Cerita Misteri - Ternyata Aku Sendiri

 ~Ternyata aku tidak sendiri~


Di malam itu, hujan deras turun dari langit, mengguyur aspal yang tampak semakin menghitam dan gelap. Sesekali kilatan petir benderang di langit utara. Jalan lintas Kilometer 15 Kerinci-Tapan yang berliku-liku itu tampak sungguh begitu sepi dan senyap. Semenjak lepas landas dari warung nasi di desa Sako, satu pun tak ada kendaraan yang berpapasan dengan mobil kami. Malam semakin senyap, sunyi dan mencekam.

Yang terdengar hanyalah suara auman sayup-sayup mobil solar kami yang sedang melaju, berjuang mati-matian mendaki sebuah tanjakan tajam dan berliku, diiringi dengan suara rintik-rintik hujan yang jatuh menimpa kaca dan atap mobil. Jalanan sungguh tampak begitu basah, air hujan mengalir deras dari tebing di sisi kanan, bercucuran lalu masuk ke dalam parit tanah yang berliku di sepanjang jalan. 

Kondisi jalan benar-benar sungguh mengerikan. Satu dua pohon-pohon  tumbang hingga menutupi sebagian badan jalan, beberapa bongkah tanah juga berserakan di tepi, sehingga memaksaku harus beberapa kali memotong ke kiri untuk meloloskan badan mobil dari jebakan alam. Di sisi kanan jalan,  berjejer pula tebing-tebing raksasa nan curam yang kapan saja bisa ambruk dan mengubur para pengendara yang lewat. Sedangkan di sisi kiri jalan, terdapat jurang yang sangat dalam, yang kapan saja bisa menelan sang sopir yang tidak berhati-hati mengamati jalan.

Waktu itu jam sudah menunjukkan pukul 22 lewat sekian. Rudi temanku sudah tertidur pulas di bangku sebelah, hanyut kedalam mimpi yang indah. Dia tertidur. Setelah selesai memuat kelapa tua ke dalam mobil di sore tadi, tiba-tiba saja ia mengeluhkan perutnya yang sakit. Rudi bahkan sampai berkali-kali muntah. Mukanya berubah drastis menjadi pucat. Saat diperiksa ke dokter, ternyata darahnya turun hingga 80. Dokter pun memberinya obat-obatan. Syukurlah kondisinya sudah agak membaik. Rudi tidak muntah-muntah lagi seperti tadi.

Hujan deras terus bercucuran dari langit. Kondisi jalan menjadi semakin memprihatinkan. Aku takut tebing-tebing yang berada di sisi kanan akan runtuh menimbun jalan jika hujan lebat ini terus mengguyurnya. Jalan km 15 ini sungguh angker. Sering terjadi kemalangan. Hampir di setiap kali kami melintas di jalan ini, selalu saja ada tragedi maut yang terjadi. 

Sekitar dua minggu yang lalu, ada sebuah kecelakaan yang terjadi di sekitar jalan yang kami lewati tersebut. Sebuah Truck yang bermuatan pasir koral, yang diisi oleh pasangan suami istri, jatuh ke bawah jurang yang sangat dalam. Mereka tewas di tempat. Bukan cuma sekali, rasanya jumlah angka kecelakaan yang terjadi di jalan km 15 ini,sudah tak terhitung lagi. Jalan ini, benar-benar  sudah banyak merenggut nyawa manusia.

Dalam mengurangi angka kecelakaan, pemerintah kabupaten sudah beberapa kali melakukan renovasi di sepanjang jalan tersebut. Mulai dari membangun parit, lalu meruntuhkan tebing-tebing tanah yang berada di sisi kanan badan jalan, dan juga membuat pondasi di sisi kanan dan kiri badan jalan yang runtuh, akan tetapi semuanya seakan tak membuahkan hasil sedikitpun. Setiap kali hujan lebat turun mengguyur tanah, maka, longsor pun akan selalu terjadi. Bagi siapa saja yang melewati jalan ini ketika hujan lebat turun, ada baiknya berhati-hatilah melihat sisi kiri dan kanan jalan. Yang kanan terdapat tebing tanah yang curam, dan di sisi kiri terdapat jurang yang dalam.

Aku terus menekan pedal gas di kaki kanan, membuat mobil solar itu mengaum, dan melesat membelah jalanan yang begitu gelap. Pohon-pohon raksasa tumbuh di sepanjang jalan, akarnya menjulur, hingga beberapa kali menyentuh badan mobil kami yang sedang melintas.

Jam kini sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Sudah hampir satu jam penuh kami melintas, namun belum ada juga satu mobil pun yang nampak terlihat. Apakah hanya ada kami yang melintas di jalan tersebut malam ini? Entahlah, aku sangat berharap akan ada mobil lain yang melintas dari belakang. Namun sejauh ini, belum ada satupun dari mereka yang terlihat.

Dengungan hujan di luar sana membuat mataku terasa berat, rasa kantuk datang menyerangku terlalu awal. Mungkin ini adalah efek karena aku sudah terlalu penuh mengisi perut di warung tadi, begitu simpulku. Aku memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan.

Sekitar beberapa puluh meter di depan sana, terlihat pantulan cahaya yang bersinar. Pantulan cahaya itu berasal dari papan jalan, "hati-hati, sering terjadi longsor" begitulah yang kulihat.

Tidak seberapa jauh setelah melewati papan jalan tadi, terdapat jalan berliku yang sedikit agak menanjak. Setelah berhasil melewati tanjakan itu, mobil kami dihadapkan dengan tumpukan tanah yang jatuh dari tebing di sisi kanan. Longsor. Perasaanku mulai tidak menentu. Rasa takut mulai mengikatku. 

Di sisi kiri jalan, tampak sebagian badan jalan yang sudah menghilang, runtuh terbawa arus air hujan yang mengalir ke bawah jurang.  Aku menggelengkan kepala melihatnya. Aku memutuskan untuk berhenti di tempat itu selama beberapa menit. Aku terdiam membisu di dalam mobil, menatap jalan yang hampir mustahil untuk dilewati itu dari jendela kaca. Jalan itu hampir saja putus. Aku terus memutar-mutar kepala tanpa henti untuk menimbang-nimbang situasi. Jika aku tidak mencoba, maka kami berdua akan terjebak di tempat yang mencekam itu hingga pagi. Setelah menimbang-nimbang semua resiko, dan pada akhirnya, aku pun memutuskan untuk tetap melewatinya dengan sedikit memotong ke sisi kiri jalan.

Sebelum menginjak pedal gas, aku menarik nafas yang panjang sembari berdoa untuk meminta keselamatan dari yang Mahakuasa. Setelah itu, barulah aku mulai melepaskan koplin dari kaki kiriku. Perlahan-lahan mobil itu kurasakan mulai merayap pelan melewati tumpukan-tumpukan tanah yang basah dan lengket, sehingga membuat mobil kami bergoncang hebat. Syukurlah, kami berhasil melewatinya. 

Rudi masih tertidur di sebelahku. Aku menyelimutinya dengan kain sarung yang ku bawa. Tubuhnya terasa dingin. Beku. Mungkin dia masih sakit, begitu simpulku dalam hati. Aku kembali melanjutkan perjalananan. Dan suara mobil solar itu pun juga kembali mengaum dengan gagahnya menembus gelapnya malam.

Di ujung jalan terlihat ada sebuah jembatan besi, jembatan itu adalah jembatan ketiga yang akan kami lewati. Di bawah jembatan itu, terdapat air sungai yang begitu deras mengalir. Di samping kirinya, tumbuh sebuah pohon rimbun yang tampak cukup menyeramkan. Daun-daunnya begitu lebat dan panjang hingga dua meter, akar-akarnya bergelantungan ke bawah. Entah kenapa aku merasa seakan-akan ada yang duduk memperhatikan mobil kami yang sedang melintas pelan di tempat itu. Ah, mungkin itu hanyalah ilusiku. Aku segera membuang pikiranku tersebut sejauh mungkin.

Pandanganku kembali fokus pada jalan. "Aaaaaaaa.... "

"Tttuuh..." 

Tiba-tiba saja mobil kami merepet seperti kehilangan tenaganya.  Pelan dan semakin pelan, dan akhirnya mati. Kejadian itu sungguh begitu cepat. Ketika pandanganku berpindah dari pohon itu ke arah jalan, tiba-tiba saja ada sebongkah batu besar yang tergeletak di tengah jalan. Aku sungguh begitu kaget, dan segera membanting stir ke arah kanan, lalu kemudian menabrak semen pembatas jalan yang setinggi hampir satu meter. Hantaman itu sangat keras. Pada saat itu aku sedang berpacu dalam kecepatan 60. Setelah ku periksa, syukurlah aku dan Rudi tidak mengalami luka yang serius. Hanya saja tangan kiriku sedikit terluka akibat goncangan yang begitu dahsyat tersebut. Aku lupa memakai sabuk pengaman, sehingga membuatku tak bisa menahan diri.

Pada saat itu anehnya Rudi masih juga tertidur pulas di bangku sebelah dengan sabuk pengamannya. Tampaknya, sedikitpun dia tidak mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku tidak mau memberitahunya, biarlah dia beristirahat, karena dia masih sakit. Kasihan jika aku membangunkannya. Begitu pikirku. Setelah itu, aku pun memutuskan untuk keluar untuk memeriksa mobil.

"Ya Tuhan.." ternyata ban depannya yang kanan telah meledak. Pecah. Aku menghembuskan nafas panjang menghadap langit. Seketika wajahku langsung basah dikuyup oleh tetesan hujan yang jatuh dari langit. Petir menggelegar. Untunglah aku selalu membawa mantel plastik di balik laci mobilku. Segera ku ambil dan kemudian mengenakkannya.

Malam sungguh begitu gelap dan sunyi. Tidak ada satu pun kendaraan yang melintas di jalan itu. Kemanakah mereka semua pergi? Aku sungguh begitu panik. Hujan deras terus berjatuhan menyirami malam seakan tak peduli sedikitpun. Berbagai rasa datang menyelimuti hatiku. Aku takut dan juga cemas. Takut akan binatang buas si raja hutan yang kapan saja bisa muncul dari balik hutan. Belakangan ini, banyak berita yang mengabarkan kemunculan makhluk itu yang melintas di jalan kilo meter 15 tersebut. 

Aku tak punya waktu untuk merenungkan rasa takut, semakin aku pikirkan maka akan semakin membuatku menjadi lemah dan takut. Apapun yang akan terjadi di malam ini, aku harus menyelesaikan semuanya dengan cepat. Begitu tekadku.

Segera ku ambil handphoneku untuk menjadi penerang dari gelapnya malam. Aku langsung mengeluarkan kotak peralatan darurat yang kusimpan dibalik kursi mobil. Lalu kubawa turun dan kuletakkan di aspal. Aku segera berputar ke belakang untuk memgambil ban cadangan. Lalu kemudian mulai memasang dongkrak.

Aku baru sadar, ternyata muatan mobil kami sungguh begitu banyak, sehingga membuatku harus mengeluarkan beberapa kelapa tersebut dari dalam mobil dengan tujuan untuk mengurangi resiko yang ada. Aku segera berlari ke belakang, dan kemudian melemparkan ratusan biji kelapa keluar dari bak belakang mobil. Setelah semuanya kurasa cukup untuk mengimbangi situasi, barulah ku pompa kembali dongkrak tersebut untuk mengangkatnya.

Perlahan-lahan mobilku mulai terangkat dari tanah, setidaknya ini sudah lebih ringan dan lebih enteng dari pada yang sebelumnya. Syukurlah, mobil tersebut berhasil terangkat dengan cukup cepat. 

Tidak mau membuang-buang waktu, aku segera mengganti ban tersebut dengan ban cadangan yang baru saja ku ambil. Lalu kemudian ku pasangkan. Satu dua baut-bautnya mulai ku putar dengan begitu cepat. Aku tak peduli dengan apapun yang ada di sekelilingku. Aku terus mengerjakannya dengan begitu cepat tanpa henti.

Syukurlah, aku berhasil mengerjakannya dalam waktu yang cukup cepat. Kira-kira setengah jam.

Aku segera masuk ke dalam mobil dan menyalakannya. Aku lega, mobilku kembali menyala seperti semula. Setidaknya sekarang sudah jauh lebih terang daripada yang sebelumnya. Aku segera memindahkan ban cadangan tersebut ke bak belakang, dan sekalian memasukkan kembali kelapa-kelapa tua itu ke dalam mobil.

Hujan masih bercucuran dari langit. Aku sibuk menyusun kelapa di bal belakang.

Ketika aku sibuk menyusun kelapa di dalam bak belakang, tiba-tiba Rudi muncul. Dia mengenakkan jacket putihnya yang hujan. Jacket tersebut tampak seakan menyala ketika bias sinar hp ku mengenainya.

"Udah bangun?' tanyaku

Dia hanya menjawabnya dengan anggukan pelan. Sepertinya dia masih lemah.

Tak lama setelah itu, ia kemudian berjalan ke arah belakang mobil. Saat kutanya, dia tak menjawabnya. Mungkin dia mau buang hajat. Begitu simpulku. Aku segera melanjutkan pekerjaanku yang tinggal sedikit lagi. Akhirnya, semua pun selesai. "Saatnya pulang" begitu sorakku dalam hati.

Ku lihat Rudi terus berjalan ke belakang sana. Jauh dan semakin jauh. Aku mulai curiga, sepertinya ada yang janggal. Begitu gemingku.

Aku segera keluar dan kemudian memanggilnya. Akan tetapi dia tidak menghiraukan panggilanku. Aku yang merasa cemas tersebut segera berlari menyusulnya dengan cahaya senter hp ku yang tidak begitu terang dari belakang. Sedikit berlari.

Saat itu, jarak kami hanya terpaut sekitar 50 meter. Kulihat baju jacket putihnya yang tampak menyala itu berbelok ke arah sebelah kanan. Dan kemudian lenyap di balik rerumputan.

Aku terus berlari menghampirinya. Beberapa detik kemudian, sampailah aku di tempat itu. Aneh sekali, aku tidak menemukannya. Kemanakah dia pergi? Begitu tanyaku.

Aku segera menyorotkan cahaya senterku itu ke sebelah kanan jalan. Saat itulah aku terkejut dan tak percaya dengan apa yang aku lihat. Jantungku berdebar. Ternyata  tempat yang kusangka semak belukar tadi itu adalah jurang yang sangat dalam. Aku berteriak memanggil-manggil namanya ke bawah sana. Namun tak ada suaranya yang menyahut, yang terdengar hanyalah pantulan suaraku yang terdengar menggema hingga ke segala penjuru hutan. Hujan terus bercucuran dari langit tanpa henti.

Saat itu juga aku langsung berlari terbirit-birit menuju mobilku untuk mencari bantuan. Segera ku injak pedal gas mobilku, dan kupacu dengan sebegitu kencangnya. Suaranya mengaum-ngaum di sepanjang jalan membelah menembus malam yang begitu kelam. Aku sungguh begitu panik. Aku sudah tidak peduli lagi dengan kondisi jalan yang ku tempuh. Bagiku, Rudi harus cepat-cepat mendapatkan bantuan.

Saat aku sibuk berenang di dalam rasa takut dan cemasku yang begitu tak hebat, tidak sengaja mataku melihat ke bangku sebelah. "Ya Tuhan" aku berteriak kaget. Saat itu juga, reflek aku langsung menghentikan laju mobilku. Ternyata sejak tadi Rudi masih berada di dalam mobil. Dia masih tertidur di bangku sebelah dengan selimut dan posisi yang sama. Aku menjadi sangat bingung. Lantas, siapakah sosok Rudi yang tadinya kulihat tadi?

Aku segera membangunkannya dari tidur. Namun Rudi tak bergeming sedikitpun. Walaupun tubuhnya telah beberapa kali ku goncang, namun dia tetap tidak bergerak walau sedikitpun. Aku yang khawatir segera memeriksa kondisinya, saat itulah kurasakan suhu tubuhnya yang sudah semakin dingin dan beku. Aku sungguh takut. Ternyata Rudi telah tiada.

Kejadian itu berlaku sekitar satu tahun yang lalu. Aku sangat merinding bila harus mengingatnya kembali. Sungguh tak kusangka, ternyata di sepanjang jalan yang kutempuh di malam itu, aku ditemani oleh jenazah Rudi. Dia meninggal karena sakit perut yang di deritanya.

Lihat Cerita Misteri lainnya di bawah ini :

Cerita Misteri

Cerpen Kisah Cinta

Cerpen inspiratif











Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara