Merampas Mangsa Sang Harimau

 ~Sang Pemburu yang Merampas Makanan Harimau~

Pagi itu, sang matahari terbit dengan cahaya terindahnya di ufuk timur. Langit tampak berwarna biru, bersih tanpa ada segumpal awan pun yang terlihat menutupinya. Hari itu adalah hari yang cerah. Sudah hampir satu bulan terakhir ini musim panas melanda, dan hujan pun tak kunjung-kunjung tiba.

Pak Suadi sibuk memberi makan ikan-ikan nya yang berada di dalam kolam dengan pelet-pelet ikan yang biasa dibelinya. Ikan-ikan itu sudah besar. Mungkin dalam waktu tiga minggu kedepan, ikan ikan yang berjumlah enam kolam itu siap untuk dipanen. 

Setelah memberi ikan-ikannya makan, Pak Suadi segera masuk ke dalam kabinnya untuk mengganti baju. Lalu mengecek senapan rakitannya itu dan sekalian juga membersihkannya. Hari itu adalah hari minggu. Hari dimana biasanya para pemburu akan berburu di hutan.



Pak Suadi tinggal di dalam hutan untuk bercocok tanam. Beliau menanam kopi. Selain menanam kopi, beliau juga beternak ikan dengan memanfaatkan air sungai yang mengalir dekat kabin di ladangnya. Beliau dan istrinya sudah hampir 4 tahun tinggal di sana. Setiap satu bulan sekali, mereka akan pulang ke kampung untuk menjenguk anak-anak mereka yang masih kuliah dan sekolah di bangku SMA.

Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 07:00 pagi. Seperti biasa, dari kejauhan, suara-suara gonggongan anjing mulai terdengar memadati hutan. Para pemburu dari berbagai daerah mulai berdatangan dan berkumpul di tepi jalan, sebelah ladang Pak Suadi untuk menunggu teman-teman mereka yang lain tiba. 

Mereka membawa anjing-anjing yang gagah. Senapan rakitan juga menggantung di punggung-punggung mereka. Mereka akan berburu babi, karena saat ini babi hutan benar-benar sudah semakin banyak dan sangat meresahkan petani. Babi-babi itu seringkali mengganggu tanaman, sehingga membuat hasil pertanian banyak yang merosot.

Hingga pukul 08:00 pagi, semua anggota pun sudah lengkap. Jumlah mereka adalah sekitar 60 orang. Masing-masing dari mereka membawa senapan dan juga anjing-anjing yang hebat. Setelah acara briving dan pembacaan do'a berakhir, mereka semua pun mulai bergerak untuk mencari mangsa, termasuk jugalah dengan Pak Suadi.

Langkah demi langkah mereka ayunkan. Sekitar satu kilometer berjalan ke dalam hutan, anjing-anjing pun mulai menyalak dan meronta-ronta agar rantai-rantai yang mengikat leher mereka itu segera dilepaskan. Sepertinya, aroma babi hutan sudah mulai tercium oleh indera mereka. Satu persatu anjing-anjing itu pun mulai dilepaskan. 

Mereka mulai berlarian ke segala arah. Sesekali ada yang berhenti dan menempelkan hidungnya di tanah untuk mencari jejak sang babi hutan. Benar, anjing-anjing itu adalah anjing-anjing yang terlatih. Tidak butuh waktu lama, mereka pun berhasil menemukan seekor babi yang tengah bersembunyi di dalam sarangnya.

Anjing-anjing itu mulai ribut. Suara riuh gonggongan mereka seakan terdengar hingga jauh ke seberang bukit yang berada di depan sana. Mereka berlari dan melompat melewati medan-medan hutan yang tidak menentu. Terkadang mendaki dan juga menurun.

Kurang dari 20 menit, seekor babi hutan jantan yang berukuran jumbo berhasil ditembak oleh salah satu pemburu. Setelah itu terdengar pula suara gonggongan-gonggongan anjing yang berada di seberang anak sungai, lalu kemudian disusul lagi dengan suara tembakan yang begitu keras. Kejadian yang serupa terus saja berlangsung dan berulang-ulang seakan tanpa jeda. Orang-orang berlari dan melompat mengejar dan dikejar mangsa. Hingga sang matahari tepat berada di atas kepala, satu, dua dan sudah 28 ekor babi hutan berhasil dibunuh.

Para pemburu itu pun memutuskan untuk beristirahat sejenak sembari melepas penat, mengganjal perut, dan juga menunaikan sholat. Sebagiannya lagi ada juga yang sibuk memberikan anjing-anjingnya makan dengan daging-daging babi yang sudah mereka bunuh.

Setelah waktu zuhur, perburuan pun kembali dilanjutkan. Seperti yang sebelumnya, anjing-anjing yang gagah berani itu kembali dilepas. Suara-suara riuh gonggongan mereka kembali menggema dimana-mana. Begitupun dengan suara para pemburu, mereka juga tak kalah riuhnya dengan anjing mereka. Mereka sibuk berteriak memanggil dan menyeru anjing-anjing mereka agar tidak terlalu dekat dengan babi hutan yang terluka. Karena itu sangat berbahaya.

Setiap babi hutan itu punya taring yang menjulur panjang dari mulut mereka seperti gading gajah. Taring mereka runcing sekali, sehingga apabila ada anjing yang lengah, maka mereka pasti akan terluka dan bahkan ada juga yang tewas digigit oleh mereka. Ketika ada babi hutan yang sudah terluka, dan yang sudah terpojok, maka itu sangat berbahaya. Karena mereka tidak akan pernah mau berlari menyelamatkan diri mereka untuk menghindari anjing, akan tetapi mereka justru akan melawan balik dan menyerang siapapun yang berada di dekatnya. Jika ada anjing yang lengah, maka mereka akan menyerangnya dan menggigitnya hingga tewas. Tidak peduli ada belasan ekor anjing lain yang menggigit tubuh mereka, mereka tetap tidak akan pernah melepaskan gigitan itu hingga mereka tewas, karena mereka ingin mencari teman untuk mati. Itulah yang paling ditakutkan oleh para pemburu. 

Tam lama kemudian, terdengarlah suara gonggongan anjing yang ribut riuh di dalam padang rumput, tidak jauh dari tempat Pak Suadi berada. Beliau pun segera berlari membawa senapannya itu untuk mendekati suara tersebut. Setibanya beliau di tempat itu, beliau sungguh begitu kaget. Ia melihat ada sekitar 5 ekor anjing yang tengah berkerumun mengepung seekor babi jantan yang begitu besar. Postur mereka sungguh tak seimbang, seakan terlihat seperti 5 ekor kucing yang sedang bertarung melawan seekor anjing yang besar. 

Babi hutan itu melawan, dan beberapa kali berusaha untuk menyerang anjing-anjing yang berada di dekatnya. Namun beruntunglah anjing-anjing itu mampu mengelakkan diri mereka sampai beberapa kali. Tak lama kemudian, sungguh malang sekali, seekor anjing yang berwarna orange itu tak mampu mengelak serangan babi hutan yang begitu cepat tersebut. Babi hutan itu menggigit punggung anjing tersebut dengan begitu ganasnya. Anjing itu tak bisa melawan. Ia hanya bisa menjerit dan merengek menahan sakit. Darah merah mulai bercucuran keluar. Meskipun empat ekor anjing yang lain sedang mengeroyoknya, menggigitnya, namun babi hutan itu tetap juga tidak mau melepaskan gigitannya tersebut.

Melihat hal itu, Pak Suadi langsung melepaskan tembakannya. Tembakan itu tepat mengenai perutnya, namun babi hutan itu belum juga mau tumbang. Pak Suadi pun kembali lagi melepaskan beberapa kali tembakannya ke tubuh babi hutan tersebut, dan akhirnya babi hutan itu pun tumbang dan tewas ketika peluru bersarang di dalam kepalanya. Meski babi besar itu sudah berhasil dibunuh, namun nyawa anjing yang berwarna orange itu sudah tak bisa diselamatkan. Ia tewas kehabisan darah. Begitulah, jangan pernah mendekati babi yang sudah terluka dan terpojok, karena mereka pasti akan mencari teman untuk mati.

