PULAU HANTU PART 9
PART 9
"Makhluk apa yang menerormu, Ani?" Begitulah pertanyaan yang pertama keluar dari mulutku setelah sampai di sana. Aldi terlihat bersiap-siap menunggu penjelasan dari Ani.
Ani terdiam sesaat dan kemudian mulai bercerita.
"Makhluk itu besar sekali. Dia mirip sekali dengan orang besar yang mengejar kita malam kemarin di dekat pondok tua yang kita temukan di sekitar pantai" Ani berusaha membawaku kembali untuk mengingat kejadian yang terjadi pada malam kemarin.
Tak butuh waktu lama, aku langsung teringat dengan kejadian yang mengerikan tersebut.
"Lantas kenapa kau tiba-tiba bisa berada di dalam goa itu?" Aku kembali bertanya padanya.
"Begini ceritanya" Ani menjawabnya dengan nada yang tenang dan pelan.
"Goa itu adalah satu-satunya jalan agar aku bisa sampai ke belakang tebing sana. Karena menurut mimpiku, tempat tersebut berada di balik goa itu" Begitu terang Ani padaku dan Aldi.
"Terus, apakah kamu berhasil mengambil bunga tersebut?" Kali ini giliran Aldi lagi yang bertanya.
"Iya, tunggu sebentar" Ani mengangguk pelan, dan kemudian membuka balutan kain yang dibawanya dari dalam goa.
"Inilah dia bibit bunga mawar yang aku lihat dalam mimpiku.." Ani tersenyum kecil memperlihatkan benda tersebut kepada kami.
Ternyata benar, itu adalah bibit bunga mawar. Bibit itu baru setinggi 2 jengkal. Tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Ukurannya sedang. Akan tetapi ajaibnya bibit-bibit bunga tersebut sudah berbunga.
"Baiklah, ayo kita pulang sekarang. Karena beberapa jam lagi hari akan segera berganti malam" Aldi bangun dari tempat duduknya. Sementara Aku dan Ani juga ikut menyusul.
Jam sudah hampir pukul 4 sore. Kami sedikit mempercepat laju.
Singkat cerita, kamipun tiba di sana dalam waktu hampir pukul 6 sore.
Dengan sisa-sisa waktu yang masih ada itu, kami langsung menyiapkan api dan makan malam. Karena kami punya pekerjaan baru. Kami harus menggali sumur yang di maksud dan menyelesaikannya dengan cepat agar teman kami bisa cepat di temukan. Begitulah pesan yang Ani lihat di dalam mimpinya.
Sekitar pukul 8 malam, kami mulai bekerja untuk menggali sumur tersebut menggunakan kayu-kayu yang sudah kami runcingkan dengan pisau.
Sumur yang kami buat itu tidak terlalu jauh dari sumur pertama. Jaraknya hanya sekitar 10 meter.
Sebelum menggali sumur tersebut, kami terlebih dahulu membersihkan tempat itu. Setelah semuanya bersih, barulah kemudian kami mulai menggalinya.
Sedikit demi sedikit tanah tersebut mulai tergali. Kami sudah berhasil membuat gambaran ukuran dari sumur tersebut. Akan tetapi kedalamannya baru terhitung satu jengkal. Kami baru berkerja 5 persen dari 100 persen. Pekerjaan itu benar-benar melelahkan.
Seumur hidupku, aku belum pernah bekerja sekeras ini. Pekerjaanku ini sudah terlihat seperti pekerjaan kontraktor yang sedang menggali pondasi bangunan. Begitulah gumamku dalam hati.
Jika saja ini semua bukan untuk teman-temanku, sumpah gak bakalan aku lakukan. Begitu makiku dalam hati. Harus ku akui, aku benar-benar lelah. Pinggangku terasa mau patah. Aku bahkan sampai beberapa kali menidurkan diri di tanah.
"Ani, kamu lagi yang gali, aku mau istirahat sebentar" Aku memberikan kayu tersebut pada Ani. Ani tersenyum kecil mengambilnya. Mungkin dia tersenyum karena melihat tubuhku yang super kotor seperti orang yang baru saja keluar dari kubur.
Kami terus bekerja hingga larut malam. Saling bergantian tanpa henti. Hingga jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, barulah kami berhenti.
Pada saat itu kami baru saja menggali dengan kedalaman sekitar hampir 3 meter. Itu adalah pekerjaan yang super berat dan super cepat yang pernah aku lakukan. Kami sudah menggali sumur itu selama kurang lebih 7 jam tanpa henti dengan cara saling bergantian.
Kini baru menyelesaikan 70 persen dari 100 persen. Kami butuh waktu sekitar 2 atau 3 jam lagi untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut hingga sumur itu benar-benar sudah bertemu dengan mata airnya.
Sekitar 30 menit beristirahat. Aku dan Ani mulai mengambil posisi untuk turun kebawah menggalinya. Sementara Aldi masih beristirahat, karena dia sudah bekerja 6 jam lebih tapa henti. Sepertinya dia sangat lelah sekali. Entah kenapa saat itu aku tiba-tiba mendadak menghawatirkan kesehatannya. Aneh.
Tak lama kemudian, Aldi juga ikut turun untuk membantu kami. Dia membawa sebuah kayu lagi. Kali ini, kami semua kerja bersama-sama untuk menyelesaikan sumur tersebut.
Kami terus bekerja hingga pagi datang tanpa tidur walau sedetikpun.
Sekitar pukul 6 pagi, barulah kami berhasil menyelesaikan sumur tersebut. Kini sumur itu sudah mulai mengalirkan air yang keluar dari beberapa mata air kecil di dasarnya.
Kedalaman sumur tersebut lebih kurang sekitar 5 meter.
Setelah menyelesaikan sumur itu, kami kemudian membersihkan permukaan atasnya dengan menatanya seindah mungkin. Barulah setelah itu kami menanam bibit-bibit bunga mawar yang dibawa oleh Ani tepi sumur tersebut. Setelah itu kami mulai menaburkan beberapa tangkai bunga ke dalamnya.
Dan ketika semuanya telah selesai, lalu Ani mengeluarkan sebuah botol kecil dari balik celananya. Botol itu berisi air yang berwarna biru.
Aku langsung bertanya melemparkan pertanyaan kepadanya.
"Benda apa itu?"
"Inilah benda yang di berikan oleh pria yang berbaju putih kepadaku. Air yang ada di dalam botol akan membuat air sumur yang kita gali ini menjadi jernih dan bersih" Ani menuangkan semuanya ke dalam sumur tersebut. Sementara aku dan Aldi hanya terpaku penuh takjub.
"Huuuh, selesai" Ani berkeluh panjang setelah menuangkan air biru itu kedalam sumur tersebut.
Permukaan sumur mulai basah. Sedikit demi sedikit air mulai keluar dari beberapa mata air kecil yang ada di dasarnya.
Kini jam sudah hampir pukul 7 pagi. Matahari sudah terbit dan mulai mengudara. Kami bertiga segera membersihkan diri di sungai.
"Ani.. apalagi yang akan kita lakukan selanjutnya? Aku bertanya seakan tidak sabar lagi kepadanya. Tidak sabar agar segera bertemu dengan teman-teman kami yang masih menghilang entah kemana.
"Aku tidak tahu. Sepertinya aku harus tidur untuk menanyai pria yang berbaju putih itu. Dan kalian sebaiknya juga tidur untuk beristirahat. Semoga saja ada jalan keluar setelah tenaga kita pulih kembali" Begitu jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, sebenarnya aku agak kesal. Karena Ani harus pakai acara tidur segala. Bagaimana kalau pria itu bohong? Pasti kami semua akan menyesal karena telah membuang-buang waktu yang lama tanpa hasil. Begitulah hal-hal yang muncul dalam pikiranku. Namun tak lama kemudian aku pun berhasil melenyapkannya dari benakku. Aku berusaha untuk tetap berprasangka baik kepada Ani.
Aldi juga memutuskan untuk tidur. Karena sepertinya dia sudah capek sekali setelah menggali sumur tersebut semalaman suntuk hampir tiada jeda.
Aku memutuskan untuk tidur. Karena aku sudah sangat ngantuk dan juga lelah. Aku tertidur di tenda bersama Ani.
Itu adalah hari ke empat kami berada di pulau tersebut.
Sekitar pukul 3 sore. Tiba-tiba aku mendengar suara orang yang berteriak. Tak lama kemudian di ikuti dengan suara mesin kapal. Aku langsung teringat dengan sesuatu.
Aku segera berlari keluar dari tenda untuk memeriksa. Ternyata Aldi juga sudah bangun. Dia juga sudah berdiri di luar. Tenyata pak sopir kapal dan 2 orang kru kapalnya sudah tiba. Hari ini adalah jadwal yang telah kami sepakati sekitar 4 hari lalu. Beliau datang untuk menjemput kami pulang. Aku senang sekali melihatnya.
Kapal itu terus bergerak ke pantai. Dekat dan semakin dekat. Akhirnya kapal itupun sudah berhasil menepi di dermaga kecil. Dan sopir beserta 2 orang krunya sudah mulai keluar dan kemudian mulai berjalan ke arah kami.
"Bagaimana jalan-jalannya? Apakah semuanya lancar?" Pak sopir kapal bersalaman dengan Aldi.
"Untung sekali bapak datang hari ini. Kami ingin menelepon bapak, akan tetapi tiba-tiba sinyal hp kami hilang." Aldi tak sabar ingin menceritakan semuanya.
"Iya, terus, apa yang terjadi?" Pak sopir melemparkan pertanyaan seolah penasaran.
"Tiga orang teman kami tiba-tiba menghilang dan sampai sekarang masih belum juga di temukan." Aldi menjelaskan semuanya dengan nada sedih. Dia berharap agar pak sopir dan 2 orang krunya bersedia untuk menolong kami.
"Sudah berapa lama mereka menghilang?" Pak sopir kembali bertanya.
"Mereka sudah hilang semenjak malam kedua kami berada di sini." Begitu terang Aldi.
"Semuanya berawal dari salah satu teman kami yang bernama Abin. Dia tiba-tiba berlari ke hutan seperti orang yang ketakutan. Setelah kami langsung mencarinya ke hutan. Pada saat itulah kami semua menjadi terpisah. Dan sampai sekarang hanya kami bertiga yang selamat."
"Dimana teman kalian yang satu lagi?" Salah satu kru kapal tiba-tiba bertanya pada kami. Karena saat itu hanya kami berdua yang berada di dekat mereka.
Kami menunjuk kearah tenda dan memberi tahu mereka bahwa Ani sedang tidur di dalam.
Sopir dan krunya tampak takut. Mereka pamit sebentar untuk membicarakan sesuatu. Jarak mereka dengan kami mungkin sekitar 10 meter.
Sebenarnya aku agak kesal melihat hal tersrmebut, karena mereka seakan-akan terlihat tengah merencanakan sesuatu. Mereka sedang berbicara dan sesekali menoleh ke arah kami.
Sekitar 5 menit kemudian, pak sopir datang menghampiri kami berdua. Begitupun dengan 2 orang temannya.
"Baiklah, saya minta maaf soal tadi. Sekarang saya akan memberitahu kalian, bahwa kalian harus pergi dari pulau ini jika kalian ingin selamat." Bapak tersebut menatap kami berdua dengan tatapan yang serius. Seolah beliau tengah mencemaskan sesuatu. Sedangkan 2 orang kru kapalnya itu juga mengiyakan kata pak sopir.
"Aku ingin memberitahu kalian sesuatu. Dulu pernah terjadi juga beberapa kali kejadian yang serupa, jumlah mereka lebih banyak dari kalian. Mereka semuanya meninggal dalam keadaan yang mengenaskan, kecuali grup yang datang kesini sebelum kalian. Mereka itulah satu-satunya grup yang pernah selamat dari pulau ini" Begitu kata sopir tersebut dengan ekspresi setengah menakut-nakuti.
Mendengar kata tersebut, Aldi langsung melepaskan tinjunya ke wajah pak sopir itu sambil membabi buta.
"KENAPA KAU TIDAK MEMBERITAHU KAMI SEBELUMNYA, HAAAHH?" Aldi tiba-tiba menggila seperti orang yang kerasukan setan. Mata dan wajahnya langsung memerah. Aldi benar-benar terlihat menakutkan ketika ia sedang marah.
Pak sopir yang di hantam nya itu langsung terpental cukup jauh ke pasir. Dua orang kru kapalnya itu juga mendapatkan pukulan tersebut. Aldi menghajar mereka semua.
Melihat hal tersebut, aku langsung berlari menghentikannya. Aku memegang tangan Aldi dari belakang.
"Sudah..sudah.. hentikan Aldi, hentikaaann..!" Aku sedikit meninggikan nada suaraku, aku berusaha untuk menenangkannya. Syukurlah tak lama kemudian aku berhasil membuatnya tenang kembali.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
"Makhluk apa yang menerormu, Ani?" Begitulah pertanyaan yang pertama keluar dari mulutku setelah sampai di sana. Aldi terlihat bersiap-siap menunggu penjelasan dari Ani.
Ani terdiam sesaat dan kemudian mulai bercerita.
"Makhluk itu besar sekali. Dia mirip sekali dengan orang besar yang mengejar kita malam kemarin di dekat pondok tua yang kita temukan di sekitar pantai" Ani berusaha membawaku kembali untuk mengingat kejadian yang terjadi pada malam kemarin.
Tak butuh waktu lama, aku langsung teringat dengan kejadian yang mengerikan tersebut.
"Lantas kenapa kau tiba-tiba bisa berada di dalam goa itu?" Aku kembali bertanya padanya.
"Begini ceritanya" Ani menjawabnya dengan nada yang tenang dan pelan.
"Goa itu adalah satu-satunya jalan agar aku bisa sampai ke belakang tebing sana. Karena menurut mimpiku, tempat tersebut berada di balik goa itu" Begitu terang Ani padaku dan Aldi.
"Terus, apakah kamu berhasil mengambil bunga tersebut?" Kali ini giliran Aldi lagi yang bertanya.
"Iya, tunggu sebentar" Ani mengangguk pelan, dan kemudian membuka balutan kain yang dibawanya dari dalam goa.
"Inilah dia bibit bunga mawar yang aku lihat dalam mimpiku.." Ani tersenyum kecil memperlihatkan benda tersebut kepada kami.
Ternyata benar, itu adalah bibit bunga mawar. Bibit itu baru setinggi 2 jengkal. Tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Ukurannya sedang. Akan tetapi ajaibnya bibit-bibit bunga tersebut sudah berbunga.
"Baiklah, ayo kita pulang sekarang. Karena beberapa jam lagi hari akan segera berganti malam" Aldi bangun dari tempat duduknya. Sementara Aku dan Ani juga ikut menyusul.
Jam sudah hampir pukul 4 sore. Kami sedikit mempercepat laju.
Singkat cerita, kamipun tiba di sana dalam waktu hampir pukul 6 sore.
Dengan sisa-sisa waktu yang masih ada itu, kami langsung menyiapkan api dan makan malam. Karena kami punya pekerjaan baru. Kami harus menggali sumur yang di maksud dan menyelesaikannya dengan cepat agar teman kami bisa cepat di temukan. Begitulah pesan yang Ani lihat di dalam mimpinya.
Sekitar pukul 8 malam, kami mulai bekerja untuk menggali sumur tersebut menggunakan kayu-kayu yang sudah kami runcingkan dengan pisau.
Sumur yang kami buat itu tidak terlalu jauh dari sumur pertama. Jaraknya hanya sekitar 10 meter.
Sebelum menggali sumur tersebut, kami terlebih dahulu membersihkan tempat itu. Setelah semuanya bersih, barulah kemudian kami mulai menggalinya.
Sedikit demi sedikit tanah tersebut mulai tergali. Kami sudah berhasil membuat gambaran ukuran dari sumur tersebut. Akan tetapi kedalamannya baru terhitung satu jengkal. Kami baru berkerja 5 persen dari 100 persen. Pekerjaan itu benar-benar melelahkan.
Seumur hidupku, aku belum pernah bekerja sekeras ini. Pekerjaanku ini sudah terlihat seperti pekerjaan kontraktor yang sedang menggali pondasi bangunan. Begitulah gumamku dalam hati.
Jika saja ini semua bukan untuk teman-temanku, sumpah gak bakalan aku lakukan. Begitu makiku dalam hati. Harus ku akui, aku benar-benar lelah. Pinggangku terasa mau patah. Aku bahkan sampai beberapa kali menidurkan diri di tanah.
"Ani, kamu lagi yang gali, aku mau istirahat sebentar" Aku memberikan kayu tersebut pada Ani. Ani tersenyum kecil mengambilnya. Mungkin dia tersenyum karena melihat tubuhku yang super kotor seperti orang yang baru saja keluar dari kubur.
Kami terus bekerja hingga larut malam. Saling bergantian tanpa henti. Hingga jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, barulah kami berhenti.
Pada saat itu kami baru saja menggali dengan kedalaman sekitar hampir 3 meter. Itu adalah pekerjaan yang super berat dan super cepat yang pernah aku lakukan. Kami sudah menggali sumur itu selama kurang lebih 7 jam tanpa henti dengan cara saling bergantian.
Kini baru menyelesaikan 70 persen dari 100 persen. Kami butuh waktu sekitar 2 atau 3 jam lagi untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut hingga sumur itu benar-benar sudah bertemu dengan mata airnya.
Sekitar 30 menit beristirahat. Aku dan Ani mulai mengambil posisi untuk turun kebawah menggalinya. Sementara Aldi masih beristirahat, karena dia sudah bekerja 6 jam lebih tapa henti. Sepertinya dia sangat lelah sekali. Entah kenapa saat itu aku tiba-tiba mendadak menghawatirkan kesehatannya. Aneh.
Tak lama kemudian, Aldi juga ikut turun untuk membantu kami. Dia membawa sebuah kayu lagi. Kali ini, kami semua kerja bersama-sama untuk menyelesaikan sumur tersebut.
Kami terus bekerja hingga pagi datang tanpa tidur walau sedetikpun.
Sekitar pukul 6 pagi, barulah kami berhasil menyelesaikan sumur tersebut. Kini sumur itu sudah mulai mengalirkan air yang keluar dari beberapa mata air kecil di dasarnya.
Kedalaman sumur tersebut lebih kurang sekitar 5 meter.
Setelah menyelesaikan sumur itu, kami kemudian membersihkan permukaan atasnya dengan menatanya seindah mungkin. Barulah setelah itu kami menanam bibit-bibit bunga mawar yang dibawa oleh Ani tepi sumur tersebut. Setelah itu kami mulai menaburkan beberapa tangkai bunga ke dalamnya.
Dan ketika semuanya telah selesai, lalu Ani mengeluarkan sebuah botol kecil dari balik celananya. Botol itu berisi air yang berwarna biru.
Aku langsung bertanya melemparkan pertanyaan kepadanya.
"Benda apa itu?"
"Inilah benda yang di berikan oleh pria yang berbaju putih kepadaku. Air yang ada di dalam botol akan membuat air sumur yang kita gali ini menjadi jernih dan bersih" Ani menuangkan semuanya ke dalam sumur tersebut. Sementara aku dan Aldi hanya terpaku penuh takjub.
"Huuuh, selesai" Ani berkeluh panjang setelah menuangkan air biru itu kedalam sumur tersebut.
Permukaan sumur mulai basah. Sedikit demi sedikit air mulai keluar dari beberapa mata air kecil yang ada di dasarnya.
Kini jam sudah hampir pukul 7 pagi. Matahari sudah terbit dan mulai mengudara. Kami bertiga segera membersihkan diri di sungai.
"Ani.. apalagi yang akan kita lakukan selanjutnya? Aku bertanya seakan tidak sabar lagi kepadanya. Tidak sabar agar segera bertemu dengan teman-teman kami yang masih menghilang entah kemana.
"Aku tidak tahu. Sepertinya aku harus tidur untuk menanyai pria yang berbaju putih itu. Dan kalian sebaiknya juga tidur untuk beristirahat. Semoga saja ada jalan keluar setelah tenaga kita pulih kembali" Begitu jawabnya.
Mendengar jawaban tersebut, sebenarnya aku agak kesal. Karena Ani harus pakai acara tidur segala. Bagaimana kalau pria itu bohong? Pasti kami semua akan menyesal karena telah membuang-buang waktu yang lama tanpa hasil. Begitulah hal-hal yang muncul dalam pikiranku. Namun tak lama kemudian aku pun berhasil melenyapkannya dari benakku. Aku berusaha untuk tetap berprasangka baik kepada Ani.
Aldi juga memutuskan untuk tidur. Karena sepertinya dia sudah capek sekali setelah menggali sumur tersebut semalaman suntuk hampir tiada jeda.
Aku memutuskan untuk tidur. Karena aku sudah sangat ngantuk dan juga lelah. Aku tertidur di tenda bersama Ani.
Itu adalah hari ke empat kami berada di pulau tersebut.
Sekitar pukul 3 sore. Tiba-tiba aku mendengar suara orang yang berteriak. Tak lama kemudian di ikuti dengan suara mesin kapal. Aku langsung teringat dengan sesuatu.
Aku segera berlari keluar dari tenda untuk memeriksa. Ternyata Aldi juga sudah bangun. Dia juga sudah berdiri di luar. Tenyata pak sopir kapal dan 2 orang kru kapalnya sudah tiba. Hari ini adalah jadwal yang telah kami sepakati sekitar 4 hari lalu. Beliau datang untuk menjemput kami pulang. Aku senang sekali melihatnya.
Kapal itu terus bergerak ke pantai. Dekat dan semakin dekat. Akhirnya kapal itupun sudah berhasil menepi di dermaga kecil. Dan sopir beserta 2 orang krunya sudah mulai keluar dan kemudian mulai berjalan ke arah kami.
"Bagaimana jalan-jalannya? Apakah semuanya lancar?" Pak sopir kapal bersalaman dengan Aldi.
"Untung sekali bapak datang hari ini. Kami ingin menelepon bapak, akan tetapi tiba-tiba sinyal hp kami hilang." Aldi tak sabar ingin menceritakan semuanya.
"Iya, terus, apa yang terjadi?" Pak sopir melemparkan pertanyaan seolah penasaran.
"Tiga orang teman kami tiba-tiba menghilang dan sampai sekarang masih belum juga di temukan." Aldi menjelaskan semuanya dengan nada sedih. Dia berharap agar pak sopir dan 2 orang krunya bersedia untuk menolong kami.
"Sudah berapa lama mereka menghilang?" Pak sopir kembali bertanya.
"Mereka sudah hilang semenjak malam kedua kami berada di sini." Begitu terang Aldi.
"Semuanya berawal dari salah satu teman kami yang bernama Abin. Dia tiba-tiba berlari ke hutan seperti orang yang ketakutan. Setelah kami langsung mencarinya ke hutan. Pada saat itulah kami semua menjadi terpisah. Dan sampai sekarang hanya kami bertiga yang selamat."
"Dimana teman kalian yang satu lagi?" Salah satu kru kapal tiba-tiba bertanya pada kami. Karena saat itu hanya kami berdua yang berada di dekat mereka.
Kami menunjuk kearah tenda dan memberi tahu mereka bahwa Ani sedang tidur di dalam.
Sopir dan krunya tampak takut. Mereka pamit sebentar untuk membicarakan sesuatu. Jarak mereka dengan kami mungkin sekitar 10 meter.
Sebenarnya aku agak kesal melihat hal tersrmebut, karena mereka seakan-akan terlihat tengah merencanakan sesuatu. Mereka sedang berbicara dan sesekali menoleh ke arah kami.
Sekitar 5 menit kemudian, pak sopir datang menghampiri kami berdua. Begitupun dengan 2 orang temannya.
"Baiklah, saya minta maaf soal tadi. Sekarang saya akan memberitahu kalian, bahwa kalian harus pergi dari pulau ini jika kalian ingin selamat." Bapak tersebut menatap kami berdua dengan tatapan yang serius. Seolah beliau tengah mencemaskan sesuatu. Sedangkan 2 orang kru kapalnya itu juga mengiyakan kata pak sopir.
"Aku ingin memberitahu kalian sesuatu. Dulu pernah terjadi juga beberapa kali kejadian yang serupa, jumlah mereka lebih banyak dari kalian. Mereka semuanya meninggal dalam keadaan yang mengenaskan, kecuali grup yang datang kesini sebelum kalian. Mereka itulah satu-satunya grup yang pernah selamat dari pulau ini" Begitu kata sopir tersebut dengan ekspresi setengah menakut-nakuti.
Mendengar kata tersebut, Aldi langsung melepaskan tinjunya ke wajah pak sopir itu sambil membabi buta.
"KENAPA KAU TIDAK MEMBERITAHU KAMI SEBELUMNYA, HAAAHH?" Aldi tiba-tiba menggila seperti orang yang kerasukan setan. Mata dan wajahnya langsung memerah. Aldi benar-benar terlihat menakutkan ketika ia sedang marah.
Pak sopir yang di hantam nya itu langsung terpental cukup jauh ke pasir. Dua orang kru kapalnya itu juga mendapatkan pukulan tersebut. Aldi menghajar mereka semua.
Melihat hal tersebut, aku langsung berlari menghentikannya. Aku memegang tangan Aldi dari belakang.
"Sudah..sudah.. hentikan Aldi, hentikaaann..!" Aku sedikit meninggikan nada suaraku, aku berusaha untuk menenangkannya. Syukurlah tak lama kemudian aku berhasil membuatnya tenang kembali.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
Comments
Post a Comment