CERITA MISTERI HUTAN LADANG KARET PART 3

PART 3

"TOOLLOOONNGG.. !
Teriak ku histeris...

Penglihatanku langsung gelap. Runyam. Aku terbangun dari tidur dengan nafas yang sesak.

"Untung saja mimpi" Begitu gemingku dalam hati. Lega sambil mengatur nafas. Jam sudah menunjukkan pukul 02:00 dini hari.

Kulihat Logi sudah tidak ada lagi di sebelahku. Aku kemudian menyalakan senter di kepala dan mulai melihat sekeliling untuk mencari Logi. Aneh, Logi, Pak Witan dan juga Mardian sudah tidak ada lagi di sekitar tenda. Nereka semua sudah pergi.
Kemana mereka pergi? Aku masih kebingunan mencari mereka.

Aku mulai berteriak memanggil mereka satu persatu.

"Mardian..!
Logi...!
"Pak Witan..!
"Kalian dimana..?"

Suaraku terdengar menggema keras di penjuru hutan kebun karet. Namun tidak ada suara yang manyahuti panggilanku.

Kabut tebal sudah turun semenjak tadi aku bangun. Si hitam, si kuning dan semua anjing milik Pak Witan juga tidak ada lagi yang terlihat. Hanya aku sendiri yang masih berdiri di hadapan nyala api unggun kala itu.

Semuanya terdengar senyap, hening dan sunyi. Hanya suara kobaran api dan anginlah yang dapat kudengar.

Aku kembali teringat dengan kejadian dua bulan lalu, kemudian teringat pula dengan mimpi yang baru saja aku alami. Tiba-tiba saja sekujur bulu romaku ini langsung berdiri tegak seakan dicekam oleh rasa takut yang teramat dahsyat.

Ku letakkan semua kayu bakar kedalam api, setelah itu aku langsung bergegas kembali untuk masuk kedalam tenda. Karena menurutku itulah tempat yang paling aman untuk ku bersembunyi.

Aku mengeluarkan ponselku dari jacket, lalu kemudian menelepon Logi. Akan tetapi ponselnya malah berdering di dalam tas sebelahku, ternyata Logi lupa membawa ponselnya. Aku mulai diganggu oleh pikiran yang tidak menentu.

Apa yang sebenarnya terjadi disini?
Kenapa semua orang pergi dan meninggalkan aku sendiri?
Jangan jangan..?
Ohh tidak... Itu tidak mungkin ya Tuhan...
Tidak mungkin...
Aku benar-benar takut dan juga khawatir. Aku ingin pulang, namun aku tidak berani berjalan sendiri di dalam kebun karet yang angker ini. Aku takut makhluk yang menyeramkan itu datang mengejarku lagi.

Aku membungkus sekujur tubuhku dengan selimut. Dalam samar dapat kulihat cahaya api yang nampak terang di luar tenda. Rasa takutku mulai sedikit hilang. Aku memberanikan diri keluar dari selimut untuk menelepon Mardian dan Pak Witan. Barangkali saja mereka akan mengangkat teleponku.

Biiiipp...
Biiippp..
Suara ponselku berbunyi, namun Mardian belum juga mengangkat teleponku. Aku kembali menelepon nya sekali lagi.

Sekitar beberapa detik kemudian Mardian-pun menjawab teleponku.

"Halo, kalian dimana? Tanyaku langsung ke inti.

"Kami disini, masih dalam kebun karet sekitar 300 meter di belakang tenda. Kamu jangan keluar tenda dulu Ray, bahaya, nanti aku ceritain kalau kami sudah sampai di situ, oke?" Mardian langsung menutup teleponnya. Dan akupun menjadi sangat kesal separuh bingung.

Kesal karena aku belum sempat bicara panjang, dan bingung karena dia berkata bahaya.

"Jangan-jangan makhluk itu sudah keluar?" Otakku mendadak saja tiba-tiba berpikir demikian.