Perburuan babi hutan masih terus berlangsung meski hari sudah mulai memasuki sore. Para pemburu berlari sana-sini mengejar suara anjing mereka yang sedang berlari memburu mangsa. Suara letusan senapan rakitan itu terdengar sahut menyahut dan menggema. Sekilas dengar, suara itu sudah macam suara baku tembak antara pasukan militer melawan pemberontak. 

Burung-burung beterbangan di langit. Mereka ketakutan mendengarkan suara-suara ledakan keras yang keluar dari moncong senjata. 

Pak Suadi dan tujuh orang temannya berlari kencang ke arah yang sama.

"AYO! CEPAT! BABINYA SUDAH TERLUKA!" Seru salah satu teman mereka di depan sana. Pak Suadi segera mempercepat langkahnya menuju lokasi.

Saat mereka baru saja tiba di lokasi, terlihatlah 4 ekor anjing yang sedang mengepung seekor Babi hutan. Anjing-anjing itu semakin ribut dan bersemangat ketika melihat tuan-tuannya sudah banyak yang datang. Suasana ribut riuh. Tiba-tiba mengaumlah suara yang begitu keras.

"AKKKKHHHRRR..!" Suara itu seakan membuat seluruh hutan menjadi bergoncang.

Anjing-anjing yang ribut riuh itu kini telah senyap. Tidak ada lagi diantara mereka yang berani menggonggong. Nyali mereka benar-benar sudah terpukul habis. Tampaklah seekor harimau sumatera jantan yang keluar dari balik semak-semak. Mukanya sangar dan menakutkan. Harimau itu melompat dan kemudian menerkam babi hutan itu yang sudah tak bisa berlari, karena satu kaki belakangnya telah patah. 

Saat taring harimau itu menghimpit lehernya, babi hutan itupun langsung merengek kesakitan. Melihat kejadian itu, Pak Suadi langsung menembak Harimau tersebut. Namun, tembakan pertamanya itu meleset dan tidak mengenai sasaran. Saat Pak Suadi hendak menembaknya kembali, namun semua peluru senapan yang dibelinya itu telah habis. Pak Suadi ketakutan. Harimau itu marah dan segera melepaskan babi hutan tersebut. Dia mengerang seakan hendak melompat untuk menerkam Pak Suadi dan tiga orang temannya. Namun Pak Suadi dan teman-temannya itu dengan serentak berteriak sambil mengangkat senjata mereka untuk menakuti harimau tersebut, sehingga membuat harimau itu pun langsung melompat dan berlari ke dalam semak meninggalkan babi hutan tersebut.

Mereka berempat langsung terduduk di tanah. Jantung mereka masih bergoncang hebat. Mereka tidak menyangka akan bertemu dengan si raja hutan di tempat itu. Sebelumnya, mereka belum pernah bertemu langsung dengannya. Suara aumannya yang ganas itu mampu membuat lutut mereka menjadi lemah dan gemetaran. Beruntunglah saat itu mereka berempat, sehingga membuat harimau itu menjadi sedikit ragu untuk menyerang pak Suadi.

Setelah itu, kepala tim pemburu memerintahkan para pemburu yang lain agar berkumpul di satu tempat yang sama. Karena beliau khawatir harimau itu akan menyerang dan membunuh salah satu anggotanya. Tak lama kemudian, acara berburu pun langsung dihentikan. Satu persatu para pemburu pun mulai bertolak pulang ke desanya masing-masing.

Sebelum pulang, Pak Suadi segera mengikat tubuh babi hutan yang menjadi mangsa harimau itu dengan tali, dan kemudian membawanya pulang untuk dijadikan makanan bagi anjing-anjingnya yang tak ikut berburu. Setibanya di rumah, beliau segera memotong-motong daging babi itu dan kemudian memberikannya pada anjing. Daging babi itu pun habis. Yang tersisa hanyalah tulang-tulangnya. Pak Suadi kemudian membuang tulang-tulang tersebut ke dalam semak yang berada sekitar 30 meter dari cabin (rumah kecil) tempat tinggalnya tersebut. 

