Merindukan Rasa Rindu - Part 1
Part 1 : Merindukan rasa Rindu
Semua ini bermula dari sebuah perasaan yang sudah terlalu lama kupendam. Rasa rindu kepada seseorang yang telah lama menghilang dalam diriku ini, saat itu entah mengapa mendadak kurindukan lagi bersama malam demi malam yang selalu aku lalui dengan kesendirian. Entah mengapa, aku tiba-tiba saja merindukan rasa rindu.
Hal itulah yang telah mendorongku untuk melangkah lebih jauh, sampai begitu nekat untuk melakukan sebuah hal yang begitu konyol dan tak pernah kulakukan sebelumnya. Namun, entah mengapa, anehnya hampir satu bulan beruntun hal tersebut pun masih juga tetap aku lakukan walau harus kembali menyesalinya dengan meringkuk, tersenyum-senyum dan bahkan juga mendengus memaki diri di setiap malam sambil membaca ulang pesan-pesan bodoh yang telah ku kirimkan kepada puluhan wanita tersebut.
Entah sudah berapa puluh kali aku mencoba, mulai dari kata; "hai, halo, pagi, siang, malam, cantik, manis, salam kenal, dan bahkan kenalan yuk" , namun semua mantra-mantra sial yang telah kukirim tersebut seakan tidak kunjung juga menunjukkan kesaktiannya. "Sial" ketus ku. Antara kesal dan menyesal. Bikin malu, satupun tidak ada yang memberikan respon. Aku pun kembali tenggelam di dalam harapan yang semu.
Malam itu, sialnya sungguh terasa begitu sunyi. Semua kawan-kawanku satu pun tak ada yang mengangkat telepon. Rasa suntuk mulai menghantuiku. Aku benar-benar kesepian. Tidak ada lagi pilihan lain, untuk yang terakhir kalinya, aku pun kembali melakukan hal bodoh tersebut.
Saat itu, tiba-tiba saja aku teringat dengan wajah seorang wanita cantik yang sering meyambutku dengan senyuman termanisnya setiap kali aku datang ke warung nya untuk mengantarkan barang-barang daganganku. Iya, wanita itu adalah Vita. Entah mengapa tiba-tiba saja aku sangat menyukainya.
Sebenarnya, sejak jauh-jauh hari sebelumnya aku pernah berniat untuk meminta nomor kontaknya itu secara langsung, akan tetapi setelah dipikir-pikir, jika seandainya dia tidak mau memberikan nomornya padaku nanti, tentulah aku akan menjadi malu. Jika aku sudah merasa malu, maka tentulah aku tidak akan berani lagi untuk mengantarkan barang-barang daganganku itu ke warungnya. Dan jika barang-barang ku itu tidak ku antar ke warungnya, tentulah omset penjualanku akan menurun. Itulah masalahnya, aku pun terpaksa mengurungkan niatku tersebut.
Atas masalah itulah kemudian aku pun segera memutar haluan dari rencanaku tersebut. Target pertamaku adalah mendekati teman-temannya dan kemudian meminta kontak Vita kepada mereka. Jika aku gagal, maka aku akan mendekati orang-orang yang mengenal dirinya, terutama adalah mereka yang satu desa dengannya. Benar, itulah yang harus aku lakukan. Aku mulai mengirimkan pesan-pesan mantra mautku itu kepada semua wanita yang ku yakini adalah orang-orang terdekat Vita dan yang mengenalnya.
Aku mengirimkan banyak sekali pesan kepada para wanita tersebut berusaha untuk mengusir rasa kekosonganku. Saat itu, tiba-tiba aku melihat ada sebuah foto seorang wanita yang berwajah sendu, dia duduk di atas sebuah kayu dalam posisi yang menyamping menatap hamparan danau yang berada di belakangnya.
Dari foto profil kecilnya itu, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja aku membuat sebuah dugaan kecil, bahwa dia adalah seorang wanita yang sedang berada dalam kondisi yang tidak baik. Aku pun segera mengirimkan pesan itu kepadanya dengan kalimat, "Hai, kita udah kenalan, kan". Itu adalah sebuah pesanku yang sok tahu, yang belum pernah aku kirimkan kepada para wanita lain sebelumnya.
Aku tahu caraku itu pasti akan gagal total, akan tetapi aku tetap juga mengirimnya.
Namun entah apa yang terjadi, tidak disangka ternyata wanita itu membalasnya dengan respon yang begitu hangat. Suasana di malam itu pun perlahan-lahan mulai mencair. Suntuk dan sepiku mulai menghilang. Kami berdua mulai saling kenal mengenal antara satu sama lain.
Aku bertanya tentang Vita kepadanya, dan benar, ternyata dia mengenalnya. Aku semakin bersemangat. Akan tetapi sayang sekali dia tidak punya nomor kontaknya. Saat aku meminta tolong kepadanya untuk mendapatkan kontak Vita, ternyata dia memohon maaf kepadaku karena dia tidak bisa melakukannya.
Dia tidak begitu dekat dengan wanita tersebut. Karena itulah, kemudian aku pun segera memutar topik pembicaraan kami. Aku mulai bertanya tentang dirinya lebih jauh.
Dia bercerita tentang kekasihnya yang telah pergi begitu saja, tanpa pamit dan kemudian menghilang. Setiap malam ia lalui dengan penuh kesendirian. Hatinya sakit dan penuh luka. Dia benar-benar berada dalam keadaan yang tidak baik.
Entah mengapa tiba-tiba saja aku pun merasa iba setelah mendengar cerita singkatnya yang menyedihkan itu.
Aku berkata padanya, bahwa aku siap untuk menjadi obat penyembuh bagi hatinya yang luka. Aku siap untuk menjadi seorang lelaki yang akan senantiasa bersamanya, menyayanginya dan juga mencintainya hingga luka di hatinya itu akan menghilang dan sembuh. Dia pun tertawa antara senang dan mungkin juga terharu. Sepertinya kami berdua benar-benar sedang bernasib sama, yaitu sama-sama merindukan rasa rindu. Sejak saat itulah, kisah ini pun mulai ku tulis.
Sebut saja namanya adalah Resti.
Resti baru berusia 19, saat itu dia telah duduk di bangku semester 3 di sebuah kampus terbesar yang ada di kotaku. Dia adalah seorang wanita yang introvert, yang suka menutup diri dari banyak orang. Dia adalah seorang wanita yang pendiam dan cuek, akan tetapi jika dia telah merasa nyaman dan percaya dengan seseorang, jangan salah, dia akan berubah menjadi seorang wanita yang begitu manja dan penyayang, dia juga akan menjadi lebih cerewet dan asyik dari pada wanita-wanita lain yang pernah ku kenal sebelumnya. Dia benar-benar adalah obat yang telah lama aku cari. Dia adalah rindu yang telah lama aku rindukan. Dia benar-benar membuatku merasa nyaman.
Selain memberiku kehangatan, kini hidupku juga menjadi lebih berwarna. Aku seakan-akan telah menemukan sebuah tujuan baru di dalam hidupku.
Hari demi hari berlalu. Tak disangka, ternyata pesan singkat ku yang sok tahu di malam itu akan berantai panjang hingga ke hari ini. Perasaan itu mulai tumbuh dan mekar. Semakin hari hidupku terasa begitu terang. Aku mulai larut dan takut untuk kehilangannya.
Meski baru mengenalnya, namun aku dapat mengintip sebuah kehidupan di dalam bola matanya yang bulat itu.
Dia telah banyak mengubahku, bahkan rambut gondrongku yang sebahu itu, yang sudah sebelas bulan tidak pernah ku potong pun aku potong, semuanya adalah satu, yaitu karena dia. Dia adalah sosok wanita yang lembut dan penyayang. Aku tak ingin membuatnya menangis. Setelah hampir dua minggu saling mengenal, kami berdua pun sepakat untuk sebuah pertemuan.
👉 BACA KELANJUTANNYA BERIKUT INI :
Comments
Post a Comment