ma?"

"Kamu jangan pulang kampung dulu ya, Sindi. Sekarang ini lagi bahaya, jalan sering putus dan longsor akibat curah hujan yang begitu tinggi.."

"Iya, Ma. Tapi aku kan....

Tiit.. tiit.. suara telepon tiba-tiba terputus. Panggilan berakhir. 


Sindi mendengus kesal sembari menaruh kembali handphone nya ke dalam tas. Pandangannya kembali tertuju ke layar kaca.

"Kembali lagi bersama kami di Nusantara News. Telah terjadi sebuah kecelakaan tunggal di jalan lintas raya yang menghubungkan antara dua provinsi di pagi tadi. Dalam kejadian tersebut, polisi menemukan sebuah motor yang hancur dan penyok di tepi jalan. Ada juga beberapa sisa tetesan darah yang sudah hampir lenyap tersapu hujan. Akan tetapi sampai saat ini belum diketahui siapakah pemilik dari motor tersebut. Karena polisi tidak menemukan korban di lokasi kejadian. Mungkin korban telah dilarikan ke rumah sakit oleh para pengendara yang lewat di sekitaran jalan tersebut. Sekian dulu berita dari kami.." 

Itu adalah satu-satunya berita yang paling menarik menurutnya, karena semua acara tv yang dilihatnya sejak tadi, semuanya sibuk membicarakan tentang banjir dan longsor melulu. Di luar sana hujan telah reda. Yang tersisa hanyalah gerimis-gerimis kecil. Sindi pun segera bangun dari kursi dan berjalan ke meja kasir. Setelah itu, dia pun segera pulang menuju rumah kontrakannya. 

Sindi kuliah di luar kota, di sebuah Universitas besar untuk menyelesaikan pendidikan megister nya. Besok adalah hari libur pertamanya. Untuk mengisi hari liburnya itu, rencananya besok Sindi akan pulang kampung untuk bertemu dengan keluarganya di rumah. 

Malam telah tiba. Meskipun ibunya telah melarangnya untuk pulang di pagi besok, namun rindu membuatnya tak peduli. Walau hujan lebat dan longsor akan menutupi jalan sekalipun, ia juga harus tetap pulang di pagi besok. Karena barang-barangnya telah di kemas sejak tiga hari yang lalu. Tidak ada yang bisa melarangnya pulang, termasuk ibunya.

Rencananya besok dia akan pulang bersama Meri. Mereka berdua akan berangkat sekitar pukul delapan pagi. Jarak antara rumah kontrakannya itu dengan rumahnya adalah sekitar 247 km. Biasanya akan menghabiskan waktu sekitar 4 - 5 jam perjalanan menggunakan mobil. 

Seperti biasa, sebelum tidur ia selalu menghabiskan waktunya di facebook sambil menunggu rasa kantuk datang membesuknya. Ia membaca dan menonton beberapa berita. Lalu menscroll layar hpnya untuk membaca berita-berita dan menonton video-video yang lain. 

Ia melihat ada banyak sekali berita yang membicarakan tentang banjir dan longsor. Sepertinya bulan november ini benar-benar kelabu. Bencana alam seakan terus menerus terjadi di mana-mana. Tanpa henti. Terlihat beberapa rumah warga yang terseret oleh arus sungai yang meluap, mobil yang tertimbun longsor, sawah yang terendam, dan sampai kepada berita para petani karet yang mengeluh karena pohon karet mereka tidak bisa menghasilkan getah yang maksimal akibat tercampur oleh air hujan yang terus menerus turun dalam beberapa hari terakhir. Ada juga berita-berita lain seperti berita yang memuat tentang kecelakaan yang terjadi tadi pagi di jalan lintas. Ternyata sang korban itu belum juga ditemukan. Setelah sempat diduga oleh polisi bahwa korban kecelakaan itu dibawa oleh pengendara lain ke rumah sakit, namun setelah di telusuri lebih jauh ke rumah sakit, ternyata polisi tidak menemukan korban tersebut. Sampai saat ini, korban kecelakaan itu belum juga ditemukan. 

Sindi mulai mengantuk. Dia segera menidurkan hp nya. Tak lama kemudian, dia pun juga ikut tertidur pulas setelahnya.