Hiiii...
Aku langsung kecut dan kembali mengubur diri dalam selimut.

Angin malam terus berhembus pelan di luar tenda, suaranya terdengar ngeri sekali bagiku. Dahan-dahan pohon terdengar saling menghantam satu sama lain, terkadang pula suaranya terdengar seperti kayu-kayu yang di patahkan.

Aku masih mendekam didalam tenda untuk menunggu Mardian, Logi dan Pak Witan kembali. Satu jam lebih telah berlalu, namun mereka semua belum juga kembali.

Cahaya api yang tadinya menyala terang di luar-sekarang perlahan-lahan sudah mulai menjadi redup kembali. Udara malam semakin terasa dingin di kulit meskipun aku telah memakai jacket dan selimut yang cukup tebal.

Suara burung malam sayup-sayup terdengar dari atas pohon, burung itu berbunyi setiap 7 hingga 8 detik sekali. Aku tidak tahu burung apa itu,  bunyi suaranya benar-benar membuat suasana malam di hutan kebun karet ini menjadi semakin sunyi dan mencekam.

Tidak ada suara manusia yang terdengar. Semuanya sunyi dan diam seakan para jengkrik pun enggan untuk mengeluarkan suara mereka. Benar-benar malam yang menyeramkan.

Beberapa menit kemudian, tiba-tiba aku mendengar ada suara pijakan kaki yang sedang berlari ke arah tenda, aku pun langsung menebak bahwa orang tersebut pastilah Mardian atau Logi, dan ataupun Pak Witan. Sehingga akupun sampai berani kembali untuk keluar dari dalam gumpalan selimut.

Aku langsung menyalakan senter sambil duduk dan bersiap-siap untuk keluar tenda. Ketika aku hendak berdiri dan berjalan keluar, tiba-tiba saja suara pijakan kaki itu langsung lenyap. Dapatku dengar dengan jelas, bahwa suara itu berhenti dalam jarak sekitar 5-6 meter dari belakang tendaku.

Aku yang tadinya sedikit senang dan bersiap untuk keluar pun langsung diam dan tidak jadi berdiri. Aku diam untuk memperhatikan suara tadi dengan jelas. Benar, suara itu benar-benar sudah tidak terdengar lagi.

Aku mulai curiga dan menaruh sedikit rasa takut. Aku memutuskan untuk mematikan senterku dan kembali mengurung diri dalam selimut. Sekitar dua menit aku berada di dalam selimut, tiba-tiba suara pijakan kaki itu terdengar lagi. Kali ini suara itu terdengar amat pelan sekali seperti suara orang yang sedang berjalan pelan dengan mengendap-ngendap untuk bersembunyi.

Tidak mungkin Mardian dan Logi mau menakut-nakutiku, aku tahu mereka bukanlah tipe orang yang jail. Ataukah itu adalah Pak Witan yang sengaja ingin membuatku takut? Entah mengapa firasatku berkata demikian. Ya Tuhan, Aku ingin sekali menyapa dengan suaraku, namun aku takut kalau-kalau itu bukanlah Pak Witan ataupun dua temanku itu.

Aku masih diam dan memutuskan untuk bersiaga di dalam selimut dengan golok di tangan. Telingaku masih sibuk memperhatikan suara pijakan kaki yang berjalan memutar di sekeliling tenda.

Ya Tuhan, suara itu semakin dekat menghampiri tenda bagian belakang tempat posisi kepalaku berada. Aku hanya bisa pasrah diam dalam selimut tanpa bergerak sedikitpun.

Suara pijakan kaki itu tiba-tiba berhenti tepat di belakang tenda dekat kepalaku. Aku merasa seolah makhluk yang berjalan tadi sedang berdiri memperhatikan aku dari luar tenda. Aku masih tetap tidak mau bergerak sedikitpun. Kurasakan keringat sudah mulai keluar di sekujur tubuhku, dadaku bergetar hebat seakan ingin meledak. Aku bahkan bisa merasakan dan mendengarnya berdegup kencang tidak menentu.

Hening dan senyap. Yang terdengar hanyalah suara angin malam yang berdengung. Aku terus berdoa dalam hati untuk meminta pertolongan kepada Tuhan. Akan tetapi rasa takutku itu belum juga pergi sedikitpun.

Tiba-tiba aku mendengar suara pergerakan yang amat pelan sekali, kedengarannya seperti orang yang ingin bersiap-siap untuk melakukan sesuatu di belakang tenda. Aku mulai menggengam gagang golokku dengan teguh dan bersiap-siap untuk melakukan sesuatu.

Tiba-tiba terdengar suara yang begitu amat cepat, aku tidak bisa menjelaskannya lebih jelas. Suara itu di sambung dengan suara dentuman sebilah kayu yang menghantam kayu. Dan yang membuatku lebih kaget lagi ialah suara itu beriringan dengan suara orang yang sedikit memekik dan mengusir "Huuusss... Huuuss.." Dengan sangat keras, aku bahkan langsung terperanjat seperti orang yang tegang kesentrum arus listrik. Ternyata aku kenal dengan suara tersebut.

Itu adalah suara Mardian. .
"Mardian, kau kah itu?" Begitu tanyaku.
"Iya, ini aku, Ray" jawabnya.
"Ada beberapa ekor berang-berang yang sedang asyik mengganggu bahan logistik kita di luar tenda, dan sekarang mereka sudah pergi entah kemana Terang Mardian padaku.

Gila, aku semenjak tadi bersembunyi dan menggigil takut di dalam selimut ternyata makhluk itu adalah Mardian temanku. Aku sedikit kesal dan juga lega. Aku langsung meloncat keluar untuk menemuinya.

"Dari mana saja kalian? Kenapa kalian ninggalin aku sendiri di sini, hah? Kalian benar-benar gila!
Begitulah kata-kata yang keluar dari mulutku ketika pertamakali melihatnya muncul dari belakang tenda.

"Yah mau gimana lagi, tadi kau ku bangunin tapi kau malah bilang padaku : Aku ngantuk! Yah karena gak enak mengganggu tidurmu, kami pun pergi bertiga aja" Begitu jawab Mardian santai. Seolah tak bersalah sedikitpun.

"Kapan aku bilang demikian? Tanyaku lagi.
"Yah mungkin kau gak sadar, mungkin kau ngomong di luar kesadaran alias masih tidur tadi" begitu jawabnya.

Yah benar, begitulah aku. Setiap kali dibangunin aku suka marah dan memekik kepada siapa saja yang membangunkan ku. Bagi siapa saja yang tidak tahu tentang hal tersebut jelas pasti akan mengira bahwa aku benar-benar serius berbicara seperti itu. Tapi sumpah, itu semua di luar kesadaranku. Biasanya kalau kakek dan nenekku membangunkan ku untuk sholat shubuh, mereka pasti membangunkan ku sampai aku duduk. Kalau belum duduk berarti aku belum bangun meskipun mulutku sudah berbicara tidak karuan, alias tidak sadar karena masih tidur.

Yah benar, itu bukan salah Mardian.

"Ada apa di sana? Kenapa kalian pergi kesitu seolah ada sesuatu yang janggal di sana?"

Begini ceritanya Ray.

"Tadi sewaktu kami lagi jaga-jaga diluar bareng Pak Witan, tiba-tiba ada suara keributan anjing-anjing yang sedang ribut di sana, lalu tiba-tiba anjing kakek mu dan anjing Pak Witan langsung berlari untuk mendatangi suara tersebut. Kami tidak sempat menahan mereka, dan kemudian aku langsung membangunkan kau dan Logi untuk menyusul anjing-anjing tersebut, tapi karena kau bilang masih ngantuk, yah kamipun memutuskan untuk pergi bertiga"

"Terus apalagi ceritanya?" Kali ini aku mulai penasaran.

"Sesampainya kami di sana, kami melihat seekor beruang madu jantan yang sedang di kepung oleh beberapa ekor anjing. Beruang itu melawan dan kemudian menyerang anjing-anjing yang berada di dekatnya. Dan akhirnya dua ekor anjing- pun meninggal karena terluka parah di bagian leher" begitu terang Mardian padaku.

"Anjing siapa yang mati?" Aku bertanya panik khawatir akan dua ekor anjing kesayangan kakekku.

"Itu adalah anjing milik orang lain, dan satunya lagi adalah anjing milik Pak Witan. Sedangkan anjing kakek mu itu syukur masih selamat, akan tetapi yang hitam mengalami sedikit luka di bagian perutnya"

"Ayo kita kesana sekarang!" Aku langsung bergerak melangkahkan kaki lebih dulu. Dan Mardian mengikutiku dari belakang.

Setibanya di sana, aku melihat ada dua ekor anjing yang tergeletak penuh darah, sementara beberapa yang lain nampak sedikit terluka sobek. Yang pertama kali ku cari adalah si hitam dan si kuning. Syukurlah mereka baik-baik saja. Hanya saja si hitam terluka sedikit di bagian perut.

Pak Witan terlihat sedikit sedih melihat tubuh salah satu anjingnya yang sudah tidak bernafas lagi. Beliau kemudian mengubur anjing tersebut bersamaan dengan anjing yang satunya lagi. Beliau membuatnya menjadi satu liang lahat, dan kemudian menimbunnya kembali di bantu oleh Logi dan Mardian.

Di tengah-tengah kerumunan anjing, terlihat tubuh seekor beruang madu yang besar tergeletak di tanah. Sepertinya beruang itu sudah meninggal dan tidak berdaya lagi untuk melawan. Aku juga melihat banyak sekali darah yang bersimbah keluar dari bagian kepalanya. Sepertinya beruang jantan ini tewas oleh beberapa kali tembakan senjata api yang dilepaskan oleh Mardian dan Logi.

"Jangan-jangan ini adalah makhluk yang kau lihat mengejarmu di malam itu, Ray? Dia juga tampak hitam dan berbulu lebat" kata Logi padaku.

"Bukan, ini bukan makhluk yang kulihat di malam itu, ukuran tubuh beruang ini hanyalah separuh dari ukuran tubuh makhluk tersebut. Dan ia bahkan terlihat jauh lebih mengerikan dibandingkan dengan beruang ini" Begitu tegasku padanya.

Jam sudah menunjukkan pukul 04:25, sepertinya waktu shubuh telah tiba. Kami memutuskan untuk kembali pulang menuju rumah kakekku.

Tentang keberadaan makhluk aneh tersebut, sampai pada detik itupun kami belum juga melihat adanya tanda-tanda keberadaannya sedikitpun. Dimanakah ia bersembunyi? Entahlah, itulah yang manjadi pertanyaan terbesar kami.

Di malam yang selanjutnya, yaitu malam yang kelima, kami memutuskan untuk menetap di rumah kakekku untuk beristirahat. Dan kamipun belum juga mendapatkan tanda-tanda keberadaanya.

Rencananya kami akan melanjutkan pencarian di malam besok, yaitu dimalam yang ke enam.

>> BACA KELANJUTAN CERITANYA DI SINI..

PART 1
PART 2
PART 3
PART 4
PART 5
PART 6
PART 7
PART 8
PART 9


>> CERITA LAINNYA

Comments

Popular posts from this blog

ISIM MUFRAD, MUTSANNA, DAN JAMAK

TERNYATA KEBERADAAN TEMBOK YA'JUJ WA MA'JUJ ADA DI....

Kisah pertarungan burung srigunting vs elang siraja udara