Malam telah tiba. Sayup-sayup sinar rembulan sabit mulai terlihat. Cahayanya tak begitu terang di langit, akan tetapi itu cukup untuk menerangi hamparan kebun kopinya yang begitu gelap. Sehabis waktu Isya, Pak Suadi keluar dari rumah kecilnya untuk memasukkan kayu-kayu ke dalam api. Setelah api itu menyala, beliau pun kembali memanjat tangga dan masuk ke dalam rumahnya.

Dibandingkan dengan ladang-ladang para warga yang lain, ladang Pak Suadi terletak paling jauh di dalam hutan. Jarak antara ladang para warga itu dengan desa setempat adalah sekitar 3 km, sedangkan jarak ladang Pak Suadi dengan ladang-ladang para warga yang lain adalah sekitar 1 Km. Jadi, jarak antara ladang Pak Suadi dengan desa setempat adalah sekitar 4 km. Untuk menuju ladangnya itu, beliau menggunakan sebuah motor bebek yang sudah dirakit menjadi motor trail. Ladang beliau terletak paling tersorok, mendekati jantung hutan.

Setelah makan malam bersama dengan istrinya, Pak Suadi dan istrinya duduk sebentar dan berbincang-bincang beberapa hal. Pak Suadi menceritakan kejadian sore tadi kepada istrinya, tentang pertemuannya dengan si raja hutan ketika berburu babi di dekat sungai kecil yang berjarak sekitar 800 meter dari ladang mereka. Setelah lama berbincang, mereka pun mulai merebahkan tubuh mereka di ranjang. Beristirahat. Malam semakin larut, gelap dan juga sunyi.

Jam sudah menunjukkan pukul 23:00 malam. Pak Suadi dan istrinya sudah tertidur pulas di dalam rumahnya. Dalam gelapnya malam, di balik celah-celah dinding papan rumahnya yang menganga, terlihat cahaya api unggun sudah melemah. Sepertinya bahan bakarnya sudah habis. Tidak lama lagi, api unggun itu akan berubah menjadi bara yang mengeluarkan asap. Padam. Suasana hening dan senyap. Pak Suadi kembali memejamkan matanya. 

Tak lama kemudian, tiba-tiba saja terdengar ada suara yang riuh dari luar. Empat ekor anjing miliknya itu mendadak ribut dan menyalak-nyalak. Mendengar hal tersebut, Pak Suadi pun terbangun dari tidurnya. Dia lantas segera keluar membawa senter di tangan. Setibanya di luar, Pak Suadi segera melihat sekeliling dengan senternya, namun beliau tak menemukan apapun selain dari pada malam yang gelap. Akan tetapi, anehnya anjing-anjing milik beliau itu masih juga tidak mau diam. Beliapun lalu berteriak dari pintu atas itu untuk menenangkan tiga ekor anjingnya yang dirantai dan satu ekor yang dilepas di bawah. Tak lama kemudian, empat ekor anjingnya itu pun menjadi diam. Suasana kembali hening dan tenang. Pak Suadi pun segera masuk  dan menutup pintu rumahnya. Kembali melanjutkan tidur.

Tak sampai lima belas menit kemudian, tiba-tiba empat ekor anjing miliknya itu kembali menggonggong. Kali ini, suara mereka benar-benar jauh lebih kencang dari pada yang sebelumnya. Namun, Pak Suadi tak menghiraukan mereka. Mungkin mereka melihat ada seekor babi hutan, Kancil ataupun juga binatang-binatang lain yang sedang melintas di luar ladang, begitulah perkiraan beliau. Beliau pun kembali melanjutkan tidurnya.

Akan tetapi, bukannya kembali diam, suara anjing-anjingnya itu malah semakin histeris. Bahkan ada juga yang menjerit seakan ketakutan. Seekor anjingnya yang tak dirantai itu kini sudah terdengar berlari dan menyalak di bawah sana, dekat kolam-kolam ikannya berada. Mungkin ada komplotan berang-berang yang sedang mengincar ikan-ikannya. Akan tetapi tak lama kemudian, suara anjing itu pun tiba-tiba lenyap dari pendengarannya. 

Pak Suadi tak bisa tidur. Istrinya pun kini juga sudah terbangun. Dia menyuruh Pak Suadi untuk melihat keluar. Beliau pun segera mengintip dari balik jendela kayu rumahnya. Namun, beliau juga tak melihat apapun.

Saat beliau hendak kembali membaringkan tubuhnya di ranjang tidur, tiba-tiba saja terdengar ada suara seekor anjingnya yang melonglong kesakitan. Suara itu persis sama dengan suara anjing orange yang digigit oleh babi hutan siang tadi. Pak Suadi pun segera mengambil senternya dan keluar untuk menyelidik.

Saat ia membuka pintu dan menyalakan lampu senternya itu, tiba-tiba saja terdengarlah suara auman yang begitu mengerikan dari bawah sana. Suara itu mengerang dengan begitu keras, "UUUAAAAGGHHHHRR... UUUAAAAGGHHHHRR..." 

Bukan main kagetnya Pak Suadi, ia langsung menutup pintu dan berlari ke dalam rumahnya. Ternyata makhluk itu adalah seekor harimau yang tadi sore dia tembak saat berburu. Harimau itu menatap tajam padanya dengan mata yang menyala, memantulkan cahaya senter yang berada di tangannya. Harimau itu kemudian menyerang dan menerkam tiga ekor anjingnya yang terikat oleh rantai di lantai bawah.

Pak Suadi dan isterinya ketakutan. Mereka tak bisa berbuat apa-apa. Karena semua peluru senapan yang dibelinya itu sudah habis dipakainya untuk menembak saat berburu babi hutan di siang tadi. Mereka segera mengunci pintu rumah dan mengurung diri untuk berlindung. Sementara itu tiga ekor anjing miliknya yang terikat oleh rantai di lantai bawah menjerit-jerit kesakitan. Mereka tak bisa melawan dan tidak bisa melarikan diri. Harimau itu menerkam mereka satu persatu dan membunuh mereka semua. 

Sekitar lima belas menit kemudian, suasana pun kembali hening dan tenang. Sepertinya Harimau yang ganas itu sudah pergi. Namun Pak Suadi dan istrinya masih juga tak berani beranjak. Mereka berdua kemudian serentak merangkak dengan begitu pelan menuju jendela kayu untuk mengintip. Saat itu juga sang Harimau langsung mengerang dengan begitu ganasnya di bawah. Ternyata dia masih berada di sana untuk mengincar Pak Suadi. Lalu kemudian mencakar dinding-dinding lantai bawah. Rumah kecil milik Pak Suadi itu bahkan sampai bergoncang hebat akibat cakaran makhluk tersebut. 

Tidak ada yang bisa mereka lakukan, Pak Suadi dan istrinya hanya bisa mendekam dan diam di balik lantai dua. Istrinya bahkan sampai menangis ketakutan. Beruntung saja mereka tak pernah tidur di lantai bawah, sehingga membuat harimau itu tak bisa menangkap mereka. Jarak antara lantai satu dan lantai dua adalah sekitar tiga meter. Sehingga membuat harimau itu tak bisa menjangkau mereka. Sampai pukul empat pagi lewat, barulah harimau itu menghilang ke dalam hutan.

Meskipun si raja hutan itu sudah pergi, namun sedikitpun Pak Suadi dan istrinya belum juga berani untuk beranjak keluar dari rumahnya. Hingga sang matahari telah keluar dari tempat tidurnya, barulah mereka keluar dari tempat itu.

Saat Pak Suadi dan istrinya tiba di luar, jantung mereka langsung meledak. Mereka kaget. Ketiga-tiga ekor anjing milik mereka itu telah tewas. Tubuh mereka hancur. Perutnya menganga. Darah merah bersimbah ruah di mana-mana melumuri dinding dan lantai. Harimau yang ganas itu telah mencabik-cabik kan tubuh mereka dan memakan sebagian dagingnya.

Bukan hanya itu, harimau tersebut juga memporak-porandakan dinding-dinding papan rumah tersebut. Bekas-bekas cakaran kukunya yang tajam itu terlihat jelas menggores di mana-mana. Satu dua dinding-dinding papan itu juga sudah ada yang terlepas dari pakunya.