Tak terasa pagi kini telah menjelma. Jam sudah nenunjukkan pukul 07:00 pagi. Sindi telah bersiap-siap di depan rumah kontrakannya itu menunggu Meri keluar dari kamarnya. Sepertinya hari itu mereka berdua akan berangkat lebih awal dari waktu yang telah mereka rencanakan sebelumnya. Setelah memasukkan semua barang-barang ke bagasi mobil, sekitar pukul 07:20 pagi, mereka berdua pun mulai bertolak menuju kampung halaman.

Dibandingkan dengan pagi-pagi yang telah lewat, pagi ini terbilang jauh lebih baik. Karena hari ini tidak ada tetes-tetes hujan yang jatuh dari langit. Walaupun langit tampak sedikit mendung, akan tetapi sepertinya hujan masih enggan turun. Mobil mereka melesat kencang di jalanan, keluar dari pusat kota. Kini, mereka sudah melintas di jalan lintas raya bersama dengan beberapa mobil yang lain.

Satu dua rumah-rumah warga terlihat di pinggiran sawah yang telah menguning. Sepertinya musim panen akan segera datang. Malang sekali, sawah-sawah tersebut malah terendam oleh banjir. Tak lama kemudian, semakin jauh mobil melaju, maka rumah-rumah warga itu pun semakin jarang pula terlihat. Kini, sepenuhnya mereka telah keluar dari wilayah perkotaan dan pedesaan. Mereka akan dihadapkan dengan jalan lintas yang mendaki dan menurun, yang berbelok-belok dan juga di penuhi dengan tebing-tebing yang curam. Mereka berdua menikmati pemandangan dan perjalanan tersebut. Sungguh perjalanan yang begitu mengasyikkan.

Di tengah-tengah perjalanan, tiba-tiba saja mobil mereka mogok. Sindi mencoba untuk menstarter kembali mobilnya tersebut, namun mobil itu tetap juga masih tak mau menyala. Mereka berdua segera keluar dari mobil itu untuk meminta bantuan kepada para driver-driver mobil lain yang melintas. Namun jalanan telah sepi.

Berbagai percobaan telah mereka lakukan, namun mobil tersebut masih juga tak mau menyala. Mereka mulai gelisah. Sindi pun segera menelepon pacarnya untuk meminta bantuan. Syukurlah pacarnya itu sedang ada waktu luang. Dia akan tiba di lokasi dalam waktu 1-2 jam ke depan bersama dengan dua orang mekanik yang dipanggilnya dari bengkel. Sindi dan Meri pun merasa lega. Mereka segera masuk ke dalam mobil untuk bersantai-santai sambil menunggu pacarnya datang.

Meri mengeluarkan dua botol minuman beralkohol dari dalam bagasi mobil. Ia kemudian memberikan satu botol tersebut kepada Sindi. Surprise. Sindi pun menjadi begitu antusias dan senang. Mereka segera memutar music-music remix dengan volume yang tinggi, lalu berteriak, bernyanyi dan juga bergoyang dengan begitu riangnya. Mereka berdua benar-benar menikmati fly nya selama hampir kurang lebih 2 jam. Pada akhirnya, minuman itu pun habis hingga ke tetes yang terakhir.

Sindi pun kembali menghubungi pacarnya. Ternyata ada sesuatu hal yang terjadi. Sekitar 70 km Di belakang sana terjadi bencana longsor yang besar. Semua mobil tidak bisa melintas. Mereka harus menunggu sampai tim evakuasi menyelesaikan pekerjaan mereka untuk memindahkan tumpukan tanah yang menutupi jalan. Mungkin itulah penyebabnya mengapa jalanan tampak begitu lengang. Kata pacar Sindi, menurut para pekerja yang ditanyainya itu, mungkin pekerjaan itu akan selesai dalam waktu 3-4 jam ke depan. Karena longsor yang terjadi kali ini benar-benar begitu dahsyat.

Sindi dan Meri pun menjadi sedikit kecewa. Akan tetapi mau bagaimana lagi, mereka harus tetap bersabar untuk menunggunya. Setelah lama menunggu, setelah lelah bernyanyi, mereka berdua pun tertidur.

Beberapa lama kemudian, Sindi pun terbangun. Begitupun dengan Meri yang berada di sebelahnya. Ia mencoba untuk kembali menstarter mobilnya tersebut. Aneh sekali, mobil itu tiba-tiba saja sudah bisa menyala dengan mudah. Sindi pun segera menelepon pacarnya untuk memberitahunya tentang hal tersebut. Ternyata sampai pada saat itu pun pacarnya itu masih juga terjebak longsor di sana. Mendengar informasi tersebut, pacar Sindi pun  memutuskan untuk kembali ke belakang. Pulang ke kota.

Sindi dan Meri pun kembali melanjutkan perjalanan. Mobil mereka melesat dengan begitu kencang. Tak lama kemudian, satu dua jatuh lah tetes-tetes air dari langit menimpa kaca mobil mereka. Butir-butir air itu semakin lama menjadi semakin membesar. Hujan deras telah datang. Sindi segera menyalakan wiper pembersih kaca. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah jalanan aspal panjang yang membentang. Cuaca sedikit berkabut.

Sindi melaju dalam kecepatan 80 km per jam. Mobilnya melesat kencang membelah aspal yang basah. Meri asyik mendengarkan earphone di bangku sebelah dengan kepala menari.

Tiba-tiba saja ban mobil mereka meledak. Buum. Sindi dan Meri sontak berteriak panik sembari memegang segala sesuatu yang ada di dalam mobil untuk menahan tubuh mereka yang bergoncang hebat akibat kecelakaan. Tarr.  Kejadian itu sungguh begitu cepat. Dalam sekejap, mobil mereka langsung terbalik dan terpental jauh hingga keluar dari badan jalan. Mobil mereka tersorok ke dalam padang rumput yang terletak sekitar 20 meter dari tepi jalan raya. Mereka berdua tidak sadarkan diri.

Remang. Semuanya tiba-tiba memudar. Waktu berlalu dengan begitu cepat. Hari telah berganti malam. Sindi terbangun dalam kondisi yang cukup parah. Kaki kanan dan kepalanya terluka. Meri belum sadarkan diri. Sepertinya ia terluka di bagian kepala. Sindi segera berteriak untuk meminta pertolongan, namun situasi di sana sungguh begitu mencekam. Tak ada suara manusia yang terdengar, tak ada suara kendaraan yang melintas. Yang ada hanyalah suara gerimis dan petir yang bergemuruh di langit. Ia segera mendobrak pintu dan keluar dari mobil tersebut untuk mencari bantuan.

Setibanya di luar, ia segera berpindah ke sisi kiri mobil untuk mengeluarkan Meri dan kemudian mendudukkannya dalam posisi bersandar. Setelah itu, ia segera berjalan menuju jalan raya untuk mencari bantuan.

Malam sungguh begitu gelap dan sunyi. Tidak ada satu pun kendaraan yang terlihat melintas. Sindi berdiri menatap malam yang kelam. Ia segera mengeluarkan ponselnya dan kemudian menghubungi keluarganya. Saat ia membuka layar ponselnya tersebut, ternyata di tempat itu tidak ada jaringan. Tempat itu benar-benar terpencil dan jauh dari pemukiman masyarakat.

Hujan semakin deras membungkus malam. Darah merah terus mengalir dari kepala dan kakinya. Ia begitu linglung, tak bisa berjalan dan melihat dengan baik. Semuanya benar-benar terasa begitu aneh. Ia tidak tahu lagi harus kemana untuk mencari bantuan.  

Petir di langit terus menerus memancarkan kilatannya yang menyilaukan. Sindi terus berjalan tanpa henti menyusuri aspal hitam yang basah tersiram hujan. Dari kejauhan, dalam samar tiba-tiba terlihatlah ada sebuah mobil yang melaju pelan menuju ke arahnya. Sindi pun segera menghentikan langkahnya untuk menunggu mobil tersebut tiba di dekatnya. Ia mendudukkan dirinya di tepi jalan sembari menahan perih lukanya yang terus menghentak.

