PULAU HANTU PART 11
PART 11
Ani terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaanku. Begitupun dengan Aldi dan yang lain, tampaknya mereka semua juga sedang bersiap-siap untuk mendengarkan jawaban dari Ani.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba Ani menggelengkan kepalanya.
"Entahlah... Aku tidak tahu. Pria itu tidak memberitahuku tentang hal tersebut" Ani memasang muka bingungnya. Dia benar-benar tidak tahu tentang hal tersebut.
Kami semua langsung terdiam setelah mendengarnya. Kami merasa kecewa, karena pria misterius yang ada di dalam mimpi Ani itu belum sepenuhnya jujur kepada kami.
"Nanti saja kita bahas masalah teman kalian yang itu, kita harus pergi secepatnya menuju sumur yang diceritakan Ani untuk menyelamatkan dua teman kalian yang berada di sana, mungkin mereka sedang butuh bantuan kita sekarang" Pak sopir kapal memberikan saran kepada kami.
Benar juga kata beliau, daripada kami sibuk memikirkan masalah tersebut, lebih baik kami mulai bergerak untuk menyelamatkan yang ada terlebih dahulu, mana tahu nanti setelah dua orang teman kami itu ditemukan maka pria itu akan kembali lagi ke dalam mimpi Ani untuk menunjukkan jalan agar kami bisa menemukan satu teman kami yang lain. Begitulah pikirku.
Setelah berpikir-pikir, kami pun memutuskan untuk menuruti saran dari pak sopir, yaitu pergi menuju sumur yang diceritakan oleh Ani.
Kami mulai berjalan. Melewati hutan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang rindang. Pak sopir dan dua kru kapalnya juga ikut menemani kami. Mereka berada di posisi yang paling belakang. Sementara Ani berada di depan, dia memimpin perjalanan tersebut.
Kali ini rute kami berbeda dari sebelumnya. Sepertinya aku belum pernah melewati jalan tersebut, baik bersama Ani maupun Aldi.
Cukup lama kami berjalan, mungkin sudah menyita waktu hampir sekitar satu jam, kini medan yang kami lewati sedikit mendaki. Untunglah medan tersebut tak begitu lama kami tempuh, karena setelah itu kami menempuh jalan yang menurun.
Cukup lama menyita waktu melewati medan tersebut. Kini kami telah sampai di medan yang datar yang sedikit lembut dan basah. Sepertinya itu adakah sebuah rawa.
"Kemana lagi, Ani?" Aku mengernyitkan dahi. Lelah.
"Itu di atas bukit kecil" Ani mengarahkan telunjuknya ke arah bukit kecil yang tidak terlalu tinggi, bahkan itu sedikit aneh untuk di sebut sebuah bukit. Karena tingginya hanya sekitar 10 meter saja dari tanah yang kami injak. Baiklah, saya akan meneyebutnya sebuah bukit kecil.
Kami semua menoleh ke arah bukit kecil tersebut. Dan kemudian segera berjalan untuk mendekati dan juga mendakinya.
"Lihat... Itu sumurnya di sana!" Ani sedikit berseru riang sambil mengarahkan telunjuknya. Mungkin dia senang karena ternyata mimpinya itu benar, ataukah mungkin karena sebentar lagi kami akan bertemu dengan teman kami. Entahlah.
Kami semua ikut menoleh. Dan benar, ada sebuah sumur yang berada di atas bukit kecil tersebut. Ada juga bunga-bunga yang tumbuh di sekitarnya.
"Ayo... Cepat.." Ani sedikit tidak sabar melangkahkan kakinya. Kami semua juga ikut melakukan hal yang sama. Tak butuh waktu lama, kamipun sudah tiba di lokasi.
"Inilah sumur yang aku lihat dalam mimpiku" Ani berdiri dengan wajah kagum di depan mulut sumur. Kami semua juga ikut melongak ke dalam.
Sumur itu bersih sekali. Airnya biru dan jernih. Hingga hampir dari separuh isi di dalamnya dapat terlihat jelas dari atas tempat kami berdiri. Ada begitu banyak ikan di dalam sumur tersebut. Ikan-ikan tersebut sama persis dengan jenis ikan mati yang kami lihat di sumur kemarin.