Saat mereka sibuk memindahkan bangkai-bangkai anjing tersebut dan menguburnya, tiba-tiba saja muncullah seekor anjing dari balik semak-semak. Anjing itu berwarna hitam. Tubuhnya kurus dan bulunya pun juga tidak begitu subur. Ternyata itu adalah satu-satunya anjing milik Pak Suadi yang selamat. 

Anjing tersebut tidak pernah di urus dan jarang diberi makan. Pak Suadi tidak menyukainya, karena tubuhnya kotor dan juga bau. Saat anjing itu datang, Pak Suadi seringkali mengusirnya, karena ia seringkali mencuri dan menumpang makan di dalam piring-piring makanan milik tiga ekor anjingnya tersebut. Karena sangat menyayangi tiga ekor anjingnya itu, maka Pak Suadi selalu mengikat mereka dengan rantai di lantai bawah agar mereka tidak pergi meninggalkan rumah. Namun sungguh begitu naas, ternyata tiga ekor anjing miliknya yang gagah itu tewas karena tak bisa melarikan diri akibat rantai yang mengikat leher mereka. Dan yang selamat justru adalah seekor anjing yang tak pernah ia sukai.

Anjing yang selamat itu hanya berjalan-jalan dalam jarak 15 meter dari pisisi Pak Suadi. Dia tidak berani berada dalam jarak yang begitu dekat dengan Pak Suadi, karena Pak Suadi seringkali mengusirnya dan melemparinya dengan batu. Ia kemudian pindah ke bawah sungai, tempat kolam-kolam ikan milik Pak Suadi berada.

Tiba-tiba saja, anjing itu menggonggong dari kolam tersebut. Sepertinya ada sesuatu hal yang hendak ia tunjukkan kepada Pak Suadi. Mendengar gonggongan anjing tersebut, Pak Suadi dan istrinya kemudian segera beranjak turun menuju sungai tempat di mana kolam-kolam ikan mereka itu berada. Setibanya mereka di sana, bukan main kagetnya mereka. Ternyata empat kolam ikan milik mereka itu telah hampir mengering. Harimau itu telah merobohkan tembok tanah yang menjadi pembendung air kolam tersebut, sehingga membuat air kolam itu jebol dan keluar bersama dengan semua ikan-ikannya ke dalam sungai. 

Pak Suardi menggelengkan kepalanya. Rencananya ikan-ikan itu akan di panen dalam waktu tiga minggu ke depan. Akan tetapi takdir berkata lain, ternyata ikan-ikan itu bukanlah rezekinya.

Beruntunglah mereka berdua selamat. Setelah kejadian itu, barulah Pak Suadi teringat. Ternyata kemarahan Harimau itu berawal dari kejadian yang berlaku di sore kemaren. Beliau menyesal karena telah menembak dan kemudian merebut mangsa sang Harimau yang jelas-jelas sudah berada di dalam mulutnya. Beliau kemudian malah membawa tubuh babi hutan tersebut pulang kerumahnya, dan menjadikannya makanan bagi tiga ekor anjing kesayangannya itu. Dan pada akhirnya, tiga ekor anjing yang memakan daging babi itupun tewas mengenaskan, menjadi pelampiasan dendam bagi harimau tersebut.

Beruntunglah di sore kemarin anjing yang kumuh itu tidak ikut memakan daging-daging babi tersebut, karena Pak Suadi mengusirnya. Sehingga mungkin karena itulah harimau itu tidak menerkamnya. Sejak hari itu, Pak Suadi tak pernah lagi mengusir anjing kumuh tersebut. Beliau selalu memberinya makanan di setiap hari. Hingga pada akhirnya, anjing kumuh itu pun melahirkan bayi-bayi kecil anak dari anjing-anjing miliknya yang telah mati tersebut.

Pesan Moral :

1. Jangan pernah merebut makanan harimau yang sudah jelas-jelas berada di dalam mulutnya. Atau dalam kata lain, jangan pernah merebut rezeki orang lain yang sudah benar-benar menjadi miliknya, karena itu adalah perbuatan yang tidak baik.

2. Jangan pernah membeda-bedakan atau pilih kasih pada orang lain seperti halnya dengan Pak Suadi dan anjing-anjingnya, karena kita tidak tahu manakah diantara mereka yang paling baik.


LIHAT CERITA LAINNYA DI SINI












Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara