PULAU HANTU PART 3



PART 3



Kami menarik diri ke belakang.

Tiba-tiba kami mendengar ada bunyi suara orang yang mendayu-dayu entah dari mana asalnya. Suara itu terdengar seolah memanggil kami. Kami benar benar takut.

Tidak lama kemudian, suara itu tiba-tiba lenyap entah kemana. Kami kembali berjalan untuk menuju pantai.

Gerimis semakin tipis, namun kabut masih juga tak mau beranjak.

Rasanya sudah begitu jauh kami berjalan menempuh hutan, akan tetapi kami belum juga sampai di bibir pantai. Kadang aku ragu, apakah arah yang kami tempuh itu sudah benar? Dan ataukah salah. Itulah yang membuatku ragu. Aku tidak menyangka, pulau yang kusangka kecil dari atas kapal kemarin ternyata ukuran nya luas sekali.

Kelelawar bergantungan di pohon-pohon. Mereka tidak bergerak sedikitpun, seolah mematung, terlihat seperti mereka tengah memperhatikan gerak kami yang berada di bawah.

Tak lama kemudian, terdengar lagi suara yang sangat menyeramkan. Suara itu memanggil nama kami satu persatu. Kedengarannya buruk sekali. Mengerikan di telinga.

Kami berempat langsung berpelukan. Menangis ketakutan sebagaimana biasanya sikap wanita yang sedang takut. Suara itu terdengar dari segala arah. Kedengarannya seperti terkurung di ruangan, lalu ada satu suara besar yang menggema menyebut nama kami satu persatu.

Kami semua menjadi panik. Lalu berlari tidak karuan entah kemana. Aku berlari mengikuti Ani yang berlari ke arah kanan, sedangkan Mela dan Raysa malah berlari ke arah yang berbeda. Mereka berdua terpisah satu sama lain.

"ANIII.....! Tungguuuuu! Aku berteriak memanggilnya yang berjarak dalam 10 meter di depanku. Namun dia tidak menghiraukannya. Dia terus berlari menembus gelap, dan aku juga tidak mau ketinggalan di belakang.

Sekitar 30 menit berlari tanpa henti mengikuti Ani, akhirnya kamipun tiba di pantai. Aku langsung memeluk tubuhnya dari belakang untuk menenangkannya yang masih panik dan takut.

"Tenang, Ani, ini aku.. ini aku" Aku masih tak mau melepaskan tanganku dari belakang. Hingga akhirnya dia pun menjadi tenang kembali. Kami duduk di pasir sekitar belasan menit untuk mengatur nafas. Beristirahat dan menenangkan diri.

Setelah itu, kami memutuskan untuk kembali menuju tenda. Akan tetapi, sepertinya kami berada di sisi pantai yang salah, karena kami tidak bisa menemukan tenda kami.

Kami memutuskan untuk terus berjalan menyusuri pantai di pulau tersebut. Gerimis sudah reda. Akan tetapi ombak terdengar berisik menghempas pantai.

Untung saja senterku ini menempel di kepala, jika saja tadi senterku ini berada di tangan, pasti dia sudah menghilang dan melayang entah kemana. Dengan menggunakan senter itulah kami berjalan di sepanjang pantai untuk mencari tenda kami yang entah dimana keberadaannya.

"Bagaimana menurutmu dengan mereka? Apakah mereka akan selamat?" Ani tiba-tiba memberiku pertanyaan yang sedikit aneh menurutku.
"Iya, tentu saja mereka akan selamat" Begitu jawabku.

"Tidak, mereka semua akan tewas, kecuali satu orang" Begitu tutur Ani padaku lagi. "Kamu jangan ngomong seenak jidat, Ani, mereka itu teman-teman kita, loh. Kita jangan berpikir yang tidak-tidak seperti itu" Begitu balasku dengan nada yang separuh kesal.

"Baiklah jika kamu gak percaya, Ran" Begitu jawab Ani pelan.

"Kamu tahu gak? Semalam aku mimpi buruk, mimpi itu jelas dan nyata" Ani tiba-tiba lagi mengeluarkan kalimat yang aneh padaku yang sedang berjalan di sampingnya.

"Mimpi? Mimpi itu bunga tidur, Ani. Kamu jangan bertingkah aneh dalam keadaan yang kalut seperti ini" Aku sedikit mencemoohnya. Hari-hari gini masih aja percaya mimpi. Kuno, begitulah menurutku.

"Ran, aku serius, mimpiku itu beneran nyata" Ani masih protes mengenai mimpi anehnya itu yang ku anggap remeh seperti lelucon.

"Kamu tau gak, Ran? Tadi aku mimpi Aldi pergi nemanin Abin buang hajat di hutan, lalu Abin sepertinya tidak sengaja, dia malah membuang hajatnya di tempat yang salah"

"Aku juga melihat Abin berlari ketakutan karena di kejar oleh makhluk ghaib, lalu dia berlari ke hutan, dan akhirnya dia meninggal dalam ke adaan jantung yang hilang" Ani menatapku dengan tatapan tajam bernuansa horor.

Bukan main kagetnya aku setelah mendengar penjelasannya tersebut. Karena mimpinya itu sangat jelas dan nyata terjadi.

"Lalu apalagi yang kamu lihat?" Aku bertanya menyelidik.
"Aku melihat kita berempat berpisah di hutan. Kita berlari bersama, sedangkan Mela dan Raysa menuju arah yang berbeda. Itulah yang membuatku tak peduli dan terus berlari walaupun kau terus memanggilku dari belakang, karena aku tahu kau pasti akan terus mengikuti ku hingga ke pantai, dan di sinilah kita sekarang" Ani menunjukkan tangannya ke sekeliling.

Aku langsung terdiam mendengarnya. Karena semua yang dia lihat di dalam mimpinya itu benar-benar sudah nyata terjadi. Hanya tinggal menunggu kabar Abin. Itulah yang membuatku cemas dan takut.

"Ya udah, jangan dipikirkan lagi, ya, tentang mimpi buruk mu itu, lebih baik kita berdoa saja yang terbaik untuk mereka, ya" Aku berusaha untuk terlihat berani di depan Ani, walau sebenarnya jauh di dalam hatiku ini ada rasa takut dan cemas yang begitu dahsyat.

Ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Kami terus berjalan pelan sambil berpegangan tangan. Di sini kabut tebal tak terlihat sedikitpun.

Sekian jauh berjalan, tiba-tiba pantai pasir yang indah itu berujung buntu dengan bukit batu yang tinggi. Bukit batu itu terlihat kokoh, bebatuannya nampak terjal dan tajam. Sepertinya kami harus mencari jalan lain agar bisa terus melanjutkan perjalanan.

Kami menerawang sekeliling dengan cahaya senterku. Sekitar 100 meter sebelah kiri, ternyata kami menemukan hutan kecil. Sepertinya kami melewati hutan tersebut agar bisa berjalan menuju pantai yang ada di belakang bukit batu ini. Dan tanpa kompromi yang panjang, kami segera menuju hutan tersebut.

Sekitar 20 meter berjalan ke dalam hutan tersebut, kami dapat merasakan dengan jelas ada semacam perbedaan aura ataupun suhu udara. Di sana terasa dingin dan juga sunyi. Tidak ada suara yang terdengar, termasuk para jengkrik sekalipun.

Di hutan kecil itu, kami melewati pohon-pohon besar yang ukurannya sudah tak mampu ku peluk. Pohon-pohon itu rindang sekali. Namun yang membuatnya untuk dilihat  adalah akar-akar yang bergelantungan di batang nya. Sekilas terlihat semacam ular yang sedang membelitnya. Seperti nuansa yang sering terlihat di film horor.

"Apapun yang terjadi, tolong kita jangan pernah berpisah seperti Mela dan Raysa" Ani berbisik pelan padaku. Matanya tajam menyorot ke depan.

Aku sedikit heran, Ani yang tadinya begitu penakut dan cengeng-akan tetapi sekarang justru sudah berubah menjadi wanita yang pemberani, bahkan ia justru lebih bernyali dari pada diriku.

Sudah cukup jauh kami berjalan. Kini medan yang kami tempuh adalah tanah yang sedikit berlumpur. Dalam samar aku dapat melihat, di sana banyak sekali genangan-genangan air yang tersebar di tepi-tepi jalan. Seperti rawa.

Tak lama kemudian, tiba-tiba saja aku menjadi kaget. Aku melihat ada sebuah rumah kecil yang terbengkalai, dan sepertinya rumah tersebut sudah lama di tinggalkan. Dari kejauhan, rumah itu terlihat kumuh dan menyeramkan.

"Ani, Lihat, di sana ada rumah" Aku menunjuknya dengan mulut. Ani segera menoleh untuk melihat.
Jarak kami dengan rumah tersebut hanya terpaut sekitar 50 meter di samping kiri kami. Rumah itu tepat berada lurus dari posisi kami saat itu.

"Aku merasakan aura yang tidak baik, Ranti, ayo cepat kita pergi dari hutan ini" Ani sedikit menghuyung tanganku agar cepat pergi dari tempat tersebut.

Aku tak mau protes, tiba-tiba saja aku menjadi tunduk pada semua perintah Ani. Padahal sebelum ini Ani adalah gadis yang penakut, dan dia selalu mengadu dan berlindung padaku. Tapi sekarang justru malah terbalik.

Pada waktu yang bersamaan saat kami baru pergi dalam jarak beberapa meter saja dari tempat pertama kami melihat rumah tersebut, tiba-tiba kami mendengar ada bunyi suara pintu yang digedor dengan begitu keras.

Sontak, kami segera berhenti untuk menoleh.

Bukan main kagetnya aku setelah menoleh. Pada saat itu juga keluar seorang manusia aneh yang berbadan besar. Tinggi pria itu mencapai 2 meter dengan tubuh yang kekar dan tegap. Pria itu tak mau memperlihatkan wajahnya. Dia bersembunyi dari cahaya senterku dengan sepuluh jemarinya. Bajunya lusuh dan kumuh. Kini pria itu tengah berdiri mematung melihat kami dalam jarak kurang lebih 70 meter. Aku tidak tahu pasti.

Ani langsung menarik tanganku dan membawaku berlari secepat mungkin untuk menuju pantai.

Melihat kami melarikan diri, makhluk besar itu langsung berlari mengejar kami. Dia memekik dengan suara yang besar. Sekilas terdengar seperti suara hulk yang memekik.

"AYO CEPAT! JANGAN LIHAT KE BELAKANG! Ani berseru sambil berlari.

Kami terus berlari ke arah depan yang menurut perkiraan kami pada waktu itu akan menuju ke arah pantai.

"HHUUAAAAACCCHHHHRRR..
"HHHUUUUUAAAAAACCCCRRR..
Makhluk itu memekik dari belakang. Bunyinya semakin dekat di belakang kami. Aku menebaknya hanya sekitar 10 meter lagi maka dia akan berhasil menangkap kami berdua.

Kami semakin mempercepat laju. Dalam jarak 10 di depan ada pantai yang terlihat. Tanpa pikir panjang kami segera berlari ke arah sana.

Aku sempat menoleh kebelakang setelah kami baru saja menginjakkan kaki di pantai, makhluk itu punya mata yang merata. Tubuhnya di penuhi luka-luka dan darah.

"Ayo cepat! Cepat! Aku berteriak panik.
"Toloooongg! Toloongg!" Ani juga berteriak tak kalah takut sambil berlari. Kami berhasil sampai di pantai.

Makhluk itu masih tetap mengejar kami di belakang dengan begitu ganasnya. Dia menghancurkan pohon-pohon kecil yang dia lewati dengan tangannya yang besar. Akan tetapi setelah kami keluar dari hutan tersebut, dan berlari dalam jarak sekitar puluhan meter di area pantai, tiba-tiba saja makhluk itu lenyap dan hilang entah kemana.


>> BACA KELANJUTAN CERITANYA

PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9
PART 10
PART 11
PART 12
PART 13


>> CERITA LAINNYA

Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara