Makalah Orientalisme, Kolonialisme, Misionarisme dan Klasifikasi Sikap Orientalisme Terhadap Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam dan Kristen termasuk dua agama dalam katagori lima agama besar dunia (Islam, Kristen, Yahudi, Hindu dan Budha). Menurut sumber ajaran keduanya termasuk agama samawi dan juga secara konstitusional berhak mendapat pengakuan dan bimbingan serta pembinaan dari pemerintah Republik Indonesia.
Jadi, menurut sumber ajarannya, kedua agama tersebut pada dasarnya memiliki doktrin yang bersumber pada wahyu Allah, agama Islam dengan Al-qur’an dan Nabi Muhammad SAW utusannya dan agama Kristen dengan Alkitab (Injil) dan Nabi Isa Ibn Maryam AS utusannya.
Secara geografis dan etnologis, agama Islam dianut oleh kebanyakan orang Timur sehingga terkadang Islam itu diidentikkan sebagai agama bangsa Timur, Timur Tengah, Timur Jauh termasuk di Asia.
Sedangkan agama Kristen lebih diidentikkan dengan Barat, bangsa Barat dan agama orang Barat walaupun secara kronologis historisnya sesungguhnya agama Nabi Isa ini lahirnya di Timur. Itulah sebabnya sehingga agama Kristen dinamakan juga agama penjajah.
Suatu realita sejarah, bahwa karya tulis para Orientalis tentang ketimuran, khususnya tentang agama Islam dan umat Islam makin lama semakin berkembang, baik kuantitas maupun kualitasnya.
Pemikiran dan pendapat-pendapat mereka banyak menjadi rujukan, referensi, baik bagi para mahasiswa muslim, penulis-penulis karya ilmiah serta sarjana-sarjana muslim dalam studinya tentang dunia Timur, khususnya tentang Agama dan sejarah Islam.
Pada waktu awal berdirinya Orientalisme dapat dikatakan bahwa dengan api kebencian yang membara para Orientalis telah menyerang secara habis-habisan, serta mendapatkan angin penjajah yang lebih mempercepat dan mempermudah melaksanakan misinya.
Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya mereka (sebagian) agak lebih melunak, menuju ke sifat yang agak positif, termasuk dalam hal ini mempengaruhi pula pandangan mereka terhadap Islam. Predikat "tidak baik" yang ditujukan kepada Al-Qur'an mulai berangsur-angsur berkurang, sesuai dengan perkembangan pemikiran dan penelitian yang mereka lakukan, ilmiah, harus obyektif dan transparan.
Bertitik tolak hal-hal tersebut itulah penulis merasa tertarik untuk meneliti dan membahasnya dalam makalah ini dengan judul : Klarifikasi Orientalisme Berdasrkan Sikapnya Terhadap Umat Islam.
B. Rumusan Masalah
Orientalisme adalah komunitas para cendikiawan Barat yang banyak mempelajari bangsa Timur dengan tujuan dan misi untuk menjatuhkan bangsa Timur (Islam). Sejak pertama kali Orientalis muncul, sikap mereka terhadap umat Islam banyak terkesan kurang baik dan menimbulkan kemarahan umat Islam, karena mereka selalu menjelak-jelak-kan agama Islam semau hati mereka saja. Selain itu juga, para Orientalis juga dikenal dengan Misionaris dan Kolonial (Penjajah) yang menjajah bangsa Timur.
Maka dari itulah, kami akan mengemukakan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah tersebut, diantaranya :
1. Apa itu Orientalisme, Kolonialisme, Misionarisme, serta keterkaitannya?
2. Bagaimanakah sejarah muncul dan perkembangan Orientalisme?
2. Mencari tahu apa saja kejahatan Orientalisme terhadap Islam?
3. Apa saja sisi positif Orientalisme terhadap Islam?
C. Tujuan
Berikut ada beberapa poin penting yang dapat kita petik di dalam Makalah ini:
• Dengan adanya pembahasan tentang Orientalisme didalam Makalah ini, mudah-mudahan kita selaku umat Islam akan mendapatkan suatu kesadaran yang akan membawa kita pada tindakan yang serba hati-hati dalam mempelajari ilmu-ilmu yang berasal dari Barat.
• Dengan adanya Makalah ini, semoga saja kita akan tahu bahwa tidak semuanya para Orientalis itu adalah penjahat.
