Terseret ke Alam Ghaib
Fahmi dan Adi adalah sopir truk profesional yang sudah belasan tahun berkecimpung di jalanan aspal. Jangan tanya lagi daerah mana yang belum pernah mereka kunjungi, hampir semua Kabupaten atau daerah yang ada di Indonesia ini, sudah pernah mereka sambangi. Mereka berdua benar-benar luar biasa.
Mereka punya banyak cerita yang menarik. Fahmi dan Adi ini adalah dua sekawan yang berasal dari daerah Muko-muko, Bengkulu. Pada awalnya, Adi adalah knek Fahmi, yang bertugas untuk menjadi sopir cadangan yang menggantikan Fahmi ketika Fahmi sedang sibuk ataupun mengantuk. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, karena sakin seringnya ia bersama Fahmi, akhirnya Adi pun menjadi lihay membawa Truk. Ia belajar banyak hal kepada Fahmi. Dan dia pun akhirnya diangkat menjadi sopir utama untuk truk-truk yang lain oleh bossnya.
Mereka berdua sering mendapat job di luar daerah, seperti di Kalimantan, Sulawesi, dan juga Papua. Tugas mereka adalah membawa barang-barang dari Pabrik, dan kemudian memasokkannya ke toko-toko yang berada di pelosok daerah. Begitulah yang mereka lakukan selama beberapa tahun terakhir dengan truk yang berbeda. Fahmi bersama kneknya sendiri, begitupun Adi juga dengan kneknya sendiri. Namun, dalam tiga tahun terakhir ini, Fahmi dan Adi memutuskan untuk membawa satu truk saja, hal tersebut mereka lakukan agar mereka berdua bisa tetap selalu bersama-sama di dalam perjalanan.
Mereka berdua seringkali mengeluh antara satu sama lain, mereka mengeluh karena tidak ada knek yang sejalan dan cocok seperti layaknya dengan kebersamaan mereka berdua. Untuk mengutamakan kenyamanan bekerja, maka karena itulah mereka berdua pun memilih untuk kembali bersama seperti dulu lagi. Hanya saja, kali ini mereka berdua adalah sopir utama, dan mereka berdua jugalah yang menjadi knek. Mereka bergantian dan membagi tugas masing-masing. Saat Fahmi tidur, maka Adi pula lah yang menjadi sopirnya. Begitupun sebaliknya.
Malam itu, Adi dan Fahmi mendapat tugas untuk mengantarkan barang-barang dari Pabrik di Jakarta ke daerah Meulaboh provinsi Aceh. Mereka memulai perjalanan tersebut dari Jakarta pada hari senin pagi, dan diprediksi akan sampai di kota tujuan dalam waktu 8 hari ke depan. Begitulah ekspektasi mereka jika dihitung dari pengalaman-pengalaman yang telah mereka tempuh di waktu-waktu yang sebelumnya.
Sakin lamanya berenang di jalanan, Adi dan Fahmi bahkan juga sudah hafal betul dengan lokasi dan titik-titik daerah yang paling angker dan berbahaya dalam rute tersebut. Mulai dari daerah Lampung, tempat yang paling angker dan berbahaya adalah di daerah Tiyuh, Gunung Menanti dan juga Tulang Bawang. Sedangkan di daerah Palembang adalah di daerah Ogan ilir dan Kertapati. Dan di daerah Jambi, tempat yang paling angker adalah di daerah Rangkiling, Mandiangin di Sarolangun. Itulah rute-rute yang paling berbahaya untuk ditempuh pada waktu malam hari. Karena di daerah-daerah tersebut terkenal dengan para begal dan banditnya yang begitu sadis. Bahkan, sudah banyak sekali para sopir yang meninggal dan menjadi korban akibat dari keganasan mereka.
Sekitar empat tahun yang lalu, Adi dan Fahmi pernah mengalami salah satu peristiwa yang mengerikan, peristiwa tersebut berlaku di sekitaran jalan Rangkiling di Mandi Angin, Sarolangun. Saat itu adalah malam hari, sekitar pukul 02 dini hari. Mereka berdua berangkat dari Palembang menuju Kerinci.
Saat memasuki daerah Rangkiling, jalanan tampak begitu parah akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh truk-truk batu bara yang setiap hari selalu melintas di jalan tersebut. Pada saat itu hujan lebat turun membasahi tanah, sehingga membuat permukaan jalan menjadi tampak hitam dan gelap walaupun sudah diterangi oleh lampu truk yang begitu terang. Fahmi memelankan laju truknya untuk melewati jalan rusak tersebut yang lebih kurang sepanjang 3 Km.
Dari sisi kanan, tiba-tiba saja muncul sebuah motor King yang entah dari mana asalnya. Motor itu dikendarai oleh dua orang pria yang mengenakkan penutup wajah. Mereka berteriak memaksa Fahmi untuk menghentikan truknya. Mereka membawa golok dan juga panah.
Pria yang duduk di belakang mengarahkan busur panahnya pada Fahmi, dengan secepat kilat Fahmi langsung menutup kaca pintu mobilnya. Dia lantas segera menginjak pedal gas dan memacu truknya dengan begitu kencang. Akan tetapi, kecepatan motor King yang digunakan oleh para begal yang kejam itu ternyata masih jauh lebih cepat dari kecepatan truk yang dikendarai oleh Fahmi. Saat itulah Fahmi pun kemudian mengarak truknya ke sebelah kanan untuk menghimpit dua begal tersebut agar mereka jatuh dan keluar dari jalur jalan tersebut. Akan tetapi, ternyata para begal itu sudah berpengalaman. Mereka terlebih dahulu segera memotong truk Fahmi, dan berhasil merebut posisi di bagian paling depan. Dua orang begal itu lantas mengebut dan memacu motornya dengan begitu cepat mendahului truk mereka hingga jauh ke depan sana. Lalu menghilang di dalam gelap. Saat itulah Fahmi dan Adi pun merasa lega, karena mengira para begal itu telah pergi.
Namun, sekitar 3 menit kemudian, dari kejauhan, tiba-tiba saja ada balok kayu yang sebesar paha melintang di jalan. Di sisi kiri dan kanannya, terlihat ada sekitar 10 orang pria yang berdiri dengan benda tajam di tangan-tangan mereka. Mereka mengulurkan tangan mereka, menyuruh Adi dan Fahmi berhenti di tempat tersebut. Saat itu, jarak mereka dengan para begal itu tidak lebih dari 40 meter. Fahmi pun panik dan segera menginjak gasnya lagi, suara mobil truk itu pun langsung mengaum keras, membuat para Begal itu terkejut dan melompat ke tepi jalan. Fahmi memacu truknya itu dalam kecepatan tinggi, sehingga membuat kayu yang seukuran paha itu pun terpental jauh dan menghantam para begal tersebut. Mereka berteriak kesakitan.
Ada salah satu dari mereka yang tertabrak, akan tetapi mau bagaimana lagi? Jika Fahmi tidak melakukan hal tersebut, mungkin nyawa mereka berdualah yang akan melayang di tangan para begal yang sadis tersebut. Syukurlah mereka selamat. Begitulah salah satu cerita dari banyaknya kisah pengalaman yang pernah mereka temui di jalanan.
Sewaktu-waktu, jalanan akan menjelma menjadi sang guru yang mengajarkan tentang kehidupan. Namun di sisi lain, terkadang-kadang jalanan juga bisa menjelma menjadi sang iblis yang kejam dan tak kenal belas kasih. Begitulah kata Adi.
Kembali pada cerita.
Malam itu adalah malam yang ke lima perjalanan mereka menuju Meulaboh di Aceh. Saat itu, posisi mereka baru saja lepas dari Kota Bangko menuju Kerinci. Jam sudah menunjukkan pukul 23:30 malam. Truk mereka masih mengaum di jalanan dalam kecepatan 40-60 Km per jam. Pada malam itu, yang menjadi sopir adalah Adi. Karena Fahmi sudah mengantuk, dan dia pun memutuskan untuk tidur di bangku sebelah dengan kain sarung yang selalu dibawanya.
Seperti biasa, jalanan yang menghubungkan antara Kerinci dan Bangko masih tampak sunyi dan sepi. Tidak banyak kendaraan yang lewat dan berpapasan dengan truk mereka. Biasanya, jalan lintas ini akan ramai dari pukul 19:00 wib hingga pukul 22:30 wib malam. Setelah itu, adalah dari Pukul 04:00 pagi sampe siang. Sedangkan dari pukul 23:00 malam sampe dengan pukul 03:30 dini hari pagi, jalan tersebut akan menjadi sepi dan mencekam. Yang lewat hanyalah ada satu atau dua mobil saja. Itu pun jarang untuk kita temukan.
Seperti biasa, Adi dan Fahmi selalu menurunkan laju kecepatan mereka untuk melewati jalan tersebut. Karena jalurnya yang begitu ganas dan berbahaya. Di sisi kiri jalan, terdapat jurang dan ngarai yang curam. Jika sedikit saja mereka lengah, maka truk yang beroda sepuluh itu bisa-bisa saja akan terjun bebas ke bawah sana. Itulah yang mereka takutkan.
Sekitar hampir setengah jam keluar dari desa Birun, akhirnya mereka berdua-pun tiba di jembatan perbatasan yang menghubungkan antara Kerinci dan Merangin. Di sana ada dua jembatan, satu di sebelah kiri dan satu di sebelah kanan. Adi mengambil yang sebelah kiri, dan kemudian keluar dari jembatan tersebut menuju sebuah tanjakan pendek yang berbelok ke arah samping kiri. Perlahan-lahan, mobil truk raksasa itu merayap mendakinya. Syukurlah, Adi berhasil melewatinya. Laju truk pun kembali seperti semula, yaitu dalam kecepatan 40-60 Km per jam.
Hujan gerimis tipis masih bercucuran lembut dari langit. Kabut malam juga tampak semakin menebal menyelimuti jalanan dan bukit-bukit yang berada di seberang jurang. Hawa malam terasa begitu dingin dan beku. Mungkin hujan lebat akan segera tiba. Begitulah pikir Adi.
Jam sudah menunjukkan hampir pukul 01:00 dini hari. Fahmi masih tertidur pulas di kursi sebelah. Sementara itu, Adi masih sibuk menjalankan tugasnya untuk mengendarai Truk besar tersebut melewati medan ular yang berliku-liku.
Sekitar 20 menit kemudian, tidak begitu jauh di depan sana, terlihat ada sebuah warung nasi yang megah. Dilihat dari rupa bangunannya tersebut, sepertinya warung nasi itu baru saja selesai dibangun sekitar satu atau dua minggu yang lalu. Gaya bangunannya tampak mewah, penuh dengan ukiran-ukiran yang indah. Lampu neon yang bernuansa klasik tampak berjajar rapi di dalam maupun di luar ruangan. Halamannya luas, sepertinya muat untuk menampung dua puluh bus sekalipun. Di depan sana, tidak ada kendaraan yang terparkir. Akan tetapi, di dalam rumah makan tersebut terlihat ada cukup banyak pengunjung yang sedang mengganjal perut mereka.
Karena perut sudah mulai keroncongan, maka Adi pun segera menghentikan truknya di halaman depan rumah makan tersebut, sekalian juga ingin ke toilet untuk membuang hajat. Untuk memudahkan bagi kendaraan lain yang hendak singgah di tempat itu, maka Adi pun memarkirkan truk nya itu tepat di bagian paling tepi halaman. Karena kebelet ingin membuang hajat, maka Adi pun segera berlari begitu saja menuju toilet tanpa sempat membangunkan temannya Fahmi yang masih tertidur pulas di kursi sebelah.
Adi segera masuk ke dalam toilet untuk membuang hajat besarnya. Sementara itu di dalam Truk, Fahmi baru saja terbangun dari tidurnya. Saat itu, Fahmi merasa bingung dan juga heran. Dia bingung karena tidak menemukan Adi di sebelahnya. Kemanakah Adi? Begitu tanyanya.
Fahmi segera keluar dari dalam Truk. Setibanya di luar, Fahmi sungguh begitu kaget ketika mendapati Truk mereka terparkir di tepi jurang. Jika sejengkal lagi kedepan Truk itu diparkirkan, maka Truk besar itu pasti akan jatuh dan terjun bebas ke bawah jurang yang dalam. Melihat hal tersebut, Fahmi segera masuk kembali ke dalam mobil untuk memindahkan dan menjauhkan posisi truk dari bibir jurang. Setelah posisinya terasa cukup aman untuk diparkirkan, barulah Fahmi kembali keluar dari truknya. Dia segera mencari Adi.
Fahmi berteriak memanggil-manggil Adi yang entah dimana keberadaannya. Saat itu Adi baru saja menyelesaikan hajatnya. Pada waktu yang sama, Adi agak curiga ketika mendengar suara truknya yang menyala, padahal tadi seingatnya kontaknya sudah dia matikan. Kenapa truk itu terdengar masih menyala? Begitu tanya Adi di dalam hatinya.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suara Fahmi yang mencarinya. Barulah Adi tahu, ternyata yang menyalakan truk itu adalah kawannya, Fahmi. Adi pun segera keluar dari toilet dan kemudian bergegas menemui Fahmi yang berdiri di dekat pintu mobil.
"Iya, aku disini. Aku dari toilet" begitu jawab Adi. Dia lantas segera berjalan menemui Fahmi.
"Kamu dari mana, Di?" Tanya Fahmi.
"Aku dari toilet, buang air besar" jawab Adi.
"Di toilet yang mana? Kamu ini kayak orang mabok aja" kata Fahmi. Adi tak menjawabnya, menyangka Fahmi mencandainya.
"Mi, kita makan yuk, udah lapar ni" kata Adi.
"Ayok, aku juga lapar. Sekitar 2 kilo di depan sana ada rumah makan, kita makan di situ aja" kata Fahmi seraya masuk ke dalam mobil.
"Loh, disini aja. Kan tempatnya bagus," sanggah Adi.
Mendengar perkataan Adi, Fahmi segera keluar dari mobilnya. Ada yang aneh menurutnya.
"Di sini? Di sini mana?" Taya Fahmi kebingungan.
"Itu, di belakang" jawab Adi seraya membalikkan badannya.
Seketika itu juga tempat itu telah berubah menjadi padang rumput yang gelap. Adi melongo menatap sekeliling. Bagaimana mungkin rumah makan yang mewah itu bisa menghilang begitu saja tanpa jejak? Adi bahkan sampai tak bisa berkata-kata sepatah katapun pada saat itu. Yang ada hanyalah kebingungan dan berbagai pertanyaan di dalam hatinya. Kemanakah rumah makan mewah dan orang-orang itu pergi? Begitulah pertanyaan demi pertanyaan yang terus berdenyut di dalam benaknya.
Seakan tak merasa puas, Adi bahkan kembali ke dalam semak-semak belukar tersebut untuk melihat kembali toilet tempatnya membuang hajat. Alangkah terkejutnya dia pada saat itu. Tempat ia jongkok saat membuang hajat yang tadinya disangkanya adalah wc tersebut, ternyata adalah di atas sebuah badan kayu mati yang menjulur ke tepi jurang. Adi menggelengkan kepalanya, melihat kayu tersebut yang tampak kotor bekas dari sisa-sisa kotorannya.
Fahmi pun menceritakan semuanya kepada Adi. Bahwa Adi telah masuk ke alam jin. Semua yang dia lihat, rumah makan, para pengunjung, toilet dan juga lampu-lampu yang indah itu, ternyata hanyalah sebuah kepalsuan belaka. Saat itulah Adi baru sadar. Ternyata apa yang dilihatnya itu hanyalah tipu daya.
Beruntung Adi masih bisa keluar dari alam jin dengan selamat, biasanya sebagian besar dari mereka yang terjebak di dalam sana banyak yang tidak bisa keluar dengan selamat. Setelah berpikir-pikir, barulah Adi teringat dengan sesuatu. Ternyata semenjak lepas landas dari kota Palembang siang tadi, mereka berdua belum juga menunaikan sholat. Mungkin itulah penyebabnya menurut Adi.
Sejak hari itu, Adi dan Fahmi tidak pernah lagi meninggalkan sholat mereka walaupun mereka dalam perjalanan yang jauh. Mereka selalu berhenti di masjid-masjid untuk menunaikan sholat.
Sampai saat ini, cerita tentang warung nasi hantu yang berada di jalur Kerinci - Bangko masih menjadi misteri.
Pesan moral :
"Walau sesibuk apapun kita, jangan pernah melupakan kewajiban kita terhadap Tuhan."
IKUTI KAMI DI HALAMAN FACEBOOK
Comments
Post a Comment