Cerita mimpi ke alam surga.
*Surga yang paling rendah.*
Cerita ini murni saya tulis dari tokoh aslinya. Ini adalah kisah nyata. Kisah yang di alami oleh teman saya sendiri. Aku sengaja untuk tidak menyebut namanya.
Cerita ini berlaku sekitar satu Minggu yang lalu.
Begini ceritanya.
Dimalam itu perasaanku tak enak. Badanku sengal. Dan kepalaku pusing. Maklum saja, karena pada waktu itu aku masih sakit. Aku memutuskan untuk masuk kamar. Lalu merebahkan tubuh ini begitu saja di atas ranjang. Aku ngantuk.
Sebelum tidur, aku tidak lupa membaca doa. Begitulah kebiasaanku.
Jarum jam bernada di dinding. Menghanyutkan ku. Membawaku pergi ke tempat yang jauh. Menembus lorong demi lorong di alam bawah sadar. Aku berada di alam ilusi yang seringkali melenakan manusia. Aku berada di alam mimpi.
Aku merasa seakan-akan tubuh ini di lemparkan ke angkasa. Angin membawaku terbang tinggi. Semakin tinggi. Semakin jauh meninggalkan bumi. Dan semakin dekat dengan daratan itu. Daratan yang tidak aku ketahui.
Aku terlempar kedalam sebuah rumah. Rumah tersebut tidak memiliki atap. Hanya di Pagari oleh dinding-dinding yang aneh.
Pada saat itu aku bersama kedua orang tuaku. Aku bingung. Bingung karena tidak tahu di dunia manakah aku berada. Begitupun dengan kedua orang tuaku.
Aku berkata kepada mereka.
"Ibu, ayah. Tunggu disini sebentar, aku mau keluar. Untuk mencari tahu dimanakah kita berada" begitulah ucapku.
"Baiklah. Hati-hati ya, nak" balas kedua orangtuaku. Aku langsung pamit. Dan mulai berjalan keluar pintu.
Aku kaget. Ternyata aku berada di tengah Padang pasir yang tandus. Tak ada pohon. Tak ada rumah. Juga tak ada satu orang manusia pun yang nampak berkeliaran di sana. Akan tetapi, aku tetap melanjutkan tekadku.
Aku mulai berjalan melewati Padang pasir yang tandus. Yang panas. Yang tiada tempat bernaung walau sedikitpun.
Akan tetapi, entah bagaimana pula tiba-tiba aku menemukan sebuah rumah yang megah. Rumah tersebut berdiri kokoh di atas gurun tersebut.
Ada yang aneh. Semua bahan rumah tersebut terbuat dari kaca tebal yang bening. Bentuknya sama. Hingga membuatku bingung untuk membedakan mana pintu dan mana jendelanya. Karena semuanya terlihat seperti dinding. Seperti kaca aquarium yang tertutup rapat.
Aku mengetuk salah satu dinding tersebut. Sambil mengucapkan salam
"Assalamualaikum" ucapku dengan sopan dan lembut.
Tidak lama kemudian, mendadak dinding yang aku ketuk itu terbuka.
"Waalaikumsalam" jawab suara dari dalam.
Aku langsung melongak kan kepala kedalam. Terlihatlah seorang pria berjubah putih. Raut wajahnya datar. Tanpa ekspresi.
"Bolehkah aku masuk untuk menumpang sholat sebentar?" Aku bertanya kepada orang tersebut.
"Boleh, silahkan. Nanti tahu sendiri" begitulah jawab pria tersebut.
Sebenarnya aku sedikit bingung. Bingung karena tidak tahu maksud dari ucapan pria tersebut, 'nanti tahu sendiri'. Itulah yang membuat aku bertanya-tanya di dalam hati.
Ada yang aneh. Aku tidak tahu entah bagaimana caranya ternyata aku sudah tahu seluk beluk di rumah tersebut. Kamar mandi, tempat handuk, tempat sajadah, lemari- lemari. Semuanya aku tahu. Aku seolah-olah seperti orang yang sudah lama tinggal di rumah tersebut. Padahal aku baru saja pertama kali masuk ke dalamnya.
"Mungkin itulah maksud dari pria itu, nanti tahu sendiri" begitulah gumamku di dalam hati
Usai sholat, aku segera berkeliling di rumah tersebut untuk melihat ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Rumah tersebut sangat besar. Sangat megah dan mewah. Semua bahanya terlihat canggih. Lebih canggih dari pada rumah yang pernah ku tonton di film-film.
Aku bertanya kepada pria tersebut.
"Pak, ini daerah mana?" Aku menyipitkan mata kepada beliau.
"Owh, ini baru di tempat yang paling rendah" begitulah ujar beliau. Aku pun terdiam sejuta bahasa karena malu untuk bertanya kembali. Walaupun jawaban tersebut sedikit mengganjal di benak ku.
Aku terus berjalan didalam rumah yang besar tersebut. Membuka pintu demi pintu. Memasuki ruangan demi ruangan. Hingga sampailah aku pada sebuah pintu yang besar. Pintu tersebut seakan mengarah tajam ke bawah.
Tanpa pikir panjang, aku langsung membukanya.
Bukan main kagetnya aku, ternyata di depanku ada sebuah tangga yang amat panjang ke bawah sana. Tangga tersebut tidak memiliki gagang untuk pegangan tangan. Yang terlihat hanyalah anak tangga yang berjumlah ribuan takah.
Tangga itu sangat tajam ke bawah. Panjangnya mungkin mencapai ribuan meter. Aku tidak tahu pasti berapakah ketinggian dari tangga tersebut.
Aku mulai berjalan melewatinya. Satu demi satu takah anak tangga itu ku injak dengan penuh keraguan. Akan tetapi, setelah menginjak kan kaki di atas takah tangga pertama, kedua, dan seterusnya, aku tidak lagi merasa takut. Aku justru semakin mudahnya berjalan melewatinya.
Hingga akhirnya sampailah aku di ujung takah anak tangga tersebut. Ternyata tangga itu menghubungkan satu pintu menuju pintu yang lain nya. Dan sekarang, aku sudah berada di depan pintu tersebut.
Meskipun sedikit ragu, akan tetapi rasa penasaranku justru lebih besar. Aku segera membuka pintu tersebut dengan kedua tangan. Pria yang berjubah putih tadi berada di sebelahku.
Ketika pintu itu terbuka, sekujur tubuhku langsung bercahaya terang. Seperti tubuh para malaikat yang biasa ditayangkan dalam film. Putih berseri-seri. Berkilauan seperti mutiara. Begitulah aku.
Kemudian aku langsung mengangkat kepalaku untuk melihat kedepan. Dan alangkah kagetnya aku. Aku belum pernah menemukan tempat yang seindah itu di dunia ini.
Gunung-gunung yang sebesar ukuran gunung kerinci terhampar luas. Jumlah nya mungkin mencapai ribuan dan bahkan lebih. Gunung-gunung tersebut berlapis-lapis. Serta di hiasi pula oleh puluhan ribu air terjun yang indah.
Air terjun itu bening dan bersih. Mengalir kedalam sebuah sungai yang berkilauan. Pohon-pohon menjulang tinggi ke langit. Seperti pohon-pohon yang pernah kulihat di film Avatar. Dan mungkin lebih besar dari pohon tersebut. Pohon-pohon tersebut berwarna warni.
Berbagai jenis burung terbang kesana kemari dengan riang nya.
Buah buahan disusun rapi. Membentuk sebuah bukit buah yang berwarna warni. Hawanya sejuk. Se sejuk hawa bulan purnama di malam hari. Dan bahkan lebih.
Tak ada matahari. Alam di sana sangat indah. Sangat terang. Semua langit terlihat seakan bercahaya.
Semua gundah gulana di dasar hatiku ini lenyap. Aku merasa, seolah-olah itulah akhir dari pencarian ku selama ini di dunia. Aku merasa itu lah tempat asalku. Aku merasa itulah tempat tinggalku yang sudah lama aku tinggalkan.
Aku ingin menetap di sana walaupun seorang diri. Aku merasa nyaman dan damai.
Pria tersebut datang menghampiriku yang masih terkagum-kagum dengan pemandangan tersebut.
Aku bertanya kepadanya
"Tempat apakah ini? Kenapa tempat ini sangat indah?" Aku mengernyitkan dahi kepadanya.
Dia tersenyum kepadaku. Senyuman nya sangat indah. Sangat damai.
"Ini baru di tempat yang paling rendah," Pria itu tersenyum kepadaku.
Aku terbangun dari tidur. Ternyata aku baru saja bermimpi. Sekujur tubuhku di basahi oleh keringat.
Aku langsung mengambil wuduk. Dan kemudian sholat malam dua rakaat. Setelah itu, aku tidak bisa lagi tidur. Hingga pagi telah datang.
Cerita ini murni saya tulis dari tokoh aslinya. Ini adalah kisah nyata. Kisah yang di alami oleh teman saya sendiri. Aku sengaja untuk tidak menyebut namanya.
Cerita ini berlaku sekitar satu Minggu yang lalu.
Begini ceritanya.
Dimalam itu perasaanku tak enak. Badanku sengal. Dan kepalaku pusing. Maklum saja, karena pada waktu itu aku masih sakit. Aku memutuskan untuk masuk kamar. Lalu merebahkan tubuh ini begitu saja di atas ranjang. Aku ngantuk.
Sebelum tidur, aku tidak lupa membaca doa. Begitulah kebiasaanku.
Jarum jam bernada di dinding. Menghanyutkan ku. Membawaku pergi ke tempat yang jauh. Menembus lorong demi lorong di alam bawah sadar. Aku berada di alam ilusi yang seringkali melenakan manusia. Aku berada di alam mimpi.
Aku merasa seakan-akan tubuh ini di lemparkan ke angkasa. Angin membawaku terbang tinggi. Semakin tinggi. Semakin jauh meninggalkan bumi. Dan semakin dekat dengan daratan itu. Daratan yang tidak aku ketahui.
Aku terlempar kedalam sebuah rumah. Rumah tersebut tidak memiliki atap. Hanya di Pagari oleh dinding-dinding yang aneh.
Pada saat itu aku bersama kedua orang tuaku. Aku bingung. Bingung karena tidak tahu di dunia manakah aku berada. Begitupun dengan kedua orang tuaku.
Aku berkata kepada mereka.
"Ibu, ayah. Tunggu disini sebentar, aku mau keluar. Untuk mencari tahu dimanakah kita berada" begitulah ucapku.
"Baiklah. Hati-hati ya, nak" balas kedua orangtuaku. Aku langsung pamit. Dan mulai berjalan keluar pintu.
Aku kaget. Ternyata aku berada di tengah Padang pasir yang tandus. Tak ada pohon. Tak ada rumah. Juga tak ada satu orang manusia pun yang nampak berkeliaran di sana. Akan tetapi, aku tetap melanjutkan tekadku.
Aku mulai berjalan melewati Padang pasir yang tandus. Yang panas. Yang tiada tempat bernaung walau sedikitpun.
Akan tetapi, entah bagaimana pula tiba-tiba aku menemukan sebuah rumah yang megah. Rumah tersebut berdiri kokoh di atas gurun tersebut.
Ada yang aneh. Semua bahan rumah tersebut terbuat dari kaca tebal yang bening. Bentuknya sama. Hingga membuatku bingung untuk membedakan mana pintu dan mana jendelanya. Karena semuanya terlihat seperti dinding. Seperti kaca aquarium yang tertutup rapat.
Aku mengetuk salah satu dinding tersebut. Sambil mengucapkan salam
"Assalamualaikum" ucapku dengan sopan dan lembut.
Tidak lama kemudian, mendadak dinding yang aku ketuk itu terbuka.
"Waalaikumsalam" jawab suara dari dalam.
Aku langsung melongak kan kepala kedalam. Terlihatlah seorang pria berjubah putih. Raut wajahnya datar. Tanpa ekspresi.
"Bolehkah aku masuk untuk menumpang sholat sebentar?" Aku bertanya kepada orang tersebut.
"Boleh, silahkan. Nanti tahu sendiri" begitulah jawab pria tersebut.
Sebenarnya aku sedikit bingung. Bingung karena tidak tahu maksud dari ucapan pria tersebut, 'nanti tahu sendiri'. Itulah yang membuat aku bertanya-tanya di dalam hati.
Ada yang aneh. Aku tidak tahu entah bagaimana caranya ternyata aku sudah tahu seluk beluk di rumah tersebut. Kamar mandi, tempat handuk, tempat sajadah, lemari- lemari. Semuanya aku tahu. Aku seolah-olah seperti orang yang sudah lama tinggal di rumah tersebut. Padahal aku baru saja pertama kali masuk ke dalamnya.
"Mungkin itulah maksud dari pria itu, nanti tahu sendiri" begitulah gumamku di dalam hati
Usai sholat, aku segera berkeliling di rumah tersebut untuk melihat ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Rumah tersebut sangat besar. Sangat megah dan mewah. Semua bahanya terlihat canggih. Lebih canggih dari pada rumah yang pernah ku tonton di film-film.
Aku bertanya kepada pria tersebut.
"Pak, ini daerah mana?" Aku menyipitkan mata kepada beliau.
"Owh, ini baru di tempat yang paling rendah" begitulah ujar beliau. Aku pun terdiam sejuta bahasa karena malu untuk bertanya kembali. Walaupun jawaban tersebut sedikit mengganjal di benak ku.
Aku terus berjalan didalam rumah yang besar tersebut. Membuka pintu demi pintu. Memasuki ruangan demi ruangan. Hingga sampailah aku pada sebuah pintu yang besar. Pintu tersebut seakan mengarah tajam ke bawah.
Tanpa pikir panjang, aku langsung membukanya.
Bukan main kagetnya aku, ternyata di depanku ada sebuah tangga yang amat panjang ke bawah sana. Tangga tersebut tidak memiliki gagang untuk pegangan tangan. Yang terlihat hanyalah anak tangga yang berjumlah ribuan takah.
Tangga itu sangat tajam ke bawah. Panjangnya mungkin mencapai ribuan meter. Aku tidak tahu pasti berapakah ketinggian dari tangga tersebut.
Aku mulai berjalan melewatinya. Satu demi satu takah anak tangga itu ku injak dengan penuh keraguan. Akan tetapi, setelah menginjak kan kaki di atas takah tangga pertama, kedua, dan seterusnya, aku tidak lagi merasa takut. Aku justru semakin mudahnya berjalan melewatinya.
Hingga akhirnya sampailah aku di ujung takah anak tangga tersebut. Ternyata tangga itu menghubungkan satu pintu menuju pintu yang lain nya. Dan sekarang, aku sudah berada di depan pintu tersebut.
Meskipun sedikit ragu, akan tetapi rasa penasaranku justru lebih besar. Aku segera membuka pintu tersebut dengan kedua tangan. Pria yang berjubah putih tadi berada di sebelahku.
Ketika pintu itu terbuka, sekujur tubuhku langsung bercahaya terang. Seperti tubuh para malaikat yang biasa ditayangkan dalam film. Putih berseri-seri. Berkilauan seperti mutiara. Begitulah aku.
Kemudian aku langsung mengangkat kepalaku untuk melihat kedepan. Dan alangkah kagetnya aku. Aku belum pernah menemukan tempat yang seindah itu di dunia ini.
Gunung-gunung yang sebesar ukuran gunung kerinci terhampar luas. Jumlah nya mungkin mencapai ribuan dan bahkan lebih. Gunung-gunung tersebut berlapis-lapis. Serta di hiasi pula oleh puluhan ribu air terjun yang indah.
Air terjun itu bening dan bersih. Mengalir kedalam sebuah sungai yang berkilauan. Pohon-pohon menjulang tinggi ke langit. Seperti pohon-pohon yang pernah kulihat di film Avatar. Dan mungkin lebih besar dari pohon tersebut. Pohon-pohon tersebut berwarna warni.
Berbagai jenis burung terbang kesana kemari dengan riang nya.
Buah buahan disusun rapi. Membentuk sebuah bukit buah yang berwarna warni. Hawanya sejuk. Se sejuk hawa bulan purnama di malam hari. Dan bahkan lebih.
Tak ada matahari. Alam di sana sangat indah. Sangat terang. Semua langit terlihat seakan bercahaya.
Semua gundah gulana di dasar hatiku ini lenyap. Aku merasa, seolah-olah itulah akhir dari pencarian ku selama ini di dunia. Aku merasa itu lah tempat asalku. Aku merasa itulah tempat tinggalku yang sudah lama aku tinggalkan.
Aku ingin menetap di sana walaupun seorang diri. Aku merasa nyaman dan damai.
Pria tersebut datang menghampiriku yang masih terkagum-kagum dengan pemandangan tersebut.
Aku bertanya kepadanya
"Tempat apakah ini? Kenapa tempat ini sangat indah?" Aku mengernyitkan dahi kepadanya.
Dia tersenyum kepadaku. Senyuman nya sangat indah. Sangat damai.
"Ini baru di tempat yang paling rendah," Pria itu tersenyum kepadaku.
Aku terbangun dari tidur. Ternyata aku baru saja bermimpi. Sekujur tubuhku di basahi oleh keringat.
Aku langsung mengambil wuduk. Dan kemudian sholat malam dua rakaat. Setelah itu, aku tidak bisa lagi tidur. Hingga pagi telah datang.
Comments
Post a Comment