• Dengan adanya Makalah ini, semoga saja akan menjadi penambah pengetahuan bagi kita semua mengenai sejarah antara dunia Islam (Timur) dan dunia Kristen (Barat)
• Dengan adanya Makalah ini, semoga akan menjadi bahan pikir bagi kedua belah pihak untuk tercapainya sebuah perdamaian yang hakiki.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Orientalisme, Kolonialisme, dan Misionarisme
1) Orientalisme
Secara bahasa, “Orientalisme” berasal dari bahasa Perancis, yaitu “Orient” yang berarti “Timur”.
Dalam perkembangan-nya, kata Orient mengalami banyak penyebutan, seperti dalam bahasa Belanda disebut dengan Orientalisme, dan dalam bahasa Inggris disebut dengan Orientalism. Meskipun memiliki banyak penyebutan, akan tetapi Orient, Orientalism, dan juga Orientalisme hanya memiliki satu makna besar, yaitu Timur.
Sedangkan kata “Orientalis” berarti sesorang (tokoh) yang memiliki wawasan dan keahlian yang tinggi tentang kehidupan bangsa Timur (terkhususnya ialah bangsa Islam, baik itu di bidang agama, politik, ekonomi, dan lain-lain sebagainya.
Jadi, secara terminologi dapat di artikan bahwa Orientalisme adalah suatu aliran ataupun paham yang di anut oleh suatu komunitas besar yang berasal dari negara-negara Barat (Eropa dan Amerika), yang mempelajari segala aspek-aspek kehidupan bangsa-bangsa Timur, dengan misi dan tujuannya ialah untuk menjatuhkan bangsa-bangsa Timur. Sedangkan Isme ialah menunjuk kepada makna suatu faham.
Meskipun pada garis besarnya kajian Orientalisme relatif sama (Ingin menjatuhkan bangsa Timur), akan tetapi ekspresi yang diberikan oleh setiap para Orientalis kepada bangsa Timur justru sangatlah beragam dan juga berbeda-beda. Ada yang sangat membenci Islam, ada juga yang Netral dan bahkan juga ada yang turut bersimpatik terhadap umat Islam.
2) Kolonialisme
Secara bahasa, Kolonialisme berasal dari bahasa latin, yaitu Koloni yang artinya tanah pemukiman (Jajahan). Jadi, Koloni berarti pemukiman suatu negara yang berada di luar wilayah negaranya, dan kemudian dinyatakan sebagai bagian dari wilayahnya.
Adapun Kolonialisme mengandung arti upaya penguasaan atas suatu daerah atau wilayah oleh negara penguasa untuk memperluas daerah ataupun wilayahnya. Penguasaan daerah tersebut umumnya dilakukan secara paksa untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi negara induk (Mother Land).
Contoh Kolonialisme :
“Penjajahan Belanda atas bangsa Indonesia, penjajahan bangsa Inggris atas Malaysia, penjajahan bangsa Portugis atas Timor Leste dan sebagainya.”
3) Misionarisme
Setiap agama punya cara tersendiri untuk menyebar-luaskan agama atau kepercayaan mereka kepada orang banyak agar pengikut agama mereka menjadi semakin bertambah. Di dalam Islam, cara menyebarkan agama Islam disebut dengan Dakwah. Dengan Dakwah inilah agama Islam disebarkan ke-seluruh dunia, hingga sampailah di Indonesia saat ini.
Didalam agama Kristen, istilah untuk mengajak atau memperluaskan agama mereka disebut dengan Misionaris.
Jadi, secara singkat dapat di artikan bahwa Misonaris itu adalah sebutan bagi siapa saja yang bertanggung jawab dalam hal pemberitaan dan penyebaran Injil ataupun agama Kristen.
Contoh Misionaris :
“Seperti Fransiscus Xaverius yang berasal dari Spanyol merupakan seorang tokoh Misionaris yang menyebarkan agama Kristen di Maluku. Van Lith Misionaris Belanda yang menyebarkan agama Kristen di Pulau Jawa, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh Misionaris lainnya yang menyebarkan agama Kristen di wilayah Indoenesia.”
B. Klasifikasi Sikap Orientalisme Terhadap Umat Islam Dari Berbagai Masa
1) Masa Klasik
Islam pada masa klasik merupakan kekuatan super power dunia, dimana Barat berada dalam masa Dark age (Masa kegelapan). Ketertinggalan peradaban Barat tersebut membuat mereka menjalin kontak peradaban dengan peradaban Islam dengan tujuan untuk membangkitkan kembali peradaban mereka yang pada saat itu sudah tertinggal jauh oleh peradaban Islam.
Pada masa klasik ini (650-1150 M) umat Islam sangat populer bagi kalangan dunia Barat. Para penulis sejarah mencatat bahwa bangsa Eropa yang menjadi penduduk Adalusia (Spanyol saat ini) pada umumnya tetap berpegang teguh pada agama Kristen, hanya saja dalam kehidupan keseharian mereka, mereka tidak bisa lepas dari pengaruh peradaban Islam yang pada saat itu sangat tersohor di bagian Timur maupun Barat. Mereka menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa keseharian mereka.
Daerah Toledo misalnya, walaupun pada tahun 1085 M sudah dapat dikuasai kembali oleh Alfonso 6, namun selama dua abad kemudian masih juga menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa hukum dan dagang, bahkan Alfonso juga mencetak uang dengan menggunakan bahasa Arab untuk keperluan bagi kalangan non Arab yang telah mengalami proses arabisasi. Begitupun dengan Al-Kitab (Injil) juga telah diterjemaahkan kedalam bahasa Arab pada tahun 724 M oleh Uskup Johan dan Seville, dan kemudian disempurnakan kembali oleh Isaac Velesques dari Cardova pada tahun 946 M. Begitupun di Sisilia, situasi dan kondisi kultural telah di hegemoni oleh tradisi Arab, tepatnya ialah peradaban Islam yang secara tidak sadar telah menyatu dengan kehidupan Barat Kristen pada masa itu.
Peradaban Islam klasik memiliki impact yang sangat besar, bukan hanya bagi masyarakat yang ada di negara-negara bekas Islam, akan tetapi impact-nya bahkan telah menyebar jauh keseluruh penjuru benua biru (Eropa). Banyak para cendikiawan yang berasal dari Inggris, Perancis, Jerman, Italia, datang belajar ke Andalusia yang pada saat itu masih berada dalam kekuasaan peradaban Islam. Sebagai contoh misalnya, Gerbert D’Aurilaac, dahulu ia adalah seorang santri di Andalusia dan sebelum akhirnya bertranformasi menjadi seorang paus dengan nama Paus Sylvester 2 di kota Roma pada tahun 990-1003 M.
Dialah salah satu tokoh Kristen yang turut mempromosikan peradaban Islam keseluruh penjuru Eropa, seperti; Inggris, Lorraine, Salerno, dan juga bangsa Spanyol itu sendiri. Pernyataan D’Aurilaac menimbulkan propaganda intelektual bagi cendikiawan baru Kristen, mereka menyambutnya dengan gagap gempita dan kemudian mulai meng-organisir para lembaga agar melakukan penerjemahan teks-teks Arab kedalam bahasa latin dengan tujuan agar dapat dipahami oleh masyarakat Barat yang pada saat itu sangat haus akan ilmu pengetahuan.
Sedangkan menurut Radinson, yang pertama-tama menyebarkan informasi yang akurat tentang dunia Islam adalah Peter The Venerable (Kepala Biara Cluny 1094-1156). Kunjungan pertama Peter ke Spanyol setidak-tidaknya untuk mendengar mengenai agama kaum muslimin dan juga pekerjaan para penerjemaah mereka. Dalam kunjungannya yang kedua Ia ingin menemukan argumen-argumen intelektual yang mendasar untuk membela agama Kristen dari kalanngan ahli bid’ah Kristen, Kaum Yahudi, dan juga kaum Muslim.
Dalam kunjungan yang ketiga ia baru sadar akan bahaya yang akan mengancam gereja ketika memasuki abad “keresahan intelektual” dan skisme-skisme yang deskruktif yang semakin berkembang.
Seperti yang telah diduga, aksi Peter yang menyebarkan informasi akurat tentang Islam tersebut akan menuai reaksi keras bagi umat Kristen. Salah satunya datang dari Bennard Clairvaux (1090-1153 M).
Di Spanyol, Peter mempekerjakan sebuah tim penerjemaah Al-Qur’an yang diselesaikan pada tahun 1143 M. Naskah-naskah hasil terjemahan tersebut kemudian dikenal dengan Cluniac Corpus. Meskipun hasil penerjemaahan tersebut telah berhasil diselesaikan dan disebarluaskan, akan tetapi sayangnya hanya bagian-bagian yang mendukung ajaran ke-Kristenan-lah yang paling banyak disebarkan.
Hal inilah yang menjadi cikal bakal munculnya Orientalisme pada masa klasik. Jadi dapat disimpulkan, bahwa pada masa klasik ini sikap para Orientalisme pada agama Islam masih terkesan cukup hangat dan baik. Dan bahkan merekapun juga menjalin hubungan kontak peradaban yang sangat baik dengan umat Islam. Beberapa cendikiawan Kristen pada masa klasik ini sangat banyak yang meniti pendidikannya di negara-negara Islam.
Sepeti yang telah tertulis di atas. Pada masa klasik ini, tujuan Orientalisme ialah memindahkan ilmu pengetahuan dan filsafat dari bahasa Arab kedalam bahasa dunia Eropa.
2) Masa Pertengahan
Pada abad ke 11-13, meletus-lah perang salib. Didalam peperangan yang sangat Fenomenal ini, kemenangan mutlak sepenuhnya berada ditangan kaum muslimin. Kekalahan demi kekalahan yang dialami oleh kaum Kristen pada perang salib, inilah salah satu yang menjadi modal utama bagi mereka untuk memotivasi diri mereka agar terus melakukan kajian-kajian ke-Timuran secara intens dan mendalam.
Sebelum perang salib meletus, dulu, orang-orang Barat ketika mempelajari ilmu pengetahuan kepada orang Timur, mereka sangat tulus dan benar-benar ingin belajar secara lurus dan damai. Akan tetapi setelah meletusnya perang salib, yang telah mengakibatkan kekalahan bagi imperium mereka, mereka justru berubah menjadi lebih ganas daripada sebelumnya. Hasrat ingin mengkritik dan menyerang Islam berkembang pesat dalam setiap hati mereka.
Dari sinilah semua para Orientalisme Barat mulai bersatu dan membuat rencana yang sangat busuk. Yaitu adalah untuk menghancurkan Islam demi membalas dendam yang bersemayam di dalam hati mereka atas kekalahan didalam perang Salib.
Pada pariode ini, para pengarang atau penulis Orientalis mulai menulis buku-buku yang menyudutkan kaum Islam. Mereka menggambarkan bahwa agama Islam adalah agama yang kejam, penjajah, pencuri, dan berbagai gambaran busuk lainnya. Karya-karya mereka yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam ini, kemudian disebar luaskan keseluruh penjuru Eropa.
Trauma yang membekas atas kekalahan di dalam perang salib, inilah yang menjadi mesin pacu dan motivasi tersendiri bagi mereka untuk terus maju agar mampu mengalahkan kaum muslimin. Mereka sengaja menyebarkan kejelekan-kejelekan Islam, dan mengangkat umat Kristiani agar menjadi lebih bersemangat dan termotivasi atas peristiwa yang berdarah tersebut.
Beberapa orang penulis mereka seperti Carra De Vaux, Pijper, Salah satu tuduhan mereka terhadap umat Islam ialah; Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah seorang lelaki yang selalu diserang oleh penyakit epilepsi, gila perempuan, penjahat, pendusta, orang yang berlumuran dosa dan sebagainya, hingga semua implikasi ajaran umat Islam yang selama ini mereka pelajari itu adalah sepenuhnya mereka anggap tidak benar ataupun telah menyeleweng.
Beberapa tuduhan lain yang mereka lemparkan kepada umat Islam ialah: di Eropa mereka menyiarkan bahwa dalam ajaran Islam terkandung unsur Trinitas, dan unsurnya ialah; Tervenant, Muhammad dan Apollo. Nabi Muhammad disembah dalam bentuk patung emas dan perak. Poliandri dibolehkan dalam Islam, yang mana para wanita diperbolehkan punya banyak suami dalam masa waktu yang bersamaan. Disebut pula bahwa umat Islam punya kewajiban membunuh orang Kristen sebanyak mungkin, karena membunuh orang Kristen merupakan jalan untuk masuk surga bagi umat Islam.
Mereka mengatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang yang berdarah.
Pada masa ini, seorang teolog Kristen yang bernama Jhon of Damaskus menjadi (Menyamar) sebagai pegawai didalam pemerintahan Dinasti Umayyah di Damaskus, Ia mempelajari Islam secara serius.
Salah satu tuduhan Jhon tentang Islam pada masa itu ialah “Bahwa agama Islam adalah merupakan cabang Bid’ah dari Kristen, dan karena kepenolakan ini, maka kebenaran yang di akui oleh agama Kristen menjadi tidak bermakna lagi. Dia mengatakan bahwa ; “ Allah bukanlah Tuhan, Muhammad bukanlah Nabi, dan Islam adalah agama yang ditemukan oleh orang-orang yang motif sifatnya sangat disesalkan. Mereka menyebarkan Islam dengan pedang”. Begitulah pendapat Jhon ataupun seorang Orientalis yang menyusup kedalam Dinasti Umayyah di Damaskus pada masa itu.
Pada masa ini, sikap para Orientalisme terhadap Islam mulai menampakkan sikap terburuknya. Mereka mulai menyudutkan dan juga menyalahkan agama Islam secara menyeluruh.
3) Masa Pencerahan
Pada pariode ini, sikap permusuhan yang diberikan oleh umat Kristen terhadap umat Islam mulai meredup dengan munculnya masa pencerahan yang dijiwai oleh keinginan untuk mencari kebenaran. Pada masa ini, kepercayaan kepada akal yang rasional meningkat pesat, begitupun dengan Tradisonalisme telah berganti menjadi Rasionalisme. Penelitian yang bersifat rasional dan objektif dipergunakan untuk mencari kebenaran.
Para pemerhati Islam tidak lagi mengada-ada hal yang sebenarnya tidak terdapat dalam ajaran Islam. Pada masa ini mereka mempelajari agama Islam untuk mengetahui Islam sebenarnya sehingga bermunculan tulisan ataupun karya yang lebih spresiasif secara positif terhadap umat Islam.
Sebagai contoh misalnya tulisan Voltaire, Carlyle, Gibbon, Reiske, Goethe, dan lain-lain mengenai agama Islam, tidak lagi mengandung hal-hal yang buruk tentang Nabi Muhammad.
Goethe mengungkapkan bahwa Islam berarti: “Menyerahkan diri, maka kita semua hidup dan mati dalam Islam.”
Gibbon juga pernah mengatakan bahwa: “Muhammad memiliki kecerdasan yang alami dan superior yang dibentuk dalam kesunyian, percakapan yang memperkaya pemahaman, dan produk dari kesunyian tersebut adalah Al-Qur’an.”
Emile Dermenghem, juga memperingatkan rekan-rekannya yang sempat mengecam Islam sebagai agama yang buruk. Ia mengatakan: “Sesudah perang Islam-Kristen, dengan sendirinya jurang pertentangan dan salah pengertian bertambah lebar dan bertambah tajam. Orang harus mengakui, bahwa orang-orang Barat-lah yang memulai timbulnya pertentangan itu sampai begitu memuncak.”
Ricard Simon, dan seorang Katolik Perancis (1638-1712) memaparkan dalam Historie Critique Ces Nations du Levant (1984), memaparkan keimanan dan ritus-ritus kaum muslimin berdasarkan sebuah karya teolog muslim sendiri. Tulisannya menunjukkan apresiasi mendalam terhadap umat Islam. Cara pandang moralis yang ditempuh Simon ini banyak menuai pujian oleh para pemerhati Islam-Islamolog atau Orientalis yang berikutnya.
Walaupun telah kita ketahui bersama, bahwa sikap para Kristenisasi terhadap Islam sangatlah tidak baik, akan tetapi mulai dari abad ke 17-19 ada kecenderungan yang nampak berbeda dari sikap para Orientalis dari sebelumnya.
Ada beberapa kelompok dari mereka yang mulai memandang Islam sebagai agama yang Objektif. Hal inilah yang memeberikan dorongan bagi timbulnya suatu pergolakan pemikiran yang baru di Eropa pada waktu itu, dimana pada umunya mereka sudah banyak yang mulai tidak sejalan dengan kebijaksanaan gereja.
Kalangan Orientalis inilah yang kemudian diistilahkan dengan sebutan Revisionist, karena mereka berusaha menempatkan kajian keislaman diluar konstitusi politik. Kelompok Revisionist ini dikembangkan antara lain oleh Louis Massignon yang pada awalnya bertugas menjadi penasehat pemerintah kolonial Perancis di Afrika Utara.
Diluar Perancis, juga muncul kelompok Orientalis yang bisa dikatakan Revisionist, seperti Marshal G. Hodgson dan Wilfrred Cantwell Smith. Smith yang berhasil mendirikan The Institute Of Islamic Studies, yang menyodorkan metode baru dalam mengkaji sebuah agama dengan menyatakan bahwa pernyataan orang lain (non-Muslim) tentang agama Islam.
Hal ini didasarkan pada apa yang dikatakan oleh Wardenburgh bahwa “orang luar tidak akan mampu memahami agama lain secara mendalam dan memadai, apalagi sampai pada pemahaman yang sempurna.”
Namun pendapat-pendapat mereka yang bersifat positif tersebut tetap saja ada yang menuai kritik-kritik yang pedas dari kaum gereja, mereka masih saja menganggap bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pendusta.
Pada masa ini, para Orientalis barat sudah banyak yang mulai berpikir dengan akal yang rasional. Dan mereka juga tidak begitu banyak lagi yang membenci Islam meskipun sebenarnya diantara mereka adalah mayoritasnya Anti Islam.
4) Masa Moderen
Pada masa modern ini—kajian ketimuran atau Orientalisme pada masa moderen—tepatnya abad ke 20 menghadirkan warna yang berbeda dari pola-pola sebelumnya. Para Orientalis berusaha untuk menghadirkan pembacaan yang ilmiah dan objektif terhadap Islam. Mereka tidak hanya menggunakan buku-buku untuk menyebarluaskan pengaruh mereka ke dalam dunia Timur, akan tetapi mereka juga ikut turun langsung ke dalam lapangan untuk mendapatkan wajah baru maupun pemahaman yang sesungguhnya tentang Islam.
Mereka juga melakukan ziarah intelektual ke berbagai perpustakaan-perpustakaan di Timur Tengah serta melacak dan mengkaji manuskrip –manuskrip kuno yang tersimpan di perpustakaan resmi maupun pribadi di dunia Timur.
Zakaria Hakim mengatakan bahwa pada hakikatnya, banyak dari buku-buku referensi mengenai studi Islam yang kita pakai sekarang ini muncul dan dapat diperoleh karena usaha-usaha yang dijalanakan oleh kaum Orientalis Inggris, Perancis, Jerman, Italia, dan sebagainya.”
Pada pariode modern ini, ada cukup banyak golongan para Orientalis yang bersikap simpatik terhadap Islam dan tentunya juga memiliki hubungan baik dengan Islam. Misalnya :
1. H.A.R. Gib.
Ia adalah seorang pengarang yang juga ikut memberi perkuliahan dengan menggunakan bahasa Arab. Berdasarkan otoritas keilmuan tersebut, ia diangkat sebagai anggota Al-Majma’ Al-Ilm Al-Arabi yang berpusat di Damsyik dan anggota dari Al-Majma’ Al-lughowi yang berpusat di Kairo.
Ia mengatakan bahwa; “Islam adalah agama yang hidup yang dapat memenuhi kebutuhan rohani dan intelektual jutaan umat manusia. Tentang Nabi Muhammad, Ia berpendapat bahwa Nabi Muhammad adalah seorang figur yang memiliki akhlak dan budi pekerti yang luhur.
2. Lois Massignon.
Ia juga di angkat sebagai anggota Al-Majma’ Al-Ilm Al-Arabi yang berpusat di Damsyik dan anggota di Al-Majma’ Al-Lughowi yang berpusat di Kairo Mesir. Ia pernah mengikuti kuliah di Universitas Al-Azhar sebagai pendengar dan juga pernah menjadi dosen sejarah dan filsafat Islam di Universitas Kairo.
Menurut Muhammad Ghallab, keahlian Lois dalam bidang tasauf atau mistisme Islam, terutama mengenai tasauf Al-Hallaj, meruapkan referensi yang bermutu tinggi dan semestinya diterjemaahkan kedalam bahasa Arab.
3. W.C. Smith.
Ia juga adalah seorang tokoh Orientalis yang turut bersimpatik terhadap Islam. Ia adalah pendiri Institut pengkajian Islam di Universitas McGill di Montreal, Kanada.
Menurutnya, Tuhan ingin menyampaikan risalah kepada manusia, untuk itu Tuhan mengirim rasul-rasul dan Nabi Muhammad adalah salah satu dari rasul-rasul Allah. Risalah yang ingin di sampaikan Tuhan tersebut ialah norma-norma akhlak dan syariat.
Sumbangan Orientalisme terhadap studi Islam tidak dapat di abaikan begitu saja. Banyak naskah dan tokoh-tokoh Islam yang kemudian dikenal luas di dunia Islam akibat kajian dari para Orientalis. Seperti Ibnu Arabi, Rabi’ah Al-aadawiyyah, Jalaluddin Rumi, Al-Hallazj dan sebagainya. Itu adalah beberapa nama yang sangat populer dalam ilmu tasauf. Popularitas mereka antara lain juga dipengaruhi oleh para Orientalis yang juga ikut mempopulerkan karya, kehidupan, dan juga pemikiran mereka.
Kaum Orientalis juga banyak membantu pengayaan materi studi Islam. Studi Islam yang Tradisional, yang bersifat normatif kemudian dikembangkan dengan pendekatan historis sehingga memberikan cakrawala baru dalam studi Islam.
Kendati demikian, dimana ada kebenaran juga disitu ada kebatilan.
Meskipun sangat banyak Orientalis di abad sekarang ini yang pro dengan Islam, akan tetapi yang Contra-pun juga tetap-lah ada. Dan jumlah mereka pun cukup banyak dan tidak diketahui.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, semenjak tragedi 9/11 yang melanda gedung WTC di Newyork city pada tahun 200 silam, wajah Islam benar-benar semakin tertunduk. Semua penduduk bumi seakan percaya begitu saja atas tuduhan yang dilemparkan kepada agama Islam atas tragedi tersebut. Mereka mengatakan bahwa gedung pencakar langit kebanggan Amerika Serikat itu runtuh karena di tabrak oleh pesawat yang telah dibajak oleh kaum muslimin yang sedang berjihad (Mencari syahid).
Di Belanda, pada pertengahan tahun 2018 kemarin, seorang Politisi yang Anti-Islam bernama Geert Wilders mengumumkan kepada publik Belanda bahwa ia telah mendapat izin dari Anti-Terrorisme Belanda NCTV untuk mengadakan sebuah perlombaan besar. Perlombaan yang akan dilombakan ialah Lomba Melukis. Hal yang paling naas disini ialah yang mana mereka menjadikan Karikatur Nabi Muhammad Saw sebagai tema perlombaan tersebut.
Namun aksi mereka tersebut menuai banyak protes, sehingga perlombaan tersebut pun dibatalkan.
Di Perancis, pada pertengahan tahun 2015 yang lalu, dunia Islam dihebohkan oleh sebuah majalah yang cukup terkenal di negara Perancis. Yang mana, kantor majalah tersebut telah berencana akan segera meluncurkan film kartoon yang menggambarkan Karikatur Nabi Muhammad secara jelas.
Hal tersebut menuai banyak kritik pedas dari seluruh umat Muslim di Dunia. Alhasil, pada tanggal 6 bulan Juli di tahun 2015 kemarin, kantor tersebut tiba-tiba diserang oleh dua pria yang tak dikenal. Dua pria misterius itu menembak semua anggota staf kantor majalah tersebut. Termasuk juga dengan Charlie Hebdo yang selaku pemimpin redaksi.
C. BEBERAPA SISI BAIK ORIENTALISME TERHADAP ISLAM
Diantara banyaknya sisi negatif atas sikap Orientalis terhadap Islam, akan tetapi ada juga beberapa sisi positif nya yang menguntungkan bagi umat Islam, antaranya :
• Kamus bahasa Arab-Prancis sebanyak 2 jilid karya Herbin (Prancis).
• Kamus bahasa Arab-Itali Amiyyah karya Germanius (Italia 1636 M).
• Kamus bahasa arab sebanyak 7 jilid karya W. Bedwell (Inggris-1610 M).
• Kamus An-Arabic-English Lexicon karya Edward William Lane (Inggris-1863 M).
• Kamus Arab-Latin sebanyak 4 Jilid karya G.W Feytag (Jerman).
• Kamus Rusia-Arab karya Baranov (Rusia-1937).
• Universitas Islam di Kanada, yang dibangun oleh Wilfred Cantwell Smith dengan nama The Institute Of Islamic Studies atau yang lebih populer disebut dengan McGill University. Dan Center For Study Of World Religions di Universitas Harvard.
• Masjid Shah Jahan di Inggris yang dibangun pada tahun 1889 oleh Orientalis Dr Gottlieb Wilhelm Leitner.
• Seorang tokoh Barat yang bernama Michael Hart telah memberikan gelar kepada Nabi Muhammad bahwa beliau adalah seorang tokoh atau manusia yang paling berpengaruh di dunia melebihi Yesus dan tokoh-tokoh lain.
• Dengan adanya Orientalisme, maka akan menjadi sebuah jembatan penghubung kepada masyarakat Barat untuk mengenal Islam, yang mana disini para Orientalis berperan penting secara tidak langsung untuk menyebarkan Islam atau mengenal-kan Islam kepada seluruh masyarakat Non Muslim di Barat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Orientalisme adalah sebuah aliran yang berasal dari Barat, yang mempelajari tentang seluruh aspek kehidupan bangsa Timur, dengan misi dan tujuan mereka ialah untuk menjatuhkan bangsa Timur.
2. Kolonialisme adalah upaya penguasaan daerah oleh suatu pihak kepada pihak lain yang berada di luar daerahnya. Dengan kata lain, Kolonialisme itu adalah penjajah.
3. Misionarisme ialah satu cara khusus yang ditempuh oleh para Orientalis untuk menyebarkan pengaruh mereka di tengah-tengah masyarakat.
4. Pada awalnya, Orientalisme hanya memiliki satu tujuan, yaitu adalah ingin menjatuhkan ataupun mengalahkan bangsa Timur dari berbagai aspek kehidupan, terutama ialah dari aspek ke-Agamaan.
5. Seiring berkembangnya zaman, misi para Orientalisme justru menjadi semakin berkembang dan juga beragam. Meskipun sebenarnya misi mereka adalah ingin menjatuhkan Islam, akan tetapi banyak juga dari mereka yang membela Islam. Dan bahkan juga menjadi seorang Muallaf.
6. Sikap dan misi Orientalisme tidak tergantung pada posisi mana Ia berpijak, akan tetapi tergantung pada sikap ataupun fikiran yang mereka berikan terhadap suatu masalah. Jika orangnya baik, maka Ia akan lurus. Dan jika Ia jahat, maka Ia akan menjelek-jelekkan agama Islam. Jadi, sikap para Orientalisme itu berbeda-beda, semuanya tergantung pada setiap ekspresi yang mereka berikan terhadap umat Islam (Bangsa Timur).
B. SARAN
1. Sebaiknya para Orientalisme melakukan penelitian yang objektif dan rasionalis, tujuannya ialah untuk menciptakan perdamaian dunia.
2. Sebaiknya para Orientalis melakukan diskusi dengan para Cendikiawan muslim dalam menyikapi beberapa hal yang di anggap penting, tujuannya ialah agar tidak ada saling kecurigaan antara satu pihak dengan pihak yang lain.
3. Sebaiknya buku-buku yang telah ditulis oleh para Orientalis dimasa pertengahan diselidiki dengan teliti, tujuannya ialah untuk mencari titik kebenaran yang sebenarnya.
4. Sebaiknya para pembaca juga mencari sumber dan referensi dari buku-buku yang lain
“Terima Kasih”
Daftar Pustaka :
Nouruzzaman Shiddiqi, Tamaddun Muslim, (Jakarta: bulan bintang, 1998), hal 112
Philips K. Hitti, History The Arabs, (London: MacMilan: 1964), hal 543
Hitti, The Arabians, hal 164-179
Maxime Radinson, Ed. Joseph Schacht dan C.E. Bosworth, The Legacy of Islam (Oxford: Oxford Univ Press. 1974), hal 15
D.J. Sahas, Jhon of Damaskus On Islam (Laiden: 1972), hal 134-141
Al-Aqiqi, Al-Mutasyariqun..., hal 692-4
Jhon L, Elposito, The Islamis Thbreat: Myth Or Reality (New York Oxford University Press, 1992), hal 187
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an (Yogyakarta: FkBa, 2001), hal 371
R.W. Southem, Western Views Of Islamin The Middle Ages (Combridge, Massachusetts: Harvard University Pres, 1962), hal 322
E Gibbon , The Deline and Fall of The Roman Empire (London, t.t.)
Muhammad Husain Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (1935), hal 21
Maxime Rodinson, Europe and Mistyque of Islam,, (London: Univ of Press, 1987), hal 50
Mahmud Hamdi Zaqzuq, Orientalisme dan Latar Belakang Pemikirannya, terj. Luthfi Abdullah Ismail, (Bangil: al-Muslimun, 1984), hal 19
Thaha Hamim, Islam dan Nu, hal 284
Zakaria Hakim Zakaria, Al-Musytasyarqun wa Al-Islam (Kairo: Dar Al-Kutub Al-Arabiyah, 1965), hal 168
H.A.R. Gibb, Mohammadism, (London: Oxford University Press, 1965), hal 34-33
Muhammad Gallab, Nadlarat Al-isyitisyiraqyyah fi Al-Islam, (Kairo: DarAl-kutub al-arabiyyah), hal 9
W.C. Smith, Islam in Modern History (Mentor Book: 1964), hal 97
Comments
Post a Comment