Mobil itu berjalan dengan begitu pelan. Jaraknya masih ada sekitar dua ratus meter dari tempatnya berpijak. Tiba-tiba saja mobil itu berhenti di depan sana. Tidak lama berselang, semua cahaya lampunya pun juga ikut lenyap. Padam. Yang tersisa hanyalah kegelapan.

"TOLOONG...!"

"TOLOONG...!"

Sindi menjerit memanggil dari kejauhan untuk meminta bantuan. Akan tetapi, sayangnya sang sopir itu tidak mendengar teriakannya. Hujan masih begitu deras mengguyur malam. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk berjalan menghampiri mobil tersebut dengan kaki yang separuh pincang.

Ketika jaraknya dan mobil tersebut sudah begitu dekat, tiba-tiba saja mesin mobil itu menyala. Sinar lampunya menyorot tajam tepat ke arah muka Sindi, sehingga membuat penglihatannya menjadi silau. Sindi pun mengangkat tangan kirinya untuk menepis sorotan cahaya lampu mobil tersebut. "TOOLOONGG.." Sindi menjerit dengan isakan tangisnya.

Tak lama setelah itu, keluarlah seorang pria dari dalam mobil tersebut. Pria itu langsung berlari menemuinya.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Tanya pria itu. Dia sungguh begitu kaget ketika melihat kondisi Sindi yang berlumur darah. "TOLONG AKU..!" Sindi menjerit setengah menangis. Air matanya bercucuran deras. Ia kesakitan. Dengan begitu sigap, pria itu langsung membawa Sindi ke dalam bus nya. 

Di dalam bus tersebut, terlihat ada sekitar belasan orang yang duduk. Pria itu kemudian mendudukkan Sindi di salah satu bangku yang kosong. Setelah itu, ia pun segera berlari kembali untuk mengambil kotak P3K yang terletak di laci bagian depan untuk mengobati kaki Sindi yang terluka.

Saat ia menuangkan beberapa tetes alkohol ke luka tersebut, sontak Sindi langsung menjerit kesakitan. Namun tak lama kemudian, luka di kaki Sindi itu pun akhirnya terbalut dengan rapi. Sindi pun mulai merasa baik.

Saat itu, lewatlah sebuah mobil sedan putih dari arah belakang dengan kecepatan yang begitu tinggi. Sekitar 500 meter di depan sana, entah mengapa mendadak saja mobil itu berhenti di sana. Tiba-tiba terlihatlah dua orang pria yang keluar dari dalam mobil tersebut. Sepertinya mereka sedang mengambil sesuatu. Sindi dan Pria yang menolongnya itu tak bisa melihatnya dengan jelas dari balik kaca bus yang basah oleh tetes hujan yang jatuh. Sekitar tiga menit kemudian, mobil itu pun langsung melesat kembali dengan kecepatan yang begitu tinggi ke arah depan. Menjauh dan menghilang.

PenulisZain Losta Masta

PART 1       PART 2     PART 3     PART 4

PART 5       PART 6     PART 7     PART 8

PART 9       PART 10   PART 11   PART 12 

PART 13     PART 14   PART 15   PART 16

PART 17     PART 18   PART 19   PART 20

PART 21     PART 22   PART 23   PART 24

PART 25     PART 26   PART 27   PART 28 

PART 29     PART 30   PART 31   PART 32 

PART 33     PART 34   PART 35   PART 36

PART 37     PART 38   PART 39   PART 40

PART 41     PART 42   PART 43   PART 44

PART 45     PART 46   PART 47   PART 48

PART 49     PART 50   PART 51   PART 52

PART 53     PART 54   PART 55   PART 56

PART 57     PART 58   PART 59   PART 60

PART 61     PART 62   PART 63   PART 64

PART 65     PART 66   PART 67   PART 68

PART 69     PART 70   PART 71   PART 72 

PART 73     PART 74   PART 75   PART 76

PART 77     PART 78   PART 79   PART 80

PART 81     PART 82   PART 83   PART 84

PART 85     PART 86   PART 87   PART 88

PART 89     PART 90   PART 91   PART 92

PART 93     PART 94    PART 95


LIHAT CERITA LAINNYA




Comments

Popular posts from this blog

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK