Nelayan Miskin yang Malang

 

Sekitar beberapa tahun yang lalu, di daerah Kerinci, terdapat sebuah desa yang berbatasan langsung dengan danau kerinci, desa itu ialah desa koto petai.

Karena desa koto petai  ini berbatasan langsung dengan bibir danau kerinci, maka banyak sekali masyarakat desanya yang berprofesi sebagai nelayan. Salah satunya adalah Pak merun.

Pak merun adalah seorang ayah yang memiliki sepasang anak laki laki dan perempuan. Beliau adalah satu satunya tulang punggung bagi keluarganya, yang berjuang untuk menafkahi istri dan kedua anaknya yang masih kecil. Pak merun berasal dari keluarga yang kurang mampu, namun beliau adalah seorang laki-laki tangguh dan memiliki semangat juang yang begitu tinggi.



Cerita nya berawal dari sini.

Hari itu, beras dirumah sudah habis. Mau tidak mau, maka Pak Merun harus mencari uang untuk membeli beras, karena anak-anak dan istrinya semenjak pagi buta tadi belum juga mengganjal perut mereka dengan sesuap nasi pun. Setelah berpikir-pikir, maka Pak Merun pun akhirnya memutuskan untuk membentangkan jaring-jaring ikannya itu ke dalam danau.

Hari telah sore, cahaya matahari terlihat melemah di ujung langit barat. Sinarnya terhalang oleh gulungan-gulungan awan hitam yang sangat tebal di langit. Mendung. Sepertinya hujan lebat akan segera tumpah dari angkasa.

Saat itu, hampir semua nelayan sudah banyak yang menarik diri mereka dan menaikkan perahu-perahu mereka ke daratan. Sejauh mata memandang, permukaan danau Kerinci yang membentang itu tampak kosong, tidak ada lagi satu orang pun yang mendayung perahunya di sana. Semuanya telah pulang, karena hujan lebat akan segera tiba.

Namun, ditengah-tengah danau, dalam samar, ternyata masih ada juga seorang lelaki yang tampak sibuk dengan jaringnya. Dia seakan tidak peduli, bahwa sebentar lagi langit akan segera menumpahkan bendungannya ke bumi. Dia tampak begitu semangat membentangkan dan memasang jaring-jaring ikannya tersebut, tidak gentar walau badai dan hujan akan menyerang. Pria tangguh itu adalah Pak merun.

Hingga matahari terbenam di ujung barat, menandakan sang malam telah tiba, pak Merun masih sibuk dengan pekerjaannya.

Tak lama kemudian, akhirnya hujan badai yang disertai petir pun mulai berjatuhan dari langit. Saat itulah Pak merun mulai berhenti memasang jaring nya, dan kemudian bersembunyi ke dalam rumah kecil di perahunya untuk menghangatkan badan sambil menunggu hujan badai itu reda. 

Perlahan-lahan sinar senja mulai lenyap meninggalkan bumi. Hari semakin gelap dan hujan pun juga semakin lebat. Ditengah-tengah kegelapan malam yang hitam, yang ditemani oleh rintik-rintik hujan, membuat suasana menjadi begitu hening dan mencekam. Perlahan, hawa dingin mulai menyeruak bersama dengan hembusan angin yang begitu ganas. Pak merun mulai menggigil kedinginan. Beliau segera mengeluarkan selimutnya, dan kemudian membalut sekujur tubuhnya. Pak Merun pun tertidur di dalam perahu kecilnya itu.

Malam semakin larut, namun hujan masih juga tak mau jeda walau sedetik pun. Setelah cukup lama tertidur, tiba-tiba saja Pak Merun terbangun dari tidurnya. Suara hujan masih terdengar nyaring di luar, menimpa atap perahunya. Malam terasa semakin dingin dan menyengat. Ada yang aneh.

Saat itu, tiba-tiba saja Pak merun merasakan bahwa perahu yang dinaikinya itu telah terdampar di sebuah tempat. Dia baru ingat, ternyata tadi dia lupa melemparkan batu jangkarnya ke dalam air untuk menahan agar perahunya itu tidak terseret oleh ombak dan hembusan angin yang bertiup. Dia pun segera keluar untuk melihat sekeliling, untuk mencari tahu dimanakah ia terdampar? Akan tetapi, dia tidak bisa melihat apapun melainkan hanyalah malam yg sangat gelap. Pak merun tidak membawa senter untuk menjadi penerang malamnya, karena Pak merun tidak punya uang untuk membelinya.

Setelah lama berpikir-pikir, Pak merun pun kemudian mengulurkan tangannya ke bawah untuk memastikan apakah benar perahunya itu telah terdampar di sebuah daratan ataukah tidak? Dia pun mulai meraba-raba permukaan tanah yang ada di sekitar perahunya itu dengan kedua tangannya.  Ternyata benar, bahwa perahunya itu kini sudah terdampar di tepi danau. 

Pak merun segera melemparkan pandangannya ke segala arah, untuk mencari tahu di manakah ia terdampar? Namun, dia tidak melihat adanya sepercik cahaya pun di ujung mata. Yang ada hanyalah malam yang beku dan gelap. Ia tak tahu entah di manakah ia berada. 

Saat itu, hujan petir masih juga tak mau henti-hentinya mengguyur malam. Pak Merun segera masuk kembali ke dalam rumah kecilnya untuk berlindung. Namun keadaan bukannya makin membaik, namun justru malah semakin bertambah parah. Hawa dingin terasa semakin beku, dan menusuk-nusuk hingga ke tulang. Pak merun pun menggigil di dalam selimutnya. 

Tidak ada hal lain yang dapat ia lakukan selain dari pada bertahan di dalam selimutnya untuk menunggu hujan reda. Namun, ternyata hujan tak kunjung juga reda. Saat hawa dingin semakin bertambah parah, pak Merun pun berniat untuk menyalakan api di dalam perahunya. Akan tetapi itu sungguh tidak mungkin. Karena mau tidak mau, maka perahunya pasti juga akan ikut terbakar. Pak merun pun akhirnya mengurungkan niatnya tersebut. Saat itulah, tiba-tiba dia teringat dengan sesuatu.

Kenapa ia tidak mengambil pasir-pasir yang ada di luar sana untuk menjadi alas api yang akan dia nyalakan di dalam perahunya itu? Pasti perahunya itu tidak akan terbakar jika dilapisi dengan tumpukan pasir. Pak merun pun tersenyum. Dia segera keluar untuk mengambil pasir-pasir tersebut dengan kedua tangannya, dan kemudian membawanya ke dalam rumah kecil yang ada di perahunya tersebut.

Setelah semuanya terasa cukup, maka mulailah Pak merun menyalakan api tersebut di dalam perahunya. Api pun mulai menyala, semakin lama semakin membesar dan terang. Tak mau menunggu, Pak merun segera mendekatkan tangan dan sekujur badannya kehadapan api tersebut untuk menghilangkan rasa dingin yang menyiksanya. Menghangatkan tubuh.

Perlahan-lahan, hawa dingin itu mulai terasa berkurang dan akhirnya pun lenyap.  Suhu tubuhnya pun juga sudah kembali membaik. Pak merun pun tertidur di dalam perahunya itu, hingga sang matahari pagi terbit di ujung Timur.

Pagi telah tiba. Pak merun pun terbangun dari tidurnya. Dia segera keluar dari rumah kecil tersebut untuk mencari tahu, di tempat manakah perahunya itu terdampar? 

Sungguh begitu aneh, ternyata perahunya masih terombang-ambing di tengah danau. Pak merun pun menjadi bingung  Bagaimana mungkin perahunya itu yang telah dia naikkan ke pantai pasir tadi malam, kok sekarang tiba-tiba  bisa kembali lagi kedalam danau?

Pak merun yang kebingungan itu pun segera kembali ke dalam perahunya untuk membersihkan sisa-sisa pasir dan kayu bekas api yang dinyalakannya tadi malam. Saat itulah Pak Merun kaget. Alangkah terkejutnya pak merun pada saat itu.  Ternyata pasir-pasir yang di ambilnya tadi malam itu, adalah biji-bijian emas murni yang berwarna kekuningan.

Tak terbendung lagi, air mata pak merun pun mengalir. Ia sungguh terharu. Pak merun jatuh tersungkur di perahunya. Beliau sujud dan bersyukur atas rezeki yang diberikan oleh Tuhan dari jalan yang tidak pernah terduga-duga olehnya sedikitpun.

Setelah itu, Pak merun pun langsung pulang ke rumahnya untuk menemui anak-anak dan istrinya. Dia mendayung perahunya itu dengan begitu cepat dan penuh semangat. Sesampainya dirumah, pak merun pun segera menceritakan semua kejadian yang terjadi padanya malam tadi kepada keluarganya. 

Alangkah terkejut dan kagetnya istri dan anak-anaknya setelah mendengar cerita tersebut. Mereka menangis haru. mereka sungguh bahagia. 

Tiga hari setelah kejadian itu, Pak Merun dan keluarganya segera menggelar acara syukuran dengan mengundang semua warga yang ada di kampungnya tersebut untuk makan bersama. Bukan hanya itu, pak merun juga mendarmakan sebagian kekayan yang diperolehnya itu untuk pembangunan masjid, membantu  anak-anak yatim piatu dan juga orang-orang yang tidak mampu yang ada desanya.

Ternyata, perahu Pak merun malam itu terdampar di puncak gunung emas. Sampai saat ini, legenda tentang gunung emas yang ada di danau Kerinci masih menjadi misteri. Beberapa orang bahkan juga pernah mengaku melihatnya.

Begitulah rezeki, terkadang-kadang ia datang dengan cara yang tidak terduga-duga oleh manusia.


Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara