CERITA MISTERI HUTAN LADANG KARET PART 8

PART 8


Jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi.

Kami sudah begitu jauh menyusuri lorong demi lorong, tangga demi tangga, namun kami belum juga menemukan jalan keluar dari bangunan tersebut.



Tenaga kami benar-benar sudah terkuras, karena kami harus bergantian memikul Logi yang tidak sadarkan diri. Kini kami sedang berada di lorong yang sempit. Lebarnya hanya satu meter. Lantainya sedikit basah.

Saat ini, tujuan kami benar-benar berubah. Rasa penasaran Mardian untuk melihat dan meneliti makhluk besar itu telah sirna, kini satu-satunya tujuan kami ialah mencari jalan untuk keluar dari dalam ruangan bawah tanah tersebut.

"Kita istirahat dulu bentar, capek nih" Mardian mengernyitkan dahi sambil menarik nafas. Lalu meletakkan Logi di tanah. Kamipun berhenti sejenak di tempat itu.

Lalu kami mulai berbincang-bincang untuk berdiskusi ringan. Logi masih tergeletak di lantai. Dia masih bernafas, dari raut wajahnya tergores wajah lelah, ia bahkan terlihat seperti orang yang sedang tertidur pulas.

Aku bahkan sempat kesal melihatnya. Sejauh ini kami berjalan, hingga terjebak di dalam tempat yang entah berantah ini, sedangkan dia malah tidur tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi. Awas saja nanti, akan ku hajar dia kalau udah sembuh. Begitulah geming kesalku.

Perjalananpun kembali dilanjutkan. Kini adalah giliranku lagi yang harus menggendong Logi.

Langkahku terasa berat. Punggungku dan pinggangku ini terasa mau lepas. Karena kini kami sedang berhadapan dengan tangga yang cukup tinggi. Bahkan Pak Witan sampai beberapa kali menolongku yang hampir terjatuh dari belakang.

Tiba-tiba aku merasa ada yang bergerak di bagian punggung belakangku. Hingga memaksaku untuk segera berhenti  dan memeriksa apakah gerangan. Ternyata benar. Logi mulai sadar.

"Hey! Dia udah sadar! Aku sedikit berteriak merasa senang. Aku bahkan lupa bahwa tadi sebelumnya aku sempat kesal melihatnya.

Pak Witan dan Mardian langsung mendekat untuk melihat.

"Logi, ini kami, teman kau" Mardian menyapa, seolah memberi tahu agar temannya itu tahu dan tidak buas lagi seperti tadi.

"Di..mana..kita.. Yan?" Suaranya putus-putus. Lemah.

"Kita masih terjebak di dalam tempat terkutuk ini. Tapi kau tenang saja, kita akan segera keluar dengan selamat" Mardian menenangkan temannya. Logi kembali terdiam. Sembari memeriksa tubuhnya.

"Makhluk itu kemana? Logi menanyai kami.
"Entahlah, sampai sekarang kami tidak melihatnya semenjak menghilang bersama kau" Begitu jawab Pak Witan.

"Makhluk itu besar sekali, Ray. Persis sekali seperti yang kau ceritakan. Dia berdiri tegak, berbulu lebat, bertanduk, matanya merah, dan juga punya kaki yang terbalik" Logi menceritakan pengalamannya sewaktu bertemu dengan makhluk tersebut.

"Dia menghantam kepalaku dengan tangannya, tapi aku berhasil mengelakkan. Saat itulah dia menangkap ku dengan tangannya yang tajam. Lalu beberapa kali menghantamkan tubuhku ke dinding.

"Makhluk itu membawaku berjalan entah kemana, aku tidak ingat, karena penglihatan dan pendengaranku tidak berfungsi dengan baik setelah beberapakali dihantam ke dinding ruangan."

"Yang terakhir kali ku ingat, makhluk itu menatap mataku sangat lama. Saat itulah aku melihat bola matanya yang merah menyala. Setelah itu aku tidak ingat lagi apa yang terjadi, hingga saat ini barulah aku sadar kembali."

"Akan tetapi, aku sempat menembaknya. Peluruku berhasil mengenai bagian betis kaki belakangnya, saat itulah dia menjadi sangat marah. Kemudian melemparkan senjataku, dan kemudian menghantamku ke dinding"

"Ada rumor dari orangtua dulu yang mengatakan bahwa, jangan menatap mata makhluk tersebut lebih dari waktu sepuluh. Sepuluh yang dimaksud adalah sepuluh kali detak jantung. Jadi, jangan tatap mata makhluk itu selama sepuluh kali detak jantung kita, karena jika tidak maka kita akan terpengaruh oleh kekuatan ghaibnya. Seperti Logi tadi yang tak sadarkan diri.

Pak Witan kembali melanjutkan ceritanya.

"Makhluk itu juga diceritakan takut dengan api. Maka karena itulah dia hanya sering terlihat keluar saat musim hujan tiba. Karena ia takut api akan membakar bulu-bulunya yang lebat."

"Karena itulah sebabnya saya memutuskan untuk membawa obor" Pak Witan mengeluarkan rokoknya, lalu kemudian menyalakannya untuk di hisap.

"Benar, mungkin karena alasan itulah mengapa makhluk itu tidak pernah berani menampak kan dirinya selama kita berjalan di lorong ini, karena kita membawa obor ini" Aku menyodorkan obor tersebut.

"Tapi jangan senang dulu, karena obor itu tidak akan bertahan lebih dari 2 jam lagi. Minyaknya akan segera habis."
Begitu kata Pak Witan.

"Kita semua adalah perokok, tentu saja kita juga punya korek masing-masing. Ini korekku" Kata Mardian sambil memperlihatkan korek apinya di tangan.

Aku ikut sibuk mengeruk saku celana, begitupun dengan Logi.

"Iya, kita semua punya korek. Tapi apinya tidak terlalu besar." Begitu kataku dengan nada keluh.

"Sepertinya kita harus membuat suatu jebakan atau perangkap untuk makhluk tersebut. Pak Witan berkata dengan nada serius dan tatapan tajam.

"Kira-kira apa rencana kita, Pak Wo? Aku bertanya penasaran.

"Untuk memancing makhluk itu keluar, kita harus memadamkan obor terlebih dahulu. Kita punya anjing kakekmu yang punya penciuman dan feeling yang kuat. Dia pasti akan menggonggong jika melihat atau merasakan kehadiran makhluk tersebut. Saat itulah kita bersiap-siap menyalakan api obor, dan kemudian melemparkannya."

Kami semua hanya terdiam untuk mendengarkan rencana Pak Witan.

"Akan tetapi, langkah pertama kita harus mencari lokasi yang bagus, mencari tempat atau lorong yang sedikit sempit, supaya kita dapat mengurungnya dalam pagar api yang akan kita buat dengan minyak lampu ini" Pak Witan nenunjuk lampu obornya.

Mardian mengangguk paham. Aku hanya diam seraya menimbang-nimbang jika saja cara itu tidak berhasil, pasti nyawa yang akan menjadi taruhannya.

Logi tidak akan ikut campur dalam urusan ini, karena ini sangat berbahaya bagi dirinya yang sedang terluka cukup parah. Untung saja dia tidak cengeng seperti Mardian, jadi kami tidak repot mengurusnya. Dia hanya ikut instruksi dari kesepakatan kami.

"Bagaimana nanti jika kita tidak menemukan jalan keluar dari tempat ini? Pasti kita akan mati kelaparan di sini"

"Saranku, sebaiknya kita mencari jalan keluar terlebih dahulu" begitu kataku dengan nada pelan.

Pak Witan dan Mardian terdiam sejenak. Sepertinya mereka sedang menimbang-nimbang.

"Baiklah, kita akan mencari jalan keluar terlebih dahulu agar kita dapat segera keluar dari tempat kumuh ini" Pak Witan mantap dengan keputusannya. Mardian hanya diam tanpa tanggapan. Sepertinya dia setuju.

"Sini tanganmu, ayo naik ke punggungku" Seruku pada Logi.

"Gak usah, aku bisa jalan sendiri kok" Logi bangun dari duduknya, dan kemudian mulai berjalan pelan. Walaupun masih terlihat sedikit pincang, akan tetapi sepertinya dia bisa berjalan membawa tubuhnya.

Perjalanan kembali dilanjutkan.

Kami melewati lorong demi lorong yang gelap. Udara terasa pengap dan panas. Keringat semakin bercucuran deras di sekujur tubuhku. Aku bahkan sampai beberapakali mengibaskan topiku ke wajah.

Sekitar satu jam lebih berjalan, tiba-tiba kami menemukan lorong tersebut ternyata adalah lorong yang buntu. Kami berhenti tepat di dinding ujungnya.

Kesal dan keluh mulai membungkus hati kami. Lelah lapar dan haus, itulah yang paling menyiksa kami. Kami tidak menemukan setetes air-pun kecuali jauh di belakang sana dekat jembatan tua yang sudah runtuh. Untuk kembali ke belakang, sepertinya kami harus berpikir 2 kali. Dan kamipun memilih untuk tetap melanjutkan perjalanan.

Di ujung lorong tersebut di batasi oleh dinding tembok yang setinggi 3 meter. Sedangkan bagian atasnya terbuka lepas, akan tetapi kami tidak tahu apakah yang ada di balik sana.

"Tunggu disini, bapak mau naik untuk melihat-lihat" Pak Witan langsung bergerak di dinding untuk berusaha naik ke atas sana.

Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba si hitam mulai bertingkah aneh. Dia mulai mengerang seolah merasakan sesuatu yang tidak kami rasakan.
"Ssstt, nyalakan obormu" Mardian berkata setengah berbisik padaku seraya mengarahkan ujung senjatanya ke belakang.

"Ssttt, disini ada jalan, terlihat seperti gua, ayo naik, cepat! Pak Witan sedikit berseru.

Kemudian kami langsung mengangkat  Logi ke atas sana, dan Pak Witan sudah siap untuk menyambut tangan Logi. Sekitar 4 menit, akhirnya Logi pun berhasil tiba di atas sana.

Selanjutnya adalah giliran Mardian. Dan diapun juga berhasil naik dengan selamat. Kini tiba pula giliranku.

Aku harus menggendong si hitam untuk membawanya naik bersamaku. Namun si hitam tidak mau. Dia berubah menjadi sedikit ganas, sepertinya ada sesuatu yang sedang ia lihat.

"Ayo sini anjingnya, Ray" Pak Witan berseru padaku. Namun si hitam malah melompat melepaskan diri. Aku terpaksa turun kembali untuk mengejarnya yang sedikit berlari ke arah lorong yang tadinya sudah kami lewati.

Si hitam mulai menggonggong keras, ekornya naik. Dia berada sekitar 5 meter di belakangku. Aku terus berjalan mendekatinya. Dan kemudian mengelus leher dan kepalanya. Namun si hitam masih menyalak ganas.

Pak Witan dan Mardian bahkan sampai berteriak meneriakiku yang berada di bawah.
"Ray! Cepat bawa anjing kakekmu itu ke sini! Cepat!
Mendengar hal tersebut, aku langsung merengkuh tubuh anjing tersebut dan kemudian membawanya berlari ke arah dinding dan lalu melemparkannya sekuat tenaga ke atas sana.

Tidak ku percaya. Anjing kakekku terbang jauh ke atas sana, bahkan tingginya mencapai 10 meter. Alan tetapi si hitam sudah berhasil mendarat dengan selamat.

Tiba-tiba ada suara yang mengerang keras dari belakang, disertai dengan suara gemuruh yang semakin mendekat ke arahku.

"Ayo cepat, REY! Mardian dan Pak Witan berseru keras dari atas sana.
Suara itu semakin keras dan semakin dekat ke arahku.

Entah kenapa tiba-tiba saja aku merasakan kakiku ini terasa berat sekali. Aku bahkan seakan tidak sanggup lagi menggerakkan nya untuk berlari menyelamatkan diri.

"Ray! Bodoh! Cepat naik! Mardian berteriak memaki diriku. Saat itulah aku baru tersadar. Kakiku terasa ringan.

Aku langsung berlari sekuat tenaga ke atas sana, lalu Mardian mengulurkan tangannya untuk menarikku. Aku hampir terjatuh lagi ke bawah. Namun dengan sigap Mardian segera kembali menarik tanganku dengan keras. Dan akupun berhasil naik dengan selamat.

Suara itu semakin dekat. Makhluk itu mengerang dengan keras, kedengarannya seperti tengah menghancurkan semua benda. Kami tidak tahu apa yang dia lakukan. Dia semakin dekat ke arah kami.

Dan kini, makhluk itu sudah terlihat di bengkolan lorong. Dia memukul dinding lorong dengan benda yang ada di tangannya. Mengamuk.


>> BACA KELANJUTAN CERITANYA DI SINI..

PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9

>> CERITA LAINNYA



Comments

  1. Permisi ya kak Admin ^^

    ituBola - ituBolaonline - Bandar Bola - Casino Online - Baccarat - Dragon Tiger - Roulette - Sicbo - BlackJack

    Ayo Pasang Taruhanmu Sekarang di ItuBola
    Agen Judi Bola & Casino Online Terpercaya dan Terbaik di Indonesia.
    Minimal Deposit Rp. 25.000,- Dan untuk minimal Withdraw Rp. 50.000,-
    Proses Deposit & Withdraw Yang Tercepat.

    Menyediakan berbagai macam permainan Judi Bola & Casino Online Terlengkap.
    ( Taruhan Bola )
    ( Baccarat )
    ( Sicbo )
    ( Roulette )
    ( Dragon Tiger)
    ( Blackjack )

    => Bonus Cashback 5% (dibagikan setiap Hari Senin)
    => Customer Service 24 Jam Nonsto
    => Support Deposit Via Aplikasi OVO,PULSA,GOPAY

    Kontak Kami
    LINE : itubola757
    WECHAT : itubolanet
    WHATSAPP :+85517696120
    TELEGRAM : Itu Bola / +85517696120


    Link Alternatif
    ituBola Online

    Pusat Bantuan ituBola

    Agen Taruhan Judi Teraman, Situs Taruhan Judi Teraman, Agen JudiBola, Agen Judi Bola Online, Agen Bola Online, Agen Sportsbook, Judi Casino, Agen Judi Casino, Agen Casino Online, Agen Live CasinoTerpercaya

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara