PULAU HANTU PART 5

PART 5



Malam telah tiba.

Setibanya di tenda, Aku dan Ani langsung bergegas memindahkan tenda dan barang-barang ke pinggir pantai. Kami tidak berani lagi mendirikan tenda di hutan tersebut. Aldi tidak memprotesnya. Dia juga turut membantu walaupun sebenarnya dia terlihat sedikit bingung.

Setelah itu, Aldi kembali menceritakan keanehan yang dia alami semalam di hutan.

"Sekitar 2 menit Abin masuk ke sana" Aldi mengarahkan jemarinya ke arah semak-semak.
"Entah kenapa tiba-tiba aku melihat Abin berlari seperti orang yang ketakutan. Dia berlari sambil menoleh ke sana ke mari seakan tengah melihat ada sesuatu yang sedang mengejarnya. Saat ku panggil dia bahkan tak menoleh sedikitpun. Kemudian dia berlari jauh ke dalam hutan menembus gelap tanpa menggunakan lampu senter" Aldi duduk sambil menggerakkan tangannya menceritakan kejadian tersebut.

"Melihat kejadian aneh tersebut, aku langsung memanggil kalian. Dan setelah itu aku segera berlari menyusulnya untuk menangkapnya, namun ternyata aku gagal. Dan aku malah tersesat entah dimana. Hingga akupun mengalami kejadian aneh seperti yang telah aku ceritakan pada kalian tadi" Aldi menatap mataku dengan gaya bingung.

Ani masih menyimak dengan mulut yang tertutup. Tanpa komentar. Begitupun denganku. Kami belum menceritakan tentang mimpi aneh yang di alami oleh Ani kepada Aldi. Sepertinya sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bercerita. Sebaiknya adalah mencari jalan keluar. Begitulah pikirku.

Aku masih khawatir tentang Abin dan dua teman kami yang lain. Sampai sekarang mereka belum juga kembali menuju tenda. Tiba-tiba aku kembali teringat dengan mimpi buruk yang Ani ceritakan kepadaku. Jangan-jangan itu semua benar-benar akan terjadi kepada mereka?
Oh tidak. Aku mendesah dalam hati.

Aku kembali teringat dengan ponsel Ani.
"Ani, sini ponselmu" Aku mengulur tangan.
Ani kemudian menggaruk saku, dan kemudian menyerahkan ponselnya padaku.
"Aldi, kamu punya nomor pak sopir kapal yang kemarin mengantar kita, gak?" Aku bertanya sambil menyalakan hp Ani yang mati.
"Iya, aku punya, kenapa?" Aldi sedikit menyelidik.
"Aku mau menelepon bapak itu untuk minta bantuan, mudah-mudahan saja beliau mau datang kesini membawa tim SAR" Begitu terangku pada Aldi.

"Nelpon? Percuma, Ran, sekarang di pulau ini udah gak ada sinyalnya lagi. Sinyalnya sering hilang tiba-tiba. Kata bapak itu kadang-kadang jaringan telepon sering hilang di sini. Dan kalo itu terjadi, kita harus naik ke atas bukit yang paling tinggi, barulah kita bisa dapetin sinyal, itupun kadang hilang timbul juga. Biasanya sinyal di sini kadang muncul dalam waktu 4 sampai 5 hari aja dalam 1 bulan. Itulah yang membuat aku menjadi sesikit bingung" Aldi memberikan jawan dengan nada kesal. Seakan dia menganggap pertanyaanku itu adalah pertanyaan yang lucu.

Mendengar kata Aldi tersebut, Ani langsung membuka mulut.
"Kamu serius, Di?" Matanya sipit seolah tak percaya. Sedangkan aku masih sibuk membuka kunci layar ponsel Ani yang terkunci pake pola.
" Iya, tadi malam entah sudah berapa kali aku telepon si Abin, tapi tetap gak bisa masuk" Aldi kembali bertutur.
"Ani, bukain dong, cepet!" Aku sedikit mendesak Ani agar dia segera membuka kunci layar ponselnya itu. Dan Ani pun segera membukanya dengan cepat. Sepertinya Ani juga tidak percaya dengan kata Aldi.

Aku langsung melihat jaringan di ponsel Ani. Aku benar-benar kaget. Ternyata Aldi benar. "Tidak ada jaringan yang tersedia." Begitulah kalimat yang tertera di bagian atas layar ponsel Ani. Hampir saja aku melemparkan Hp itu sakin kesalnya.

"Bukit mana yang ada sinyalnya kata bapak itu?" Aku sedikit panik menanyai Aldi.
"Entahlah, aku juga tidak tahu dimana keberadaannya." Aldi menjawab sambil mengecutkan bahu, tidak tahu.

Tiba-tiba Ani menekan kepalanya dengan kedua tangan. Suara nafasnya mendadak kencang seperti orang yang ngorok. Kedua bola matanya naik.

Aldi dengan sigap langsung bergerak.
"ANI.. ANI... KAMU KENAPA?" Aldi berteriak sambil memegang bahu Ani untuk mencari tahu. Begitupun denganku.

"AMBIL AIR PUTIH, CEPAATT..! Aldi berteriak panik kepadaku. Aku langsung berlari untuk mengambil air putih yang terletak di dalam tenda.

Suara nafasnya semakin tinggi dan kencang. Matanya tertutup. Kali ini dia semakin parah. Sekujur tubuhnya menggigil dan bergetar. Kejang-kejang seperti orang sakarat. Dia sudah seperti orang yang sedang kesetrum listrik.

"ANIIII...! ANIII...!
Aku menjerit sambil mengguncang tubuhnya. Air mataku mulai jatuh. Aku benar-benar takut dan juga panik.

Aldi mulai membasuh wajah Ani dengan air putih. Mulutnya bergerak. Aldi sepertinya tengah membaca doa-doa untuk menyembuhkan Ani.

Tiba-tiba busa putih keluar dari mulut Ani. Wajahnya berkeringat. Dia tidak mendengar suara kami yang sedari tadi menjerit memanggil namanya. Kini tubuhnya mulai terasa dingin. Perlahan getaran tubuhnya mulai reda. Dan akhirnya berhenti total. Wajahnya nampak pucat sekali.

Pada saat itu aku merasa sedikit lega dan separuh takut. Aku lega karena Ani sudah tidak lagi kejang-kejang seperti orang yang sedang sekarat. Dan aku takut kalau-kalau Ani tidak akan bangun lagi untuk selamanya. Apakah dia masih hidup? Begitulah tanyaku dalam hati.

"Dia tidak bernafas" Aldi menempelkan telunjuknya di hidung Ani.
"APAA...?" Aku langsung berteriak kaget. Tidak percaya dengan apa yang Aldi katakan.
"Tunggu sebentar, aku akan mengambilkan  minyak angin dan selimut" Aldi segera berjalan ke dalam tenda.

Aku segera menempelkan telingaku di dadanya. Benar, jantung Ani tidak berdetak sedikitpun. Aku langsung menangis sejadi-jadinya. Tidak ku sangka Ani akan meninggal secepat itu. Beberapa menit tang lalu dia bahkan masih mengobrol dengan kami.
"TIDAAKK... Ini tidak mungkinn..!" Aku menjerit sambil memeluknya erat.

Tak lama kemudian, Aldi pun kembali dengan membawa minyak angin. Lalu kemudian dia mengoleskan minyak tersebut ke hidung Ani. Berharap dia masih bisa ditolong dan hidup kembali. Sedangkan aku masih menangis histeris meratapi kejadian yang menimpa kami.

Pada waktu itu juga, tiba-tiba saja Ani kembali bernafas. Entah bagaimana caranya. Aku bahkan sempat tidak percaya dengan kejadian tersebut. Sedangkan Aldi masih mengernyitkan dahi keheranan. Itu adalah sebuah keajaiban menurutku.

Dia tiba-tiba bernafas kembali seperti orang yang baru saja keluar dari air setelah lama sekali menyelam. Nafasnya sangat cepat, begitupun dengan detak jantungnya. Lalu kemudian Aldi langsung menyelimuti tubuhnya, dan kemudian lagi membawa Ani ke dalam tenda untuk beristirahat. Akan tetapi Ani masih belum membuka matanya. Dia masih tertidur di tenda.

Aku dan Aldi memutuskan untuk duduk berjaga-jaga di pintu tenda sambil memandang api. Kami mengobrol dan bercerita tentang banyak hal aneh yang terjadi semenjak dari pertama kami tiba hingga saat ini.

Aku juga tidak lupa menceritakan perihal mimpi aneh yang di alami oleh Ani kepada Aldi. Mimpi anehnya yang melihat tentang kejadian yang terjadi menimpa kami. Seperti dugaanku, Aldi sangat terkejut mendengarnya.

"Terus siapa lagi yang akan selamat?" Aldi langsung melemparkan pertanyaan setelah mendengarkan ceritaku panjang lebar. Namun aku tidak langsung menjawabnya. Aku diam sejenak menarik nafas.

"Kata Ani, diantara kalian berempat yang tersesat, cuma satu yang selamat. Akan tetapi dia tidak mengatakan siapakah yang akan selamat. Dan dia juga tidak mengatakan ada berapa orang yang akan selamat dari pulau ini" Aku menjawabnya dengan nada yang berat. Kata-kata itu memang berat untuk di ucapkan. Karena aku masih setengah percaya dan tidak percaya. Aku masih ragu dengan kebenaran mimpi tersebut. Dan aku juga takut semua itu akan benar-benar terjadi.

Malam semakin larut. Suara-suara aneh di pinggiran pantai mulai terdengar sedikit demi sedikit. Seperti malam pertama. Suara-suara itu terdengar seperti keramaian. Namun nadanya pelan sekali, terkesan seperti orang ramai yang berbicara bisik-bisik antara satu sama lain.

Sebenarnya aku takut. Namun aku kembali teringat dengan cerita Ani mengenai mimpi anehnya.

Dalam mimpinya dia melihat dua kerajaan jin yang sedang berperang. Yaitu adalah jin yang bermukim di pantai melawan jin yang bermukim di hutan. Kata Ani, jin yang bermukim di pantai tidak jahat seperti jin yang bermukim di hutan. Karena mereka umumnya adalah jin-jin muslim.

Agar tidak mengganggu mereka, dan merekapun tidak mengganggu kami, kamipun memutuskan untuk menutup pintu tenda dan mengurung diri untuk beristirahat.

>>BACA KELANJUTAN CERITANYA

PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13


>> CERITA LAINNYA

Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara