Cerpen - Pertemuan - Part 3
Part 3
Wa’alaikumussalam...” Sarah langsung menoleh. Saat itu matanya tidak berkedip sedikitpun menatap wajah Fatih. Sepertinya dia masih tidak percaya bahwa Fatih akan datang ke rumahnya.
“Eeeh Mas Fatih. Gimana kabarnya? Kok gak bilang-bilang kalo mau kesini?’ Sarah bertanya dengan separuh wajah membendung senyum.
“Alkhamdulillah, kabarnya baik. Sarah gimana kabarnya? Kata Pak Bahri, Sarah sakit, ya?” Fatih bertanya balik.
“Nggak, kok, Sarah gak sakit. Cuma gak enak badan aja, hehe” Sarah bangun dari kursi.
“Ayo masuk, Mas. Mama Papa ada di dalam. Bentar, ya, biar aku panggilin dulu” Sarah segera bergegas ke dalam rumah untuk memanggil ibu dan ayahnya. Sedangkan Fatih masih mematung di tempat itu tanpa beranjak.
“Eh nak Fatih, ya? Ayo masuk, Sarah sering cerita tentang nak Fatih, loh sama ibuk” Ibu Sarah tersenyum ramah menyambut kehadiran Fatih.
“Ihh Ma.. kenapa ngomong gitu?” Sarah menyikut Ibunya menahan malu. Dia malu karena Ibunya berbicara tanpa rem.
“Iya, buk” Fatih mulai salah tingkah setelah mendengar ucapan Ibu Sarah. Dia segera bergegas masuk ke dalam rumah, dan kemudian duduk di ruangan tamu bersama Sarah dan orangtuanya.
Di sana mereka berbicara tentang banyak hal. Tentang Sarah yang sering sakit-sakitan.
“Fatih, inilah anak kami satu-satunya. Tapi dia ini bukan anak manja, loh. Dia ini anak yang mandiri. Dia juga bisa masak, loh, hehe” Ibu Sarah terlihat senang sekali melihat kehadiran Fatih.
“Oh, iya. Kata Sarah, kalian berdua itu pertama kali ketemu di bandara, ya?” Ibu Sarah kembali bertanya pada Fatih dengan gembira sekali.
“Iya, buk. Ibuk tahu darimana?” Fatih bertanya sambil menelan ludah.
“Sarah yang cerita sama ibuk” Begitu jawab Ibu Sarah.
Mendengar jawaban tersebut, Fatih langsung menelan ludah. Pasti Sarah juga menceritakan kejadian tersebut sama ibunya. Fatih malu sekali mengingat kejadian tersebut. Apalagi kejadian saat Sarah mengajaknya makan siang untuk pertama kalinya, saat itu Fatih benar-benar seperti orang yang mati kutu.
Sejak hari itu, Fatih sering berkunjung ke rumah Sarah. Dan alkhamdulillah kondisi Sarah sudah mulai membaik.
Pada hari ke lima, Fatih pamit kepada Sarah dan ibu Sarah. Karena dia akan berangkat ke Bogor untuk mengajar di sana, karena hari senin lusa para santri sudah kembali melaksanakan proses belajar mengajar seperti biasanya.
Orangtua Sarah-pun dengan senang hati mempersilakan Fatih pergi.
Sebelum pergi, Fatih juga sempat pamit kepada Sarah. Sebenarnya Sarah terlihat sedikit keberatan, akan tetapi Sarah bukanlah anak kecil yang terlalu menampakkan perasaannya. Dia masih menyembunyikan tentang perasaanya terhadap Fatih.
Setelah pamit pada Sarah, Fatih-pun segera berangkat dari kota Medan menuju Bogor pada hari minggu sore.
Hari senin telah tiba. Seperti biasa, Fatih sudah mulai kembali mengajar di sana. Setiap hari Fatih terus melalui hari-harinya itu dengan setengah hati. Setengah hatinya masih tertinggal di kota kelahirannya. Entah kenapa semenjak pulang dari Medan, semangat mengajarnya tiba-tiba saja menurun.
Satu bulan telah berlalu. Fatih belum juga menemukan semangatnya kembali. Hingga disuatu hari, tiba-tiba Kak Ilham memanggil Fatih ke dalam ruangan beliau. Sepertinya ada sesuatu yang ingin Kak Ilham sampaikan.
“Fatih, minggu depan ada beberapa rombongan guru dari Malaysia yang akan datang kesini. Katanya, mereka ingin mencari seorang guru terbaik untuk mereka kontrak sebagai tenaga pengajar di Negara mereka. Sebaiknya, kamu persiapkan diri, karena kebanyakan guru-guru di sini merekomendasikan kamu” Kak Ilham menatap Fatih dengan serius.
“Apakah kamu tertarik?” Kak Ilham kembali bertanya.
Fatih terdiam sesaat. Setelah itu, dia-pun mengangguk pelan dan menyetujui tawaran tersebut.
“Baiklah, saya akan bicarakan dengan guru-guru yang lain”.
“Oh iya. Tadi pagi saya ditemui oleh Pak Bahri. Beliau berpesan untuk menyuruhmu datang ke rumah beliau malam ini, katanya ada sesuatu yang hendak beliau katakan.” Setelah itu Kak Ilham segera beranjak ke luar ruangan.
Fatih sedikit terkejut mendengarnya. Dia juga penasaran, apakah yang ingin Pak Bahri katakan tersebut. Akan tetapi Fatih segera mengubur rasa penasarannya, dia memutuskan untuk pergi ke rumah Pak Bahri malam itu juga.
Setibanya di sana, Fatih sedikit terkejut, ternyata orangtua Sarah-pun juga ada di sana. Mereka menyambut kedatangan Fatih dengan hangat. Akan tetapi ada satu yang sedikit janggal menurut Fatih. Dimana Sarah? Itulah pertanyaan yang timbul di dalam hatinya. Karena Sarah tidak kelihatan sama sekali, sedangkan kedua orangtuanya ada. Itulah yang membuat Fatih menjadi sedikit bingung.
Mereka bercerita tentang banyak hal. Tentang pengalaman masalalu Ayah Sarah yang ternyata dulunya beliau adalah seorang anak rantau. Ayah Sarah berasal dari Kerinci, kemudian merantau ke kota Medan. Lalu saat itulah beliau berkenalan dengan Ibu Sarah, dan kemudian mereka menikah.
Dan yang mengejutkan lagi, ternyata Ibu Sarah dulunya adalah seorang santriwati di pesantren Purba Baru. Kata Ayah Sarah, dulunya Ibu Sarah ini adalah seorang gadis yang cantik dan juga pemalu. Persis sekali seperti putri mereka.
Yang paling aneh dalam pertemuan tersebut, entah kenapa Pak Bahri, Ayah Sarah, Ibu Sarah, dan Ibuk Rahma banyak menanyakan Fatih tentang hukum-hukum fiqih Islam. Bukan Cuma itu, mereka juga menanyakan tentang masalah ilmu Nahwu dan Saraf, juga termasuk tafsir-tafsir Alqur’an dan Hadist. Syukurlah Fatih bisa memberikan jawaban yang memuaskan hati mereka.
“Fatih...” Tiba-tiba Pak Bahri bertanya dengan nada yang tidak biasanya. Nada itu terdengar serius dan mengundang tanya.
“Apakah kamu sudah punya rencana untuk menikah?” Pak Bahri menatap Fatih dengan serius. Melihat hal tersebut, Fatih berusaha menjawabnya dengan nada biasa agar topik tersebut tidak terlalu dipanjangkan lagi.
“Tentu saja, Pak Bahri ini ada-ada saja pertanyaannya, hehe” Fatih tertawa kecil mendinginkan suasana.
“Apakah kamu sudah ketemu calon yang tepat?” Pak Bahri kembali menghidupkan suasana dengan nada serius.
Mengetahui topik pembicaraan yang sudah benar-benar serius, maka Fatih-pun segera menelan ludah. Dan kemudian berusaha untuk menjawabnya dengan serius pula.
“Belum, Pak. Sekarang masih dalam proses pencarian, hehe” Fatih menajwabnya dengan senyuman pasi.
“Hmm baiklah, kalau begitu. Bapak pikir kamu ini mau membujang seumur hidup, hehe” Pak Bahri terkekeh. Semua yang mendengarnya pun juga ikut tertawa. Sedangkan Fatih mulai dilanda panas dingin.
“Bagaimana dengan Sarah, apakah kamu tertarik untuk mempersuntingnya?” Ayah Sarah langsung menusuk Fatih dengan pertanyaan inti tanpa basa-basi. Hingga membuat Fatih bagai tersambar petir setelah mendengarnya. Dia semakin gugup dan tidak tahu apa yang harus dia katakan.
Saat itu, tiba-tiba Buk Rahma izin pamit sebentar ke kamar mandi. Ternyata beliau pergi memanggil Sarah di kamarnya.
“Sarah, ayo keluar sebentar, ada yang mau Ibuk sampaikan.” Ibu Rahma mengetuk pintu.
“Iya, Buk, tunggu bentar” Sarah membukakan pintu, dalam sekejap dia sudah berdiri menatap Ibuk Rahma.
“Paman kamu manggil di depan, katanya ada yang ingin beliau sampaikan sama kamu”. Ibuk Rahma sedikit berbohong pada Sarah.
“Mau bilang apa, Buk? Sarah udah ngantuk nih. Tunggu bentar, ya, Sarah kenakan hijab dulu” Sarah kembali ke kamar, dan kemudian kembali dengan hijabnya yang berwarna hitam.
Ibuk Rahma membawa sarah ke lantai bawah, ke ruangan tamu. Sesampainya di sana, Sarah langsung kaget ketika mlihat Fatih juga berada di sana.
“Eh Mas Fatih, kok gak bilang-bilang kalo mau ke sini?” Sarah bertanya dengan nada datar tanpa curiga sedikitpun.
“Ehh anu, anu. Sayapun baru dikasih tahu, kok” Fatih menjawabnya dengan separuh gugup. Bibirnya mendadak kelu ketika melihat kehadiran Sarah. Sepertinya panas dingin Fatih sudah semakin parah.
“Bagaimana, Fatih? Iya atau Tidak?” Pak Bahri tersenyum kecil menatap Fatih dan Sarah. Hal tersebut membuat Sarah menjadi curiga.
Mendengar pertanyaan tersebut, Fatih langsung gemeteran. Apalagi saat itu Sarah juga ada di sana.
“Sepertinya Fatih masih malu-malu. Bagaimana kalau kita biarkan mereka berdua duduk di sana, biar mereka saja yang meutuskannya” Ibu Sarah sedikit jail memberikan ide. Mendengar kata tersebut, Fatih langsung mengeluarkan suara.
“Iiyaa, Iyaa” Kepalanya juga ikut mengangguk memberikan jawaban. Fatih sudah tidak punya pilihan lagi, dia harus menjawab pertanyaan tersebut dengan cepat.
Mendengar jawaban tersebut, semua yang hadir langsung tertawa gembira. Sedangkan Sarah masih terlihat kebingungan.
“Sarah, bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga mau bilang Iya seperti jawaban Fatih?” Ibuk Rahma sedikit jail menghidupkan suasana. Mendengar kata tersebut, barulah Sarah sadar, ternyata itu bukanlah acara makan malam biasa.
Itulah yang membuat wajah Sarah langsung bersemu memerah. Sarah senyum-senyum sendiri salah tingkah.
“Sarah, apakah kamu juga suka sama Fatih?” Pak Bahri kembali memberikan pertanyaan.
Pertanyaan tersebut langsung membuat Sarah semakin tersipu. Senyum-senyum tanpa jawaban.
“Baiklah, kalau Sarah masih tidak mau menjawab, maka kita pergi saja dari meja ini, biar mereka berdua yang tinggal untuk mengungkapkan perasaan mereka” Pak Bahri kembali menjaili Sarah. Sarah bahkan langsung menepuk Pak Bahri sakin malunya.
Sedangkan Fatih masih gelisah di sebelah. Dia terlihat begitu tengang sekali menunggu jawaban dari Sarah.
“Sarah, kasihan Fatih udah lama nunggu. Lihat, tuh, mukanya tegang banget lagi nunggu jawaban dari kamu, haha” Ayah Sarah tertawa lebar melihat Fatih yang bermuka tegang di sebelah.
“Iya, iya...” Sarah langsung menutup mukanya dengan kedua tangan. Dia tersenyum sendiri menahan malu. Melihat tingkah Sarah yang cukup lucu, Fatih tak kuasa menahan tawanya.
“Baiklah kalau begitu, malam besok mereka berdua ini akan kita nikahkan” Pak Bahri tertawa panjang, begitupun dengan orangtua Sarah dan Ibuk Rahma.
Mendengar kata tersebut, sontak Sarah dan Fatih langsung tersipu. Mereka tidak menyangka pertemuan dimalam tersebut akan berakhir seperti itu.
Malam besoknya, Fatih dan Sarah-pun langsung dinikahkan. Benar-benar tak disangka sedikitpun, ternyata pertemuan mereka yang singkat di bandara sekitar beberapa bulan yang lalu itu akan membawa mereka ke jenjang pernikahan dan hidup di bawah atap yang sama. Fatih dan Sarah benar-benar hidup dalam kebahagiaan.
Dua bulan kemudian, ternyata benar kata Kak Ilham. Fatih terpilih menjadi guru pengajar yang akan dikontrak untuk mengajar di Malaysia. Sejak hari itu, Fatih-pun resmi mengajar di pesantren Malaysia. Kemudian melanjutkan kuliah S1 nya di sana.
Beberapa tahun telah berlalu. Fatih dan Sarah dikarunia dua orang buah hati. Dan berita lain yang mengembirakan ialah Fatih berhasil menamatkan S3 nya di Malaysia. Sekarang dia menjadi dosen terbang di dua Negara. Mereka hidup dalam kebahagiaan.
Comments
Post a Comment