"Bunga yang mana yang akan kita masukkan ke dalam ini?" Aku memandang satu persatu bunga mawar yang berjajar di tepi sumur. Bertanya kepada Ani. Semua yang mendengarnya juga ikut menoleh. Termasuk Ani dan Aldi.
"Ambil dua tangkai saja bunganya, Ani. Terserah kau mau mengambil yang mana" Ani melihat ke arahku. Dan kemudian berpaling lagi ke dalam sumur.
Aku segera memetik dua tangkai bunga mawar yang paling indah. Baunya wangi menusuk ke dalam hidungku. Aneh sekali, biasanya bunga mawar tidak ada yang sewangi ini, aku bahkan sempat menempelkan hidungku di permukaannya.
"Ayo sini bunganya, Ran" Ani memanggilku sembari mengulurkan tangannya. Aku segera melepaskan bunga tersebut dari hidungku, dan kemudian memberinya kepada Ani.
Ani segera meraihnya. Dan kemudian mulai menarik dan melepaskan satu persatu bunga itu dari tangkainya, dan menaburkannya ke dalam sumur. Ani nampak berhati-hati sekali melakukan hal tersebut.
Kami semua terdiam melihat hal tersebut, seolah-olah juga ikut fokus dan berhati-hati melihat Ani melakukannya. Ani melakukannya dengan pelan dan perlahan.
Satu tangkai bunga sudah Ani taburkan ke dalam sumur. Kini dia sedang bersiap-siap untuk melakukan hal yang selanjutnya. Namun tiba-tiba Pak sopir kapal bertanya kepada Ani.
"Kenapa hanya dua tangkai saja? Kenapa bukan tiga? Teman kaliankan ada tiga orang?" Beliau masih menatap dengan separuh muka penasaran kepada Ani.
Ani menghentikan pekerjaannya, dia segera memalingkan wajahnya ke arah pak sopir.
"Aku hanya mengikuti petunjuk pria yang berbaju putih dalam mimpiku, dia hanya menyuruhku untuk menaburkan dua tangkai bunga, aku takut jika nanti aku melanggarnya maka semuanya akan gagal dan sia-sia" Ani menjawabnya dengan nada pelan. Dan kemudian melanjutkan pekerjaannya lagi.
Mendengar hal tersebut, pak sopir-pun terdiam sambil mengangguk. Sepertinya beliau sudah paham.
Satu persatu, sedikit demi sedikit. Akhirnya bunga yang kedua itupun habis ditaburkan oleh Ani ke dalam sumur tersebut. Setelah itu kami mulai bersiap-siap untuk mundur kebelakang. Menyingkir dari sumur.
Kami berjalan sedikit ke bawah bukit, dan bersembunyi di sana untuk menunggu selama beberapa saat. Jarak kami dengan sumur tersebut hanya terpaut sekitar 20 hingga 30 meter.
Di sana kami bersembunyi di balik semak-semak belukar tipis yang setinggi 2 meter. Kami sengaja diam di sana untuk bersiap-siap mendengarkan bunyi air dari dalam sumur. Namun suara itu belum juga muncul setelah hampir satu jam kami berada di sana.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore. Langit masih terang, tidak ada embun hitam yang bertengger di atas sana. Hari masih cerah.
Tidak ada suara yang terdengar selain daripada bunyi deru angin yang menghempas dedaunan. Burung-burung tampak sepi tanpa ada suara mereka yang terdengar berkicau. Sunyi. Kami duduk ke arah posisi bawah bukit. Ke rawa yang berada di bawah sana.
Tiba-tiba Aldi menempelkan jemari telunjuk ke hidungnya, sambil berdesis.
"Sssttt......"
Aldi berkata pada kami dengan berbisik.
"Aku mendengar bunyi sesuatu dari sumur itu, coba dengarkan baik-baik..." Aldi menatap penasaran ke wajah kami semua. Mendengar kata Aldi, kami semua langsung menoleh dan memasang telinga untuk menyelidik.
"Benar... Ada suara air dari sumur" Aku hampir saja berteriak karena terkejut mendengarnya. Untung saja aku cepat-cepat menutup mulut untuk menahannya.
Ani langsung menegurku agar jangan bersuara terlalu keras. Dia juga menegur Pak sopir kapal dan kami semua agar jangan menoleh ke arah sana sebelum suara itu benar-benar terdengar lebih kencang dan nyata. Kami semua pun langsung terdiam untuk menuruti kata Ani. Kami segera meamalingkan wajah, dan memasang daun telinga lebar-lebar untuk menyelidik.
Suara itu terdengar semakin jelas di telinga kami. Hingga membuat kami semua saling melirik dan bertanya-tanya dengan ekspresi dan bahasa isyarat yang penuh tanya.
"Itu sudah jelas.... Ayo kita pergi..!" Aku berbisik kepada Ani dan semua yang berada di sana. Mereka semua serentak mengangguk dan setuju dengan ajakanku tersebut. Namun Ani masih menahan kami.
"Tunggu dulu, kita jangan terburu-buru, kita harus sabar sebentar sampai suara itu benar-benar terdengar lebih jelas" Ani memasang wajah penasarannya. Aku tahu dia juga tidak sabar untuk pergi melihatnya, akan tetapi dia memilih untuk bersabar sejenak-sampai suara itu benar-benar jelas terdengar.
Kami semua benar-benar sudah tidak sabar lagi ingin segera pergi menuju sumur tersebut. Bahkan kami semua sampai berkali-kali saling melirik dengan wajah tidak sabar. Aldi bahkan sampai bangun dan kemudian duduk kembali. Dia tampak gelisah dan tidak bisa diam. Sepertinya dia benar-benar ingin segera pergi.
Suara itu terdengar semakin keras. Semakin jelas ditelinga kami semua. Seperti bunyi seseorang yang sedang berenang dan berusaha agar tidak tenggelam lagi ke dalam sumur.
"AYO KITA KE SANA, SEKARAANGG...!"
Ani berseru dari tempat duduknya dan kemudian bangun seketika itu juga. Saat itulah kami semua langsung berlari ke arah sumur itu secara serentak untuk melihatnya.
Aku bahkan sampai terjatuh karena saking tidak sabarnya untuk sampai di sana. Secepat itu pula aku bangun kembali dan berlari mengikuti mereka. Namun aku malah terjatuh lagi ke tanah. Kakiku terasa sakit sekali. Aku tidak bisa lagi berjalan dengan normal.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
Ani terdiam sejenak setelah mendengar pertanyaanku. Begitupun dengan Aldi dan yang lain, tampaknya mereka semua juga sedang bersiap-siap untuk mendengarkan jawaban dari Ani.
Tak lama setelah itu, tiba-tiba Ani menggelengkan kepalanya.
"Entahlah... Aku tidak tahu. Pria itu tidak memberitahuku tentang hal tersebut" Ani memasang muka bingungnya. Dia benar-benar tidak tahu tentang hal tersebut.
Kami semua langsung terdiam setelah mendengarnya. Kami merasa kecewa, karena pria misterius yang ada di dalam mimpi Ani itu belum sepenuhnya jujur kepada kami.
"Nanti saja kita bahas masalah teman kalian yang itu, kita harus pergi secepatnya menuju sumur yang diceritakan Ani untuk menyelamatkan dua teman kalian yang berada di sana, mungkin mereka sedang butuh bantuan kita sekarang" Pak sopir kapal memberikan saran kepada kami.
Benar juga kata beliau, daripada kami sibuk memikirkan masalah tersebut, lebih baik kami mulai bergerak untuk menyelamatkan yang ada terlebih dahulu, mana tahu nanti setelah dua orang teman kami itu ditemukan maka pria itu akan kembali lagi ke dalam mimpi Ani untuk menunjukkan jalan agar kami bisa menemukan satu teman kami yang lain. Begitulah pikirku.
Setelah berpikir-pikir, kami pun memutuskan untuk menuruti saran dari pak sopir, yaitu pergi menuju sumur yang diceritakan oleh Ani.
Kami mulai berjalan. Melewati hutan yang ditumbuhi oleh pohon-pohon yang rindang. Pak sopir dan dua kru kapalnya juga ikut menemani kami. Mereka berada di posisi yang paling belakang. Sementara Ani berada di depan, dia memimpin perjalanan tersebut.
Kali ini rute kami berbeda dari sebelumnya. Sepertinya aku belum pernah melewati jalan tersebut, baik bersama Ani maupun Aldi.
Cukup lama kami berjalan, mungkin sudah menyita waktu hampir sekitar satu jam, kini medan yang kami lewati sedikit mendaki. Untunglah medan tersebut tak begitu lama kami tempuh, karena setelah itu kami menempuh jalan yang menurun.
Cukup lama menyita waktu melewati medan tersebut. Kini kami telah sampai di medan yang datar yang sedikit lembut dan basah. Sepertinya itu adakah sebuah rawa.
"Kemana lagi, Ani?" Aku mengernyitkan dahi. Lelah.
"Itu di atas bukit kecil" Ani mengarahkan telunjuknya ke arah bukit kecil yang tidak terlalu tinggi, bahkan itu sedikit aneh untuk di sebut sebuah bukit. Karena tingginya hanya sekitar 10 meter saja dari tanah yang kami injak. Baiklah, saya akan meneyebutnya sebuah bukit kecil.
Kami semua menoleh ke arah bukit kecil tersebut. Dan kemudian segera berjalan untuk mendekati dan juga mendakinya.
"Lihat... Itu sumurnya di sana!" Ani sedikit berseru riang sambil mengarahkan telunjuknya. Mungkin dia senang karena ternyata mimpinya itu benar, ataukah mungkin karena sebentar lagi kami akan bertemu dengan teman kami. Entahlah.
Kami semua ikut menoleh. Dan benar, ada sebuah sumur yang berada di atas bukit kecil tersebut. Ada juga bunga-bunga yang tumbuh di sekitarnya.
"Ayo... Cepat.." Ani sedikit tidak sabar melangkahkan kakinya. Kami semua juga ikut melakukan hal yang sama. Tak butuh waktu lama, kamipun sudah tiba di lokasi.
"Inilah sumur yang aku lihat dalam mimpiku" Ani berdiri dengan wajah kagum di depan mulut sumur. Kami semua juga ikut melongak ke dalam.
Sumur itu bersih sekali. Airnya biru dan jernih. Hingga hampir dari separuh isi di dalamnya dapat terlihat jelas dari atas tempat kami berdiri. Ada begitu banyak ikan di dalam sumur tersebut. Ikan-ikan tersebut sama persis dengan jenis ikan mati yang kami lihat di sumur kemarin.
"Bunga yang mana yang akan kita masukkan ke dalam ini?" Aku memandang satu persatu bunga mawar yang berjajar di tepi sumur. Bertanya kepada Ani. Semua yang mendengarnya juga ikut menoleh. Termasuk Ani dan Aldi.
"Ambil dua tangkai saja bunganya, Ani. Terserah kau mau mengambil yang mana" Ani melihat ke arahku. Dan kemudian berpaling lagi ke dalam sumur.
Aku segera memetik dua tangkai bunga mawar yang paling indah. Baunya wangi menusuk ke dalam hidungku. Aneh sekali, biasanya bunga mawar tidak ada yang sewangi ini, aku bahkan sempat menempelkan hidungku di permukaannya.
"Ayo sini bunganya, Ran" Ani memanggilku sembari mengulurkan tangannya. Aku segera melepaskan bunga tersebut dari hidungku, dan kemudian memberinya kepada Ani.
Ani segera meraihnya. Dan kemudian mulai menarik dan melepaskan satu persatu bunga itu dari tangkainya, dan menaburkannya ke dalam sumur. Ani nampak berhati-hati sekali melakukan hal tersebut.
Kami semua terdiam melihat hal tersebut, seolah-olah juga ikut fokus dan berhati-hati melihat Ani melakukannya. Ani melakukannya dengan pelan dan perlahan.
Satu tangkai bunga sudah Ani taburkan ke dalam sumur. Kini dia sedang bersiap-siap untuk melakukan hal yang selanjutnya. Namun tiba-tiba Pak sopir kapal bertanya kepada Ani.
"Kenapa hanya dua tangkai saja? Kenapa bukan tiga? Teman kaliankan ada tiga orang?" Beliau masih menatap dengan separuh muka penasaran kepada Ani.
Ani menghentikan pekerjaannya, dia segera memalingkan wajahnya ke arah pak sopir.
"Aku hanya mengikuti petunjuk pria yang berbaju putih dalam mimpiku, dia hanya menyuruhku untuk menaburkan dua tangkai bunga, aku takut jika nanti aku melanggarnya maka semuanya akan gagal dan sia-sia" Ani menjawabnya dengan nada pelan. Dan kemudian melanjutkan pekerjaannya lagi.
Mendengar hal tersebut, pak sopir-pun terdiam sambil mengangguk. Sepertinya beliau sudah paham.
Satu persatu, sedikit demi sedikit. Akhirnya bunga yang kedua itupun habis ditaburkan oleh Ani ke dalam sumur tersebut. Setelah itu kami mulai bersiap-siap untuk mundur kebelakang. Menyingkir dari sumur.
Kami berjalan sedikit ke bawah bukit, dan bersembunyi di sana untuk menunggu selama beberapa saat. Jarak kami dengan sumur tersebut hanya terpaut sekitar 20 hingga 30 meter.
Di sana kami bersembunyi di balik semak-semak belukar tipis yang setinggi 2 meter. Kami sengaja diam di sana untuk bersiap-siap mendengarkan bunyi air dari dalam sumur. Namun suara itu belum juga muncul setelah hampir satu jam kami berada di sana.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 5 sore. Langit masih terang, tidak ada embun hitam yang bertengger di atas sana. Hari masih cerah.
Tidak ada suara yang terdengar selain daripada bunyi deru angin yang menghempas dedaunan. Burung-burung tampak sepi tanpa ada suara mereka yang terdengar berkicau. Sunyi. Kami duduk ke arah posisi bawah bukit. Ke rawa yang berada di bawah sana.
Tiba-tiba Aldi menempelkan jemari telunjuk ke hidungnya, sambil berdesis.
"Sssttt......"
Aldi berkata pada kami dengan berbisik.
"Aku mendengar bunyi sesuatu dari sumur itu, coba dengarkan baik-baik..." Aldi menatap penasaran ke wajah kami semua. Mendengar kata Aldi, kami semua langsung menoleh dan memasang telinga untuk menyelidik.
"Benar... Ada suara air dari sumur" Aku hampir saja berteriak karena terkejut mendengarnya. Untung saja aku cepat-cepat menutup mulut untuk menahannya.
Ani langsung menegurku agar jangan bersuara terlalu keras. Dia juga menegur Pak sopir kapal dan kami semua agar jangan menoleh ke arah sana sebelum suara itu benar-benar terdengar lebih kencang dan nyata. Kami semua pun langsung terdiam untuk menuruti kata Ani. Kami segera meamalingkan wajah, dan memasang daun telinga lebar-lebar untuk menyelidik.
Suara itu terdengar semakin jelas di telinga kami. Hingga membuat kami semua saling melirik dan bertanya-tanya dengan ekspresi dan bahasa isyarat yang penuh tanya.
"Itu sudah jelas.... Ayo kita pergi..!" Aku berbisik kepada Ani dan semua yang berada di sana. Mereka semua serentak mengangguk dan setuju dengan ajakanku tersebut. Namun Ani masih menahan kami.
"Tunggu dulu, kita jangan terburu-buru, kita harus sabar sebentar sampai suara itu benar-benar terdengar lebih jelas" Ani memasang wajah penasarannya. Aku tahu dia juga tidak sabar untuk pergi melihatnya, akan tetapi dia memilih untuk bersabar sejenak-sampai suara itu benar-benar jelas terdengar.
Kami semua benar-benar sudah tidak sabar lagi ingin segera pergi menuju sumur tersebut. Bahkan kami semua sampai berkali-kali saling melirik dengan wajah tidak sabar. Aldi bahkan sampai bangun dan kemudian duduk kembali. Dia tampak gelisah dan tidak bisa diam. Sepertinya dia benar-benar ingin segera pergi.
Suara itu terdengar semakin keras. Semakin jelas ditelinga kami semua. Seperti bunyi seseorang yang sedang berenang dan berusaha agar tidak tenggelam lagi ke dalam sumur.
"AYO KITA KE SANA, SEKARAANGG...!"
Ani berseru dari tempat duduknya dan kemudian bangun seketika itu juga. Saat itulah kami semua langsung berlari ke arah sumur itu secara serentak untuk melihatnya.
Aku bahkan sampai terjatuh karena saking tidak sabarnya untuk sampai di sana. Secepat itu pula aku bangun kembali dan berlari mengikuti mereka. Namun aku malah terjatuh lagi ke tanah. Kakiku terasa sakit sekali. Aku tidak bisa lagi berjalan dengan normal.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
Comments
Post a Comment