Misteri Kematian Seorang Nelayan
Setelah melibatkan banyak pihak, jasad pria itu pun akhirnya berhasil ditemukan. Pria itu menghilang sejak 10 hari yang lalu. Perahunya ditemukan terombang-ambing di dalam danau oleh seorang nelayan setempat. Diketahui nelayan tersebut adalah teman korban sendiri.
Sewaktu ditemukan, jasadnya telah membusuk. Pria itu tenggelam tanpa mengenakkan seutas pakaian pun. Sehingga membuat banyak sekali dugaan-dugaan aneh yang tersebar luas di tengah-tengah masyarakat. Mereka bertanya-tanya. Bagaimanakah kronologinya?
Kematian pria tersebut telah membuat heboh masyarakat. Karena ada salah satu warga yang mengait-ngaitkan peristiwa tersebut dengan sebuah cerita aneh yang menakutkan, sehingga membuat kesannya menjadi semakin ngeri dan menyeramkan.
Beginilah cerita aneh yang diungkapkan oleh pria tersebut.
Seorang pria yang berumur tiga puluhan sibuk mengeluarkan ikan-ikan hasil tangkapannya tadi malam. Di pagi ini, sepertinya dia bernasib mujur. Ikan-ikan nila dan sembarau tampak berkerumun dan penuh di bawah lantai perahunya. Ketika ditimbang oleh pak saudagar, ternyata berat ikan-ikan tersebut adalah 126 Kg. Beruntung sekali, pria yang bernama Pirdaus itu mampu meraup gaji sebanyak 7 juta rupiah lebih, hanya dalam waktu satu malam. Luar biasa.
Namun, ada yang janggal. Entah mengapa raut wajah Pirdaus bukannya tampak senang, tapi malah seperti orang yang sedang bingung dan juga heran. Ada sesuatu yang mengusik relung hatinya.
"Aneh sekali" begitu tuturnya kepada salah satu temannya yang melihat sesi penimbangan.
"Apa yang aneh?" Begitu tanya temannya itu setelah pak saudagar ikan dan semua orang pergi dari tempat tersebut.
"Di malam tadi, aku melihat sesuatu yang sungguh tak biasa. Sejak bertahun-tahun lalu aku melaut di dalam danau ini, aku belum pernah melihat sesuatu yang seperti ini. Dan sampai pada detik ini, pun aku bahkan masih juga bingung, bingung antara percaya dan tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi malam." Kata Pirdaus pada Amin.
"Apa yang kau lihat?" Tanya Amin. Datar bercampur dengan rasa penasaran.
Pirdaus pun mengangkat tangan kanannya. Memberi isyarat, agar Pirdaus menunggunya sebentar. Dia segera menaikkan perahunya tersebut ke daratan, setelah itu mengambil posisi tempat duduk. Kemudian mulailah dia bercerita.
Tadi malam, sekitar pukul 2 dini hari, aku terbangun dari tidur. Saat itu kudengar suara angin ribut di luar menghempaskan pintu gubuk bambuku dengan begitu dahsyat, hingga membuatku terperanjat dan terbangun dari tidur. Hujan lebat juga terdengar risih menimpa atap rumah bambuku di dalam danau. Rasanya pondok bambu kecilku yang berdiri di dalam air itu hampir saja terbang dirobohkan oleh badai angin yang mengamuk. Akan tetapi sekitar 10 menit kemudian, tiba-tiba saja badai dan hujan lebat itu menghilang dan lenyap. Semuanya kembali tenang dan sunyi.
Aku segera keluar dari gubuk untuk melihat situasi yang ada di luar. Syukurlah semuanya tampak baik-baik saja. Rintik-rintik hujan pun juga telah lenyap. Aku segera menarik dan mengangkat pesapku dengan memutar roda untuk menggulung talinya, agar jaring pesapku itu bisa terangkat dengan mudah.
Pesap adalah sebuah alat yang berupa jaring segi empat yang direndam ke dalam air. Setiap sudut sisinya ada tali yang menjadi kontrol. Apabila talinya ditarik, maka keempat sisi sudut jaring pesap itu dengan otomatis juga akan ikut terangkat dari dalam air. Agar mengangkat jaring tersebut menjadi lebih mudah dan ringan, maka para nelayan membuat penggulung tali yang berupa roda. Jika roda itu diputar ke belakang, maka tali jaring pesap tersebut pun juga akan terangkat. Jika saat itu ada ikan yang berenang di atas pesap tersebut, otomatis mereka pun juga akan ikut terangkat ke atas dan terjebak kedalam jaring segi empat tersebut.
Kembali pada cerita.
Saat jaring pesapku itu terangkat ke atas, ternyata lagi-lagi tidak ada satu ekor ikan pun yang terlihat melompat di dalamnya. Kosong. Sejak pertamakali aku tiba di sana waktu Isya malam tadi, hingga ke pukul 2 dini hari, aku belum juga mendapatkan satu ekor ikan pun. Hingga aku pun memutuskan untuk pulang ke rumah dengan perahuku.
Sebelum pulang, aku kembali menurunkan jaring pesapku itu ke dalam air dengan cara memutar roda tersebut ke bagian depan. Perlahan-lahan kulihat jaring pesapku itu mulai turun dan akhirnya tenggelam ke dalam air. Setelah itu, aku mulai mengenakkan jacket, mengambil barang-barangku dan kemudian bersiap-siap untuk turun dari gubuk kecilku itu menuju perahuku yang terikat di tiang rumah bambuku.
Saat aku hendak berjalan menuruni anak tangga menuju perahu, tiba-tiba saja aku mendengar ada suara air yang berisik dari arah jaring pesapku tadi. Aku pun segera menoleh ke arah sana menggunakan cahaya senterku ke dalam air untuk mencari tahu.
Dengan cahaya senter yang menyala terang di kepalaku itu, aku dapat melihat permukaan air danau yang menggelembung hebat. Banyak sekali gelembung-gelembung air yang keluar dari dalam dasar danau. Sehingga membuatku tertarik dan menunda kepulanganku. Aku segera berdiri menghadap ke depan sana, untuk mengintip pemandangan aneh yang belum pernah aku lihat seumur hidupku tersebut.
Aku merasa heran dan bingung. Segera ku alihkan pandanganku itu ke arah sisi yang lain di permukaan danau, ternyata seluruh sisi danau yang lain juga tampak bergelembung. Seakan-akan ada rongga tanah di bawah dasar danau yang terbuka dan menganga, sehingga membuat udara-udara yang ada di dasar danau tersebut menjadi naik dan menimbulkan gelembung-gelembung yang begitu banyak di permukaan danau.
Aku sempat mengira itu adalah gempa bumi. Namun setelah ku selidiki, ternyata aku tidak merasakan adanya goncangan. Aku pun menjadi semakin bingung dan penuh tanya.
Tak lama kemudian, tiba-tiba saja permukaan air danau yang ada di belakang sana tampak bergoncang, sehingga membuat permukaan air danau menjadi berombak. Aku segera menyorotkan cahaya senterku itu ke arah sana untuk memeriksa. Jaraknya sekitar 50 meter dari tempatku berdiri.
Entah makhluk apa yang ada di bawah sana. Aku tidak bisa melihatnya dengan jelas, yang pasti makhluk itu sangatlah besar dan berjalan di dalam air, sehingga membuat permukaan air yang ada di atasnya menjadi berombak hebat. Yang dapat ku lihat hanyalah cahaya hijau yang cukup terang. Cahaya tersebut berjalan di dalam air memantulkan cahaya senterku, dari arah sana menuju ke arah samping jaring pesapku, dan kemudian terus menjauh ke tengah-tengah danau hingga lenyap dari pandangan mataku.
Tidak lama setelah cahaya itu lenyap, tiba-tiba saja aku mendengar ada suara yang berisik. Suara itu terdengar seperti hujan lebat yang bergemuruh dan baru turun dari langit, namun suara itu sepertinya dua kali jauh lebih keras dari pada suara hujan biasa. Aku pun segera mencari tahu. Apakah gerangan yang sedang terjadi?
Segera ku alihkan pandanganku ke arah daratan yang berjarak sekitar 200 meter dari tempatku berada, namun aku tidak menemukan hujan. Saat aku mengarahkan cahaya senterku itu ke arah permukaan air danau, aku pun menjadi sungguh begitu kaget. Aku melihat ada banyak sekali ikan-ikan yang berenang di sana. Mereka meloncat-loncat dari dalam air ke permukaan danau menuju ke arah rumah bambuku ke tengah danau.
Aku melongo ditempat tidak bisa berkata banyak. Pemandangan itu sungguh menakjubkan dan membiusku. Tak lama setelah itu, ikan-ikan tersebut kemudian beranjak ke arah rumahku, tempat di mana jaring pesapku berada. Sisik-sisik ikan tersebut tampak mengkilap memantulkan cahaya senter ku yang menyorot terang ke dalam dasar air. Melihat hal tersebut, lantas aku pun segera memutar roda jaring pesapku untuk mengangkatnya.
Aku sungguh kaget. Roda pesapku itu terasa begitu berat. Aku terus memutarnya dengan sekuat tenaga, hingga jaring pesapku itupun akhirnya berhasil terangkat. Saat jaring pesapku itu terangkat ke atas, aku pun kembali menjadi kaget. Jantungku berdebar.
Sungguh aku belum pernah melihat ada ikan yang sebanyak itu masuk ke dalam jaring pesapku. Ribuan ekor ikan tersebut meloncat-loncat dari dalam jaring, berusaha untuk keluar menyelamatkan diri mereka. Aku pun segera mengambil ikan-ikan tersebut dengan jaring tangkai yang biasa kupakai. Lalu kemudian ku masukkan ke dalam perahu. Sebagian nya lagi ku simpan ke dalam jaring penyimpanan ikanku, karena kapasitas perahuku tersebut sudah tidak muat lagi untuk menampungnya. Dari pukul 3 dini hari malam tadi, sampai fajar berlalu, barulah aku selesai membereskan semuanya."
Pirdaus mengakhiri ceritanya sembari menyalakan rokok. Percakapan mereka pun berakhir.
Setelah percakapan di pagi itu, Amin tidak pernah lagi melihat Pirdaus. Karena di hari yang kedua, Pirdaus dinyatakan hilang. Amin menemukan perahu temannya itu terombang-ambing di tengah danau di pagi hari.
Saat itu, ia menduga bahwa tali pengikat perahu Pirdaus tersebut putus akibat hempasan ombak, sehingga perahu itu pun lepas dan terseret oleh angin dan ombak. Amin pun segera mengikat perahu tersebut ke perahunya, lantas kemudian mengantarkan perahu itu ke gubuk bambu milik Pirdaus di sisi barat danau.
Saat ia tiba di tempat itu, ia pun bingung karena tidak menemukan Pirdaus di sana. Ia melihat sekeliling tempat itu tampak kosong. Tidak ada Purdaus. Yang ada hanyalah baju, celana, rokok dan juga sandal milik pirdaus yang tergeletak dan terlipat rapi di lantai bambu.
Amin segera berteriak untuk mencari temannya tersebut, namun Pirdaus tidak menjawabnya. Semenjak hari itu, pirdaus pun dinyatakan hilang.
Berita hilangnya pirdaus pun mulai menyebar luas di tengah masyarakat. Banyak pihak yang turut membantu pencarian ke lokasi. Sebagian ada yang menyelam ke dalam air menggunakan oksigen.
Setelah sembilan hari pencarian, tepat di hari yang ke sepuluh, akhirnya jasad Pirdaus pun di temukan di bibir danau. Jasadnya telah menggembung dan juga membusuk.
Apakah kematian pirdaus itu ada kaitannya dengan cerita aneh yang pernah dia ceritakan kepada Amin?
Entahlah, akan tetapi banyak sekali warga yang percaya bahwa kematian pirdaus tersebut adalah akibat dari persugihan nya dengan dewi air.
Dalam dua bulan belakangan, diketahui bahwa pirdaus sering kali menemui dukun untuk meminta kaya. Dia juga kerap kali terlihat mendatangi tempat-tempat yang dianggap keramat dan mistis untuk meletakkan sesajen.
Setelah melalui penyelidikan polisi, diketahuilah bahwa Pirdaus meninggal akibat tenggelam. Menurut hasil penyelidikan, ternyata di malam kejadian, ada angin kencang yang disertai dengan badai. Angin dan ombak tersebut membuat tali perahu Pirdaus terlepas dan putus, sehingga membuat perahunya hanyut. Melihat perahunya yang hanyut tersebut, lantas Pirdaus pun segera berenang untuk mengejarnya.
Saat itu, pirdaus mengira bahwa jaraknya dengan perahunya itu tidak terlalu jauh, dan sepertinya ia mampu untuk mengejar dan menggapainya. Karena itulah kemudian dia pun memutuskan untuk melompat dan berenang.
Sebelum dia melompat, Pirdaus terlebih dahulu melepaskan semua pakaiannya dan melipatnya dengan rapi di lantai, dengan tujuan agar dia bisa berenang dan bergerak lebih cepat untuk mengejar perahunya. Karena jika ia berenang menggunakan pakaian, maka tentulah akan membuat tubuhnya menjadi berat, lambat dan juga susah untuk digerakkan. Karena itulah kemudian Pirdaus memutuskan untuk melepaskan semua pakaiannya tersebut dan melipatnyakannya di lantai
Setelah itu, Pirdaus pun melompat ke dalam air dan berusaha untuk berenang mengejar perahunya. Namun, naas nya ditengah-tengah usahanya itu, dia malah kehilangan arah. Karena pada saat itu malam sungguh begitu gelap. Dia tidak bisa melihat apapun, dan tidak tahu harus kemana. Saat itulah kondisinya pun mulai melemah, ia kehabisan tenaga, dan kemudian tenggelam akibat diterjang oleh angin dan ombak yang datang silih berganti menerpa. Pada akhirnya, Pirdaus pun tenggelam dan tewas di dasar danau.
Pesan moral :
Jangan mengejar sesuatu yang sekiranya tidak mampu untuk kita kejar, takutnya nanti kita akan binasa ditengah jalan.
Comments
Post a Comment