PULAU HANTU PART 7
PART 7
Jam sudah hampir pukul 6 pagi. Kami segera bergegas menyiapkan sarapan, rencananya setelah itu kami akan pergi mencari tempat bunga mawar yang di maksud di dalam mimpi Ani. Sekalian juga pergi mencari teman-teman kami yang sampai sekarang belum juga kembali.
Matahari sudah terbit. Perlahan-lahan ia mulai bergerak pelan naik ke langit.
Itu adalah hari yang ketiga kami berada di sana.
Dalam pukul 7 pagi kami sudah mulai berjalan memasuki hutan. Sebelum berjalan lebih jauh ke dalam hutan, Aldi membawa kami ke tempat ia menemani Abin di malam itu.
Kami menemukan sebuah sumur yang se ukuran 4 meter persegi. Sumur itu sudah semak di tumbuhi oleh rumput-rumput liar. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa di tempat itu ada sebuah sumur. Siapakah yang membuatnya? Begitulah pertanyaan yang muncul di dalam hatiku.
Namun itu belum seberapa, ternyata ada yang lebih aneh dari hal tersebut.
"Lihat itu! Ikan-ikannya mati semua" Aldi bahkan sampai mengangkat salah satu tubuh ikan yang mengapung di sumur.
Jumlahnya mencapai puluhan ekor. Ikan-ikan tersebut berwarna-warni. Ukurannya hanya sebesar dua jari. Akan tetapi bentuknya sangat unik. Aku belum pernah melihat ikan tersebut sebelumnya. Aku tidak tahu apakah nama dari ikan tersebut.
"Benar, mimpi Ani memang benar. Ikan-ikan ini sebagai buktinya bahwa air sumur yang nereka anggap suci ini sudah tercemar dan kotor." Aldi tiba-tiba berbicara sendiri membenarkan mimpi Ani. Aku hanya mengangguk ikut takjub.
Tak lama kemudian, kami segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan.
Pulau itu cukup besar, jika kita ingin menembus hutan dari sisi pantai utara menuju pantai yang ada di selatan, maka akan menghabiskan waktu sekitar 4 jam perjalanan. Cukup besar bukan?
Aldi memimpin perjalanan.
Pohon-pohon raksasa tumbuh di sepanjang jalan. Daun-daunnya yang rindang membuat cahaya matahari terhalang sampai ke tanah. Burung-burung ribut saling berkicau menyambut pagi.
Hutan yang ada di pulau itu begitu lebat dan indah jika di lihat pada siang hari. Namun pada waktu malam hari jangan salah, tempat ini mendadak berubah menjadi tempat yang suram dan menyeramkan. Ada begitu banyak keanehan disini.
"Coba periksa hp mu , Ani. Mana tau udah ada sinyalnya" Aku berkata pada Ani yang berjalan di depanku.
Ani kemudian menggaruk saku celananya, dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Setelah beberapa detik kemudian, dia pun menjawab perkataanku.
"Gak ada" Ani kembali menyimpan ponselnya.
"Kita cari aja tempat yang agak tinggi, mana tau nanti kita akan dapat keberuntungan dengan sinyal yang bagus" Begitu kata Aldi setelah mendengar nada bicara Ani yang sedikit kesal dengan jaringan ponselnya yang masih kosong.
Kami terus melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, kami pun bertemu dengan anak sungai yang tidak terlalu besar, namun airnya cukup deras mengalir. Kami berhenti di sana selama beberapa menit.
"Sepertinya tidak lama lagi kita akan sampai di tempat tersebut" Tiba-tiba Ani berbicara sendiri di depan. Kali ini dia yang memimpin perjalanan. Aku sedikit lega mendengarnya. Karena aku sudah cukup lelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari pantai. Kami sudah hampir 3 jam berjalan kaki.
Tiba-tiba kami menemukan sesuatu di jalan.
"Hey, inikan sandalnya Mela?" Aldi mengangkat benda itu ke arah kami. Aku langsung menoleh untuk menyelidik.
"Ya ampunn, iya, itu punya Mela" Aku menjawab dengan nada yang sedikit kaget.
"Itu ada lagi!" Ani mengarahkan telunjuknya ke arah beberapa meter di depan. Aku dan Aldi sontak menoleh.
Ya ampun. Aku kaget dan juga heran. Entah kenapa Mela meninggalkan kedua sandalnya di jalan. Apakah gang sedang terjadi? Begitulah pertanyaanku dalam hati.
"Sepertinya dia tidak sengaja menjatuhkan nya di jalan. Dan aku rasa Mela pasti sedang panik, sehingga dia tidak sadar sampai menjatuhkan sandalnya" Aldi berkata seperti gaya polisi yang menyelidiki kasus pembunuhan. Ia terlihat begitu yakin dengan dugaannya.
"MELAA...
"RAYSAA...
Aku berteriak memanggil mereka. Semoga saja mereka bisa mendengar suaraku. Aldi juga turut memanggil, namun tidak ada juga yang menjawabnya.
"Sepertinya mereka sudah tertangkap, ayo cepat kita cari tempat bunga mawarnya" Ani segera kembali bergegas memimpin perjalanan. Perjalanan kembali di lanjutkan.
Beberapa lama kemudian, kami tiba di sebuah tebing yang setinggi 6 meter.
"Kita akan pergi ke arah sana" Ani segera berbelok ke arah kiri, dan kemudian lurus berjalan. Aku dan Aldi hanya diam. Kami segera mengekor dari belakang.
Kami tiba di sebuah lereng bukit. Dari sisi kanan dan kiri terdapat dua bukit batu yang cukup tinggi. Untuk naik dan mencari sinyal ponsel ke atas sana, sepertinya kami harus berpikir dua kali. Karena batu-batunya sangat terjal dan nampak begitu tajam. Kamipun memutuskan untuk mengurung niat memanjatnya.
Di sana banyak pohon-pohon beringin besar yang tumbuh di sepanjang jalan. Pohon-pohon beringin itu sudah di tumbuhi oleh benalu-benalu yang akarnya saling menjeluntai. Pemandangan itu cukup mengerikan.
Tiba-tiba muncullah beberapa ekor beruk yang cukup besar. Beruk-beruk tersebut hanya menatap kami dari atas pohon. Tingkah mereka aneh sekali. Mereka mengikuti kami kemanapun kami pergi. Yang lebih anehnya lagi, beruk-beruk tersebut tidak bersuara sedikitpun. Aku mulai merasa takut.
"Ani, apakah kita gak salah arah?" Aku bertanya dengan nada yang separuh ragu.
Ani menggelengkan kepalanya. Seakan yakin dan mantap dengan arah tersebut. Sedangkan Aldi sibuk mengusir beruk-beruk aneh yang bertengger di atas pohon-pohon beringin.
Kami terus berjalan melewati pohon-pohon beringin tersebut dengan hati yang separuh takut dan ragu. Hingga akhirnya kamipun berhasil melaluinya dengan selamat tanpa gangguan sedikitpun oleh beruk-beruk aneh tersebut.
"Waw, indah sekali tempat ini" Aku tersenyum kagum ketika melihat hamparan taman bunga kecil yang indah.
Di sana terdapat cukup banyak jenis bunga. Seperti anggrek, reflesia, dan banyak lagi yang lainnya. Luas taman itu tak terlalu besar, mungkin hanya berukuran seluas separuh lapangan bola kaki.
"Apakah disini tempatnya?" Aldi bertanya separuh menyelidik kepada Ani.
Ani terdiam sesaat seperti orang yang sedang berpikir untuk mengingat sesuatu.
"Bukan, disana?" Ani mengarahkan telunjuknya ke ujung taman. Sepertinya arah tangan Ani melewati taman tersebut. Akan tetapi itu tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar 100 meter di depan sana.
"Kalian tunggu di sini, biar aku sendiri yang akan mengambilnya" Begitu kata Ani kepada kami.
"Loh, kok gitu? Kami ikut juga, nanti kamu kenapa-kenapa gimana?" Aku sedikit memprotes karena tidak setuju dengan kata Ani. Begitupun Aldi, dia bahkan tampak sempat menaikkan alis matanya, sedikit terkejut.
"Ranti, Aldi. Kalian gak usah khawatir, aku punya benda ini" Ani mengeluarkan benda kecil dari saku celananya.
"Benda ini di kasih oleh pria yang berjubah putih dalam mimpiku tadi malam. Sebaiknya kalian jangan ikut, karena kalian gak punya ini, aku takut kalian kenapa-kenapa nanti kalau ikut ke sana" Ani menjelaskan semuanya dengan begitu serius, karena dia tidak bermaksud untuk meninggalkan kami di sana.
Kamipun tidak bisa berbuat banyak selain dari pada menuruti kata Ani. Karena dialah satu-satunya jalan agar kami semua bisa pergi dari pulau tersebut.
"Kalian tunggu aja di sini ya, jangan kemana-mana sebelum aku kembali" Ani memelukku dan kemudian pamit pergi meninggalkan aku dan Aldi.
Dia mulai berjalan melewati taman bunga itu perlahan demi perlahan. Hingga akhirnya dia pun menghilang di balik semak-semak yang berada di ujung taman. Kini, tinggal aku dan Aldi yang duduk manis di hamparan bunga-bunga yang indah.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
Jam sudah hampir pukul 6 pagi. Kami segera bergegas menyiapkan sarapan, rencananya setelah itu kami akan pergi mencari tempat bunga mawar yang di maksud di dalam mimpi Ani. Sekalian juga pergi mencari teman-teman kami yang sampai sekarang belum juga kembali.
Matahari sudah terbit. Perlahan-lahan ia mulai bergerak pelan naik ke langit.
Itu adalah hari yang ketiga kami berada di sana.
Dalam pukul 7 pagi kami sudah mulai berjalan memasuki hutan. Sebelum berjalan lebih jauh ke dalam hutan, Aldi membawa kami ke tempat ia menemani Abin di malam itu.
Kami menemukan sebuah sumur yang se ukuran 4 meter persegi. Sumur itu sudah semak di tumbuhi oleh rumput-rumput liar. Aku benar-benar tidak menyangka bahwa di tempat itu ada sebuah sumur. Siapakah yang membuatnya? Begitulah pertanyaan yang muncul di dalam hatiku.
Namun itu belum seberapa, ternyata ada yang lebih aneh dari hal tersebut.
"Lihat itu! Ikan-ikannya mati semua" Aldi bahkan sampai mengangkat salah satu tubuh ikan yang mengapung di sumur.
Jumlahnya mencapai puluhan ekor. Ikan-ikan tersebut berwarna-warni. Ukurannya hanya sebesar dua jari. Akan tetapi bentuknya sangat unik. Aku belum pernah melihat ikan tersebut sebelumnya. Aku tidak tahu apakah nama dari ikan tersebut.
"Benar, mimpi Ani memang benar. Ikan-ikan ini sebagai buktinya bahwa air sumur yang nereka anggap suci ini sudah tercemar dan kotor." Aldi tiba-tiba berbicara sendiri membenarkan mimpi Ani. Aku hanya mengangguk ikut takjub.
Tak lama kemudian, kami segera bergegas untuk melanjutkan perjalanan.
Pulau itu cukup besar, jika kita ingin menembus hutan dari sisi pantai utara menuju pantai yang ada di selatan, maka akan menghabiskan waktu sekitar 4 jam perjalanan. Cukup besar bukan?
Aldi memimpin perjalanan.
Pohon-pohon raksasa tumbuh di sepanjang jalan. Daun-daunnya yang rindang membuat cahaya matahari terhalang sampai ke tanah. Burung-burung ribut saling berkicau menyambut pagi.
Hutan yang ada di pulau itu begitu lebat dan indah jika di lihat pada siang hari. Namun pada waktu malam hari jangan salah, tempat ini mendadak berubah menjadi tempat yang suram dan menyeramkan. Ada begitu banyak keanehan disini.
"Coba periksa hp mu , Ani. Mana tau udah ada sinyalnya" Aku berkata pada Ani yang berjalan di depanku.
Ani kemudian menggaruk saku celananya, dan kemudian mengeluarkan ponselnya. Setelah beberapa detik kemudian, dia pun menjawab perkataanku.
"Gak ada" Ani kembali menyimpan ponselnya.
"Kita cari aja tempat yang agak tinggi, mana tau nanti kita akan dapat keberuntungan dengan sinyal yang bagus" Begitu kata Aldi setelah mendengar nada bicara Ani yang sedikit kesal dengan jaringan ponselnya yang masih kosong.
Kami terus melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian, kami pun bertemu dengan anak sungai yang tidak terlalu besar, namun airnya cukup deras mengalir. Kami berhenti di sana selama beberapa menit.
"Sepertinya tidak lama lagi kita akan sampai di tempat tersebut" Tiba-tiba Ani berbicara sendiri di depan. Kali ini dia yang memimpin perjalanan. Aku sedikit lega mendengarnya. Karena aku sudah cukup lelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari pantai. Kami sudah hampir 3 jam berjalan kaki.
Tiba-tiba kami menemukan sesuatu di jalan.
"Hey, inikan sandalnya Mela?" Aldi mengangkat benda itu ke arah kami. Aku langsung menoleh untuk menyelidik.
"Ya ampunn, iya, itu punya Mela" Aku menjawab dengan nada yang sedikit kaget.
"Itu ada lagi!" Ani mengarahkan telunjuknya ke arah beberapa meter di depan. Aku dan Aldi sontak menoleh.
Ya ampun. Aku kaget dan juga heran. Entah kenapa Mela meninggalkan kedua sandalnya di jalan. Apakah gang sedang terjadi? Begitulah pertanyaanku dalam hati.
"Sepertinya dia tidak sengaja menjatuhkan nya di jalan. Dan aku rasa Mela pasti sedang panik, sehingga dia tidak sadar sampai menjatuhkan sandalnya" Aldi berkata seperti gaya polisi yang menyelidiki kasus pembunuhan. Ia terlihat begitu yakin dengan dugaannya.
"MELAA...
"RAYSAA...
Aku berteriak memanggil mereka. Semoga saja mereka bisa mendengar suaraku. Aldi juga turut memanggil, namun tidak ada juga yang menjawabnya.
"Sepertinya mereka sudah tertangkap, ayo cepat kita cari tempat bunga mawarnya" Ani segera kembali bergegas memimpin perjalanan. Perjalanan kembali di lanjutkan.
Beberapa lama kemudian, kami tiba di sebuah tebing yang setinggi 6 meter.
"Kita akan pergi ke arah sana" Ani segera berbelok ke arah kiri, dan kemudian lurus berjalan. Aku dan Aldi hanya diam. Kami segera mengekor dari belakang.
Kami tiba di sebuah lereng bukit. Dari sisi kanan dan kiri terdapat dua bukit batu yang cukup tinggi. Untuk naik dan mencari sinyal ponsel ke atas sana, sepertinya kami harus berpikir dua kali. Karena batu-batunya sangat terjal dan nampak begitu tajam. Kamipun memutuskan untuk mengurung niat memanjatnya.
Di sana banyak pohon-pohon beringin besar yang tumbuh di sepanjang jalan. Pohon-pohon beringin itu sudah di tumbuhi oleh benalu-benalu yang akarnya saling menjeluntai. Pemandangan itu cukup mengerikan.
Tiba-tiba muncullah beberapa ekor beruk yang cukup besar. Beruk-beruk tersebut hanya menatap kami dari atas pohon. Tingkah mereka aneh sekali. Mereka mengikuti kami kemanapun kami pergi. Yang lebih anehnya lagi, beruk-beruk tersebut tidak bersuara sedikitpun. Aku mulai merasa takut.
"Ani, apakah kita gak salah arah?" Aku bertanya dengan nada yang separuh ragu.
Ani menggelengkan kepalanya. Seakan yakin dan mantap dengan arah tersebut. Sedangkan Aldi sibuk mengusir beruk-beruk aneh yang bertengger di atas pohon-pohon beringin.
Kami terus berjalan melewati pohon-pohon beringin tersebut dengan hati yang separuh takut dan ragu. Hingga akhirnya kamipun berhasil melaluinya dengan selamat tanpa gangguan sedikitpun oleh beruk-beruk aneh tersebut.
"Waw, indah sekali tempat ini" Aku tersenyum kagum ketika melihat hamparan taman bunga kecil yang indah.
Di sana terdapat cukup banyak jenis bunga. Seperti anggrek, reflesia, dan banyak lagi yang lainnya. Luas taman itu tak terlalu besar, mungkin hanya berukuran seluas separuh lapangan bola kaki.
"Apakah disini tempatnya?" Aldi bertanya separuh menyelidik kepada Ani.
Ani terdiam sesaat seperti orang yang sedang berpikir untuk mengingat sesuatu.
"Bukan, disana?" Ani mengarahkan telunjuknya ke ujung taman. Sepertinya arah tangan Ani melewati taman tersebut. Akan tetapi itu tidak terlalu jauh. Mungkin hanya sekitar 100 meter di depan sana.
"Kalian tunggu di sini, biar aku sendiri yang akan mengambilnya" Begitu kata Ani kepada kami.
"Loh, kok gitu? Kami ikut juga, nanti kamu kenapa-kenapa gimana?" Aku sedikit memprotes karena tidak setuju dengan kata Ani. Begitupun Aldi, dia bahkan tampak sempat menaikkan alis matanya, sedikit terkejut.
"Ranti, Aldi. Kalian gak usah khawatir, aku punya benda ini" Ani mengeluarkan benda kecil dari saku celananya.
"Benda ini di kasih oleh pria yang berjubah putih dalam mimpiku tadi malam. Sebaiknya kalian jangan ikut, karena kalian gak punya ini, aku takut kalian kenapa-kenapa nanti kalau ikut ke sana" Ani menjelaskan semuanya dengan begitu serius, karena dia tidak bermaksud untuk meninggalkan kami di sana.
Kamipun tidak bisa berbuat banyak selain dari pada menuruti kata Ani. Karena dialah satu-satunya jalan agar kami semua bisa pergi dari pulau tersebut.
"Kalian tunggu aja di sini ya, jangan kemana-mana sebelum aku kembali" Ani memelukku dan kemudian pamit pergi meninggalkan aku dan Aldi.
Dia mulai berjalan melewati taman bunga itu perlahan demi perlahan. Hingga akhirnya dia pun menghilang di balik semak-semak yang berada di ujung taman. Kini, tinggal aku dan Aldi yang duduk manis di hamparan bunga-bunga yang indah.
>>BACA KELANJUTAN CERITANYA
PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13
>> CERITA LAINNYA
Comments
Post